Saturday, June 30, 2012

Kisah Nyata Mimpi Bertemu Bidadari

Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di majelis, aku telah siap memakai pakaian perang, karena ada komando untuk bersiap-siap sejak Senin pagi. Tiba-tiba ada seorang laki-laki membaca ayat, ‘Sesungguhnya Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan surga.’ (At-Taubah: 111). Aku menyambut, “Ya, kekasihku.” Laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi kepadamu wahai Abdul Wahid, sesungguhnya aku telah menjual jiwa dan hartaku untuk memperoleh surga.”

Aku menjawab, “Sesungguhnya ketajaman pedang itu melebihi segala-galanya. Hanya engkau orang yang aku sukai, aku khawatir manakala engkau tidak mampu bersabar dan tidak mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.”

Laki-laki itu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku telah berniaga  kepada Allah dengan harapan surga, mana mungkin jual beli yang aku persaksikan kepadamu itu akan melemah.” Dia berkata, “Aku mengkhawatirkankan kemampuan kita,… apabila mereka mampu berbuat, kenapa kita tidak?” 

Kemudian lelaki itu menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah, kecuali seekor kuda, senjata dan sekedar bekal untuk perang. Ketika kami telah berada di medan perang, dialah laki-laki pertama yang tiba di tempat tersebut. Dia berkata, “Assalamu’alaika wahai Abdul Wahid,” Aku menjawab, “Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, alangkah beruntungnya perniagaan ini.”

Kemudian kami berangkat menuju medan perang, lelaki tersebut senantiasa berpuasa di siang hari dan qiyamullail pada malam harinya,  melayani kami dan menggembalakan hewan ternak kami, serta menjaga kami ketika kami tidur, sampai kami tiba di wilayah Romawi.

Ketika kami sedang duduk-duduk pada suatu hari, tiba-tiba dia datang sambil berkata, “Betapa rindunya aku kepada bidadari bermata indah.” Kawan-kawanku berkata, “Sepertinya laki-laki itu sudah mulai linglung.” Dia mendekati kami lalu berkata, “Wahai Abdul Wahid, aku sudah tidak sabar lagi, aku sangat rindu pada bidadari bermata indah.” Aku bertanya, “Wahai saudaraku, siapa yang kamu maksud dengan bidadari bermata indah itu.”

Laki-laki itu menjawab, “Ketika itu aku sedang tidur, tiba-tiba aku bermimpi ada seseorang datang menemuiku, dia berkata, ‘Pergilah kamu menemui bidadari bermata indah.’ Seorang dalam mimpiku itu mendorongku untuk menuju sebuah taman di pinggir sebuah sungai yang berair jernih. Di taman itu ada beberapa pelayan cantik memakai perhiasan sangat indah,  sampai-sampai aku tidak mampu mengungkapkan keindahannya.

Ketika para pelayan cantik itu melihatku, mereka memberi kabar gembira sambil berkata, ‘Demi Allah, suami bidadari bermata indah itu telah tiba.’ Kemudian aku berkata, ‘Assalamu ‘alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata indah?’ Pelayan cantik itu menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pelayan dan pembantu bidadari bermata indah. Silahkan terus berjalan !’

Aku pun meneruskan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di sebuah sungai yang mengalir air susu, tidak berubah warna dan rasanya, berada di sebuah taman dengan berbagai perhiasan. Di dalamnya terdapat pelayan bidadari cantik dengan mengenakan berbagai perhiasan.

Begitu melihat mereka, aku terpesona. Ketika melihatku, mereka memberi kabar gembira dan berkata kepadaku, ‘Demi Allah telah datang suami bidadari bermata indah.’ Aku bertanya, ‘Assalamualaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata indah?’ Mereka menjawab, Wa'alaikassalam wahai waliyullah, kami ini sekedar budak dan pelayan bidadari bermata indah, silahkan terus berjalan.’

Aku pun meneruskan maju, ternyata aku berada di sebuah sungai khamr berada di pinggir lembah, di sana terdapat bidadari-bidadari sangat cantik yang membuat aku lupa dengan kecantikan bidadari-bidadari yang telah aku lewati sebelumnya. Aku berkata, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata indah?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pembantu dan pelayan bidadari bermata indah, silahkan maju ke depan.’

Aku berjalan maju, aku tiba di sebuah sungai yang mengalirkan madu asli di sebuah taman dengan bidadari-bidadari sangat cantik berkilauan wajahnya dan sangat jelita, membuat aku lupa dengan kecantikan para bidadari sebelumnya. Aku bertanya, ‘Assalamu'alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata indah?’ Mereka menjawab, ‘Wahai waliyurrahman, kami ini pembantu dan pelayan bidadari bermata indah, silahkan maju lagi.’

Aku berjalan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di sebuah tenda terbuat dari mutiara yang dilubangi, di depan tenda terdapat seorang bidadari cantik dengan memakai pakaian dan perhiasan yang aku sendiri tidak mampu mengungkapkan keindahannya. Begitu bidadari itu melihatku, dia memberi kabar gembira kepadaku dan memanggil dari arah tenda, ‘Wahai bidadari bermata indah, suamimu datang!’

Kemudian aku mendekati kemah tersebut lalu masuk. Aku mendapati bidadari itu duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas, bertahta intan dan berlian. Begitu melihatnya, aku terpesona, sementara itu dia menyambutku dengan berkata, ‘Selamat datang waliyurrahman, telah hampir tiba waktu kita bertemu.’ 

Aku pun maju untuk memeluknya, tiba-tiba ia berkata, ‘Sebentar, belum saatnya engkau memelukku, karena dalam tubuhmu masih ada ruh kehidupan. Tenanglah, engkau akan berbuka puasa bersamaku di kediamanku, insya Allah. ‘Seketika itu aku bangun dari tidurku. "wahai Abdul Wahid, kini aku  sudah tidak sabar lagi, ingin bertemu dengan bidadari bermata indah  itu.”

Abdul Wahid menuturkan, “Belum lagi pembicaraan kami (tentang mimpi) selesai, kami mendengar pasukan musuh telah menyerang, kami pun bergegas mengangkat senjata, begitu juga lelaki itu.

Setelah peperangan berakhir, kami menghitung jumlah para korban, kami menemukan 9 orang musuh tewas dibunuh oleh lelaki itu, dan ia adalah orang kesepuluh yang terbunuh. Ketika melintas di dekat jenazahnya,  aku melihat tubuhnya berlumuran darah, sementara bibirnya tersenyum yang mengantarkan pada akhir hidupnya.”

Sungguh benar firman Allah ta'ala:

وَحُورٌ عِينٌ كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari bermata indah, laksana mutiara yang tersimpan.” [QS. Al-Waqi’ah: 22–23]


Sumber: Tanbihul Ghafilin hal. 395 (99 Kisah Orang Shalih, Penerbit Darul Haq)

No comments:

Post a Comment