Barangkali ada sebagian orang yang menyangka
bahwa ungkapan
sebagian ulama ketika menyatakan bahwa Syaikh Rabi’ adalah Imam
Jarh wa Ta’dil di masa ini merupakan ungkapan yang berlebihan karena masih banyak
para Ulama yang lebih senior dan lebih berilmu dari Syaikh Rabi’ di masa ini. Pernyataan-pernyataan
semacam ini pada hakikatnya menggiring umat agar taklid pada Syaikh Rabi’ tanpa
mau membahas permasalahan yang diperselisihkan para ulama dan menutup pintu
ijtihad.
Benarkah demikian yang dimaukan para ulama !?
Sebelum membahas permasalahan tersebut, ada
baiknya kita mengetahui penjelasan para ulama salaf tentang kapankah seorang alim
dikatakan imam Jarh wa Ta’dil, apakah syarat-syaratnya, apakah setiap
ulama dikatakan sebagai imam Jarh wa Ta’dil ?
“لا يكون إماما في العلم من أخذ بالشاذ من العلم, و لا يكون إماما في العلم من
روى عن كل أحد, و لا يكون إماما في العلم من روى كل ما سمع”
“Tidak akan menjadi imam dalam suatu cabang ilmu seorang
yang mengambil pendapat yang syadz (aneh), tidak akan menjadi imam dalam
suatu cabang ilmu seorang yang meriwayatkan dari setiap individu, dan tidak
akan menjadi imam dalam suatu cabang ilmu seorang yang meriwayatkan dari setiap
apa yang ia dengar.” [Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi hal. 1539]
Syaikh Muhammad Al-Imam hafidzahullah
berkata : “Atsar ini shahih”
Di kesempatan lain Al-Imam Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata :
“لا يجوز أن يكون الرجل إماما حتى يعلم ما يصح مما
لا يصح, وحتى لا يحتج بكل شيء, وحتى يعلم بمخارج العلم”
“Tidak akan menjadi seorang imam sampai ia mengetahui
apa yang shahih dari apa yang tidak shahih, hingga ia tidak berhujjah dengan
segala sesuatu (yang ia dengar), hingga ia mengetahui makharijul ilmi (sumber
ilmu yang ia ambil, wallahua’lam).”
[Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/9, Al-Baihaqi
dalam Al-Madkhal : 188] Syaikh Al-Imam berkata : “Sanadnya shahih”
Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah
berkata :
“لا بد في هذا العلم من طول الممارسة و كثرة
المذكرة, فإذا عدم المذاكر به فليكثر طالبه المطالعة في كلام الأئمة العارفين
كيحيى القطان ومن تلقى عنه كأحمد وابن المديني, فمن رزق مطالعة ذالك وفهمه وفقهت
نفسه فيه و صارت له فيه قوة نفس و ملكة, صلح له أن يتكلم فيه”
“Wajib bagi (seorang yang ingin mendalami ilmu Jarh
wa Ta’dil) untuk banyak melatih dirinya dan ber-mudzakarah, jika ia
sedikit dalam mudzakarah hendaknya ia banyak menelaah ucapan para imam
yang tahu seluk-beluk ilmu ini seperti Yahya bin Al-Qathan dan orang-orang yang
ber-talaqqi (mengambil ilmu) darinya seperti Ahmad bin Hambal dan Ibnul
Madini. Barangsiapa yang diberi kemudahan untuk menelaahnya, memahaminya dan
menkonsentrasikan dirinya dalam ilmu ini hingga ia memiliki kekuatan dan
keahlian padanya boleh baginya untuk berbicara dalam ilmu ini (Jarh wa
Ta’dil).” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi 2/664]
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata :
“فحق على المحدث أن يتورع فيما يؤديه و أن يسأل أهل المعرفة والورع ليعينوه على إيضاح مروياته...وكثرة
المذاكرة والسهر والتيقظ والفهم مع التقوى والدين المتين والإنصاف والترد إلى
مجالس العلماء والتحري والإتقان وإلا تفعل :
فدع عنك الكتابة لست منها ولو سودت وجهك بالمداد
قال الله تعالى : )فاسئلوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون( ...وإن غلب عليك الهوى
والعصبية للرأي ولمذهب فبالله لا تتعب”
“Wajib bagi seorang muhaddits untuk wara’
dalam perkataannya dan bertanya kepada ulama yang memilki pengetahuan lagi wara’
agar ia dapat membantunya dalam menjelaskan riwayat-riwayat yang ia
dengar...banyak mudzakarah, begadang dan terjaga di malam hari, memahami
permasalahan dengan takwa, dalam pengetahuannya tentang agama, memiliki sifat inshaf
(adil), sering berkunjung di majelis para ulama, menelaah dan menguasai
dengan baik. Jika tidak demikian, (ada ungkapan syair)
“Tinggalkanlah catatanmu dari orang yang bukan
termasuk darinya
Meskipun ia membeberkan kesalahan-kesalahan di wajahmu”
Allah ta’ala berfirman :
“Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak tahu” (An-Nahl :43)...jika hawa
nafsu, ‘ashabiyyah terhadap suatu pendapat dan madzhab masih
mengalahkanmu, Demi Allah janganlah engkau membuat letih dirimu...” [Tadzkiratul
Huffadz 1/4]
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah juga
berkata :
و نحن لا ندعي العصمة في أئمة الجرح والتعديل لكن هم أكثر
الناس صوابا وأندرهم خطأ و أشدهم إنصافا وأبعدهم عن التحامل وإذا اتفقوا على تعديل
أو جرح فتمسك به, واعضض عليه بناجذيك ولا تتجاوزه فتندم ومن شد منهم فلا عبرة
به...فوالله لولا الحفاظ الأكابير لخطبت الزنادقه على المنابر, وإن خطب خاطب من
أهل البدع فإنما هو بسيف الإسلام وبلسان الشريعة وبجاه السنة وبإظهار متابعة ما
جاء به الرسول, فنعوذ بالله من الخذلان
”Kami
tidak menyatakan bahwa para imam Jarh wa Ta’dil adalah ma’shum (tidak
mungkin keliru), akan
tetapi mereka adalah manusia yang paling banyak kebenarannya, paling sedikit
kesalahannya, paling inshaf, paling jauh dari tuduhan tanpa bukti,
jika mereka telah bersepakat untuk men-jarh atau men-ta’dil seseorang
maka berpeganglah engkau dengannya, gigitlah pendapat tersebut dengan gigi
gerahammu, janganlah engkau melampaui batas niscaya engkau akan menyesal,
barangsiapa yang syadz (bersendirian) diantara mereka maka tidak ada ‘ibrah
padanya. Demi Allah kalau bukan karena mereka, tentu orang-orang zindiq (ahli
bid’ah) akan berkhutbah di mimbar-mimbar lalu
ia (ahli bid’ah) akan mengatasnamakan dirinya sebagai Pedang Islam, Lisan
Syariat dan dengan kedudukan Sunnah lalu ia seolah-olah menampakkan dirinya
sebagai orang yang mengikuti Rasul, Kita berlindung kepada Allah dari
(menelantarkan umat ke dalam jurang kesesatan)” [As-Siyar 11/82]
Beliau rahimahullah juga mengatakan :
و الكلام فى الرواة يحتاج
إلى ورع تام وبراءة من الهوى والميل وخبرة كاملة بالحديث وعلله و رجاله
“Membahas tentang rawi-rawi hadits membutuhkan
kesempurnaan sifat wara’, terlepas
dari belenggu hawa nafsu, tidak memilki kecondongan dan memiliki keahlian yang sempurna di dalam
hadits, ‘ilat-‘ilat dan rijal-nya.” [Al-Muuqidzah hal 320]
Syaikh Muhammad Al-Imam hafidzahullah
berkata :
“Terkadang ada seorang yang menyangka bahwa para
imam Jarh wa Ta’dil adalah manusia yang tidak takut terhadap azab Allah
(karena seringnya mereka berbuat ghibah dan membuka aib sesama muslim
menurut anggapan sebagian orang, wallahua’lam), bahkan mereka adalah
hamba-hamba Allah yang paling memiliki sifat khasyah (takut) dan muraqabah
(merasa diawasi Allah). Bagaimana tidak, mereka sangat khawatir datangnya azab
Allah jika kelak ditanyakan pada mereka : Kenapa kalian tidak membela agama
Allah ? bersamaan dengan hal itu mereka pun sangat takut kepada Allah jika
sampai mendzalimi seseorang maupun bersikap melampaui batas terhadapnya.” [Al-Ibanah hal.236]
Syaikh Muhammad Al-Imam hafidzahullah
berkata :
“Bagi siapa yang ingin menjadi imam Jarh wa
Ta’dil hendaknya ia menimbang-nimbang persyaratan dan wasiat-wasiat (salaf)
yang harus dipenuhi dalam hal ini, jika
tidak demikian maka ia tidak akan sampai pada derajat imamah hanya
dengan bermodal pengakuan semata meskipun ia men-jarh dan membeberkan
kesalahan-kesalahan (sebagian orang) di hadapan para ulama Jarh wa Ta’dil pada
hari ini dan esok hari.
Kaidah dari Imam Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah
yang akan saya bawakan ini penting untuk diketahui,
خصلتان لا يستقيم فيهما حسن
الظن : الحكم و الحديث
“Ada 2 permasalahan yang tidak
diterapkan padanya sikap husnudzan (berbaik sangka) yaitu
dalam masalah hukum dan hadits.” [Dikeluarkan oleh Al-‘Uqaili dalam Muqaddimah
Ad-Dhu’afa 1/90 dan Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah no. 730]
Syaikh Muhammad Al-Imam
berkata : “Isnadnya shahih”
Permasalahan selanjutnya adalah benarkah ungkapan
bahwa Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullah adalah imam Jarh
wa Ta’dil di masa ini?
Kita simak persaksian beberapa Imam Ahlus-Sunah
di zaman kita,
1) Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata
dalam kaset yang berjudul Al-Muwazanat Bid’atul ‘Ashr:
"
وباختصار أقول: إن حامل راية الجرح والتعديل اليوم في العصر الحاضر وبحق هو أخونا الدكتور ربيع، والذين يردون عليه لا يردون عليه بعلم أبداً، والعلم معه ".
“Secara ringkas aku mengatakan bahwa sesungguhnya
pembawa bendera Jarh wa Ta’dil pada hari ini, di masa ini secara hakiki
adalah saudara kami Rabi’. Orang-orang yang membantahnya, tidak
membantahnya dengan ilmu sama sekali sedangkan ilmu bersamanya (Syaikh Rabi’)”
2) Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
berkata tentang Syaikh Rabi’ :
" الرجل إمام في السنة"
“Beliau adalah seorang imam
dalam sunnah”
3) Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin rahimahullah juga merekomendasi Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin
Hadi Al-Madkhali hafidzahullah tatkala ada yang bertanya kepada beliau
tentang kitab-kitab Syaikh Rabi’. Maka beliau menjawab :
“Zhahirnya, pertanyaan ini tidaklah dibutuhkan sebagaimana
Imam Ahmad ditanya tentang Ishaq bin Rahuyah –semoga Allah merahmati mereka
semuanya- lalu beliau menjawab : “Semisal aku ditanya tentang Ishaq! Bahkan
semestinya Ishaq yang ditanya tentang aku.”
4) Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah
berkata :
مِنْ أبصر الناس بالجماعات وبدخن الجماعات في هذاالعصر الأخ الشيخ ربيع بن هادي -حفظه الله-،مَن قال له ربيع بن هادي إنه حزبي فسينكشف لكم بعد أيام إنه حزبي، ستذكرون ذلك فقط الشخص يكون في بدء أمره متستراً
“Diantara
ulama yang paling mengerti tentang kelompok-kelompok sesat dan
kesalahan-kesalahannya pada masa ini adalah Al-Akh Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafidzahullah,
barangsiapa yang dikatakan Rabi’ bin Hadi hizbi maka akan terbongkarlah
keadaannya di hadapan kalian dengan berjalannya waktu bahwa ia adalah hizbi,
akan nampak bagi kalian meskipun ia di awal permulaannya belum nampak (hizbiyyahnya).”
Ucapan Syaikh Muqbil di atas senada
dengan apa yang diungkapkan oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullah tatkala
menukil ucapan sebagian orang ketika menjelaskan keadaan seorang ahli bid’ah
bernama Abu Hamid :
"إذا رأيته فى البداية قلت صديقا و إذا رأيته
فى النهاية قلت زنديقا"
“Tatkala engkau melihatnya di awal
permulaan, engkau akan mengatakan ia adalah shiddiiq (seorang yang
benar), namun tatkala engkau melihatnya di akhir keadaannya engkau akan
mengatakan ia adalah zindiiq (seorang ahli bid’ah).” [As-Siyar
333/19]
5) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Banna rahimahullah
berkata :
:" إمام الجرح والتعديل الصادق الأمين أخونا ربيع هادي والله إمام الجرح والتعديل في القرن الرابع عشر الله يبعث على كل رأس مائة عام من يجدد لهذه الأمة أمر دينها…ونتحدى أنه تكلم عن أي واحد بدون الدليل من كلامه ومن أشرطته ومن كتبه".
“Imam Jarh wa Ta’dil yang jujur lagi
amanah, saudara kami Rabi’ Hadi, demi Allah beliau adalah imam Jarh wa Ta’dil
abad ke 14 , Allah mengutus tiap seratus tahun seorang yang memperbaharui
ajaran agama mereka...kami menantang (untuk mendatangkan bukti) bahwa Syaikh
Rabi’ berbicara tentang seseorang tanpa bukti dari ucapannya, kaset-kaset
maupun kitab-kitabnya.”
6) Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah berkata
:
ولو قال أحد إنه لا يوجد أحد في زمننا هذا نابذ أهل البدع
وحاربهم وناقش أخطاءهم مثل ما فعل الشيخ ربيع – وفقه
الله – لكان صادقا
“Seandainya ada seorang yang berkata
bahwa tidak ada seorang pun di zaman kita yang telah membantah, menyerang
dan mendebat kesalahan-kesalahan ahli bid’ah semisal dengan apa yang dilakukan
Syaikh Rabi’ –semoga Allah memberi taufiq padanya-tentu perkataannya benar.”
7) Syaikh
Ubaid Al-Jabiri hafidzahullah berkata :
الشيخ ربيع صاحب راية قوية رافعة لواء السنة، وبشهادة أئمة زكوه وأثنوا عليه، فلا ينبغي لمثلي أن يسأل عنه حفظه الله
“Syaikh Rabi’ adalah pembawa bendera
Sunnah, dengan persaksian para imam, mereka memberikan tazkiyah dan memuji
beliau. Tidak semestinya orang sepertiku ditanya tentang beliau hafidzahullah.”
Bagi siapa yang ingin menelaah lebih
luas tentang pujian para ulama kepada Syaikh Rabi’ silahkan merujuk pada
risalah Syaikh Khalid Adz-Dzafiri hafidzahullah yang berjudul Ats-Tsana’ul
Badii’…
Setelah membaca ucapan para ulama di
atas, ada nasehat yang sangat berharga dari Syaikh Zaid bin Muhammad hafidzahullah
bagi para penuntut ilmu dalam menghadapi fitnah dan perselisihan agar kita
lebih selamat dan terhindar darinya.
Inilah nasehat Syaikh Zaid hafidzahullah
:
الردود التي قام بها الشيخ ربيع هي جهاد في إعلاء كلمة الحق وهي نصح للمسلمين وبالأخص طلاب العلم المبتدئين ومن في حكمهم ممن ليس له عناية في التوسع في فن العقائد والمناهج والردود لئلا يقعوا في المحظورات والمحاذير
“Bantahan-bantahan
yang ditulis oleh Syaikh Rabi’ merupakan jihad menegakkan kalimat al-haq
dan nasehat bagi kaum muslimin terkhusus para penuntut ilmu yang mubtadi’in
dan orang semisal mereka yang tidak memiliki perhatian khusus dalam
mendalami permasalahan aqidah, manhaj dan bantahan-bantahan (para ulama) agar
mereka tidak terjatuh pada (kesalahan dan kesesatan) yang harus diwaspadai dan
diperingatkan.”
Semoga
saya pribadi dan ikhwah sekalian Allah beri kemudahan dan kelapangan hati dalam
mengamalkan nasehat para ulama dalam masalah ini. Wabillahit taufiq
Mudah-mudahan
apa yang saya tulis ini bermanfaat,
Sumber : - Kitab
“Al-Ibanah ‘an Kaifiyyah At-Ta’amul ma’al Khilaf baina Ahlis Sunnah
wal-Jama’ah”
-
Risalah “Radd
Ubaid Al-Jabiri ‘ala Qawa’id Al-Halabi Al-Jadidah”
[Abul-Harits
– 28 Shafar 1433 – Banyumas]
No comments:
Post a Comment