Thursday, June 21, 2012

Sumur Yang Digali Oleh Malaikat

Siapa yang tak kenal air Zamzam. Rasanya yang segar dan menyejukkan, khasiat yang dikandung, plus keutamaan-keutamaannya yang disebutkan di dalam hadits-hadits merupakan beberapa alasan kenapa air yang dijadikan oleh-oleh haji yang satu ini banyak ditunggu..

Sumur Zamzam adalah sumur yang digali oleh malaikat. Disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam riwayat Al-Bukhari rahimahullahu bahwasanya tatkala Hajar, istri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, ditinggalkan sendiri di lembah Mekah, bayi Nabi Ismail menangis kehausan. Hajar pun melihat keadaan sekitar (waktu itu Mekah adalah tempat yang tandus, tidak ada mata air sehingga tidak ada penghuninya).

Dia berbolak-balik dari bukit Shafa dan Marwah, mencari bala bantuan. Hingga, pada kali yang ketujuh dia mendengar suara. Ternyata, itu adalah malaikat yang sedang membuat sebuah mata air.

Mata air inilah yang menjadi cikal bakal kota Mekah. Karena air adalah sesuatu yang sangat berharga di padang pasir, orang pun mulai berdatangan untuk singgah. Ditambah Ka’bah yang merupakan tempat haji bagi penganut agama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, Kota Mekah pun menjadi sebuah kota penting.

Dahulu, sumur Zamzam sempat terkubur dan tertinggalkan. Hingga, Abdul Muththalib, kakek Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam, menggalinya kembali. Disebutkan oleh ahli sejarah Islam, Ibnu Ishaq rahimahullahu (w. 150 H) dalam sebuah riwayat dari Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia menuturkan bahwa saat Abdul Muththalib sedang tidur di Hijr (yang sekarang lebih dikenal dengan Hijr Ismail), dia bermimpi untuk menggali sumur. Demikianlah, akhirnya dia pun menggali sumur tersebut untuk memberi minum orang-orang yang berhaji (syariat haji sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihis salam).

Sumur Zamzam berada di dalam kompleks Masjidil Haram sekitar 20 m di timur Ka’bah. Dalamnya sekitar 30,5 m dan diameter sekitar 1,8-2,66 m. Dari sisi ilmu hidrologi, sumur Zamzam terletak di lembah Ibrahim yang terbentang di sepanjang kota Mekah Al-Mukarramah. Sumur ini menyerap air tanah pegunungan sekitarnya.




Skematis sumur Zamzam adalah sebagai berikut: Dari permukaan tanah hingga kedalaman 13,5 m terdiri atas lapisan aluvium lembah Ibrahim yang terdiri dari pasir halus, kemudian 0,5 m setelahnya merupakan lapisan batu permeabel, dan selebihnya sekira 17 m hingga dasar sumur adalah lapisan batuan beku diorit.

Badan yang ditugasi pemerintah Arab Saudi untuk mengurusi sumur Zamzam, Saudi Geological Survey (SGS), menyatakan bahwa luas cekungan yang menyuplai air bagi sumur ini hanyalah 60 km persegi saja. Padahal, curah hujan di sana hanya 100 mm pertahun. Tentunya merupakan keajaiban bahwa sumur di padang pasir tandus dengan curah hujan rata-rata yang kecil ini mampu memasok kebutuhan lebih dari 2 juta jamaah haji tiap tahunnya. Subhanallah!

Dahulu sumur Zamzam terletak di dalam sebuah bangunan berukuran 8,3 m x 10,7 m. Namun seiring dengan meningkatnya jumlah jamaah haji, maka pihak kerajaan Saudi mengambil kebijakan untuk memperluas tempat thawaf. Hal ini berkonsekuensi dipindahkannya bangunan ini ke bawah tanah.

Sekarang, bangunan sumur Zamzam ini berada di bawah tanah dengan panel kaca yang memungkinkan untuk melihatnya. Namun, tidak sembarang pengunjung diperbolehkan untuk memasukinya meskipun masih tetap bisa menikmati kesegarannya di pos-pos keran air Zamzam yang juga telah tersedia gelas kecil di sana.
Air Zamzam adalah air yang memiliki berkah yang bisa digunakan baik untuk mengganjal perut dari lapar ataupun obat dari penyakit. Tak perlu ragu, Rasul shallallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda dalam hadits yang shahih,

“Sesungguhnya air Zamzam adalah air berkah. Zamzam mengenyangkan seperti makanan dan obat bagi penyakit.” (HR. Ath-Thayalisi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’)

Soal rasa dan segarnya pun tidak berubah dari zaman ke zaman. Nah, inilah Zamzam, salah satu mukjizat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala karuniakan kepada umat ini. Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 03 vol. 01 1432 H / 2011 M, hal. 86-87. Penulis: Abdurrahman. Artikel ini telah mengalami sedikit perubahan dari sumber asli tanpa mengurangi isi tulisan.

Diambil dari www.fadhlihsan.wordpress.com

No comments:

Post a Comment