Tanya:
Terimakasih
ustadz atas jawabannya. Tetapi, apabila sang laki-laki telah sholat terlebih
dahulu dan dia tidak tahu ada orang lain lagi kemudian datang seorang atau
lebih wanita yg bermasbuk kpd laki-laki tersebut dengan ucapan spt sy sebutkan
di atas, bagaimana seharusnya sikap si lelaki ini? apakah ia kemudian jadi imam
dengan mengeraskan suara takbir, ataukah tetap shalat sendiri. dalam hal ini
apakah dia tetap berdosa? karena kejadian spt ini sering terjadi di
perkantoran2 yg tercampur antara laki-laki dan perempuan.
Jawab:
Shalat berjamaah
seorang laki-laki bersama wanita tidak lepas dari beberapa keadaan berikut:
Pertama, seorang laki-laki shalat berjama’ah berdua bersama wanita mahramnya seperti istri, adik, ibu dan lainnya. Hukumnya boleh tanpa ada perselisihan ulama.
An-Nawawi
rahimahullah berkata:
إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم
له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة
“Jika
seorang laki-laki mengimami shalat istrinya atau wanita yang menjadi mahramnya
dan berduaan dengannya, maka hukumnya boleh, tidak makruh. Sebab ia diperbolehkan
khalwat (berduaan) dengannya di luar shalat” [Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab,
4/277]
Kedua, seorang laki-laki
shalat berjam’ah berdua bersama wanita yang bukan mahram seperti shalat bersama
rekan kerja sekantor. Hukumnya tidak boleh, karena hal itu termasuk bentuk
khalwat (berduaan) yang diharamkan oleh syariat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali ia
ditemani mahramnya.” [HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341]
Abu Ishaq Asy-Syirazi Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية ; لما روي أن
النبي قال : لا يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان
"Dibenci
(haram) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita yang bukan mahram,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda, ”Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang
wanita, karena yang ketiga adalah setan.” [Al-Muhadzab, 1/183]
An-Nawawi rahimahullah berkata:
وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها
للأحاديث الصحيحة
"Jika
seorang laki-laki mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan dengannya,
hukumnya haram bagi si laki-laki, begitu pula haram bagi si wanita, berdasarkan
hadits-hadits yang shahih…" [Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 4/277]
Ketiga, seorang laki-laki
shalat berjama’ah bersama dua wanita atau lebih yang bukan mahramnya. Hukumnya
diperbolehkan insya Allah, karena tidak termasuk larangan khalwat dalam hadits.
An-Nawawi
rahimahullah berkata:
وإن أمَّ بأجنبيات وخلا بهن :
فقطع الجمهور بالجواز
“Jika
seorang laki-laki mengimami wanita-wanita yang bukan mahramnya dan berkhalwat
(berduaan) dengan mereka, jumhur (kebanyakan) ulama membolehkannya” [Al-Majmuu’,
4/277]
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
وذلك لأنَّه إذا كان مع المرأة
مثلُها انتفت الخَلوة ، فإذا كان الإِنسانُ أميناً فلا حَرَجَ أن يؤمَّهُمَا ،
وهذا يقع أحياناً في بعضِ المساجدِ التي تكون فيها الجماعةُ قليلةٌ
“Hal yang
demikian itu diperbolehkan karena apabila ada wanita lain yang bersama wanita
itu, maka tidak terjadi khalwat (berduaan). Apabila laki-laki itu adalah
seorang yang amanah, tidak apa-apa mengimami shalat kedua wanita tersebut. Ini
sering terjadi di sebagian masjid yang jama’ah shalatnya sedikit…”
والصحيح : أن ذلك لا يُكره ،
وأنَّه إذا أمَّ امرأتين فأكثر : فالخَلوةُ قد زالت ولا يُكره ذلك ، إلا إذا خَافَ
الفِتنةَ ، فإنْ خَافَ الفِتنةَ فإنَّه حرامٌ ؛ لأنَّ ما كان ذريعةً للحرامِ فهو
حرامٌ
“Pendapat
yang benar, hal itu tidak makruh. Apabila seorang laki-laki mengimami shalat
dua orang wanita atau lebih, maka tidak terjadi khalwat, sehingga hukumnya
tidak makruh. Kecuali apabila dikhawatirkan terjadi fitnah, maka hukumnya
haram. Sebab segala sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram, hukumnya juga
haram” [Asy-Syarhul Mumti’, 4/250-252]
Larangan
pada point kedua berlaku jika ada seorang laki-laki dan seorang wanita yang
bukan mahramnya hendak memulai shalat berjama’ah
berdua.
Adapun jika
ada seorang laki-laki yang telah shalat, kemudian datang seorang wanita yang
bukan mahramnya shalat di belakang laki-laki tersebut, maka hendaklah ia
meneruskan shalatnya berjama’ah dengan wanita tersebut. Setelah ia
menyelesaikan shalatnya dan salam, bersegeralah keluar dari mushalla kantor
untuk menghindari khalwat.
Pilihan
lain, apabila dikhawatirkan terjadi fitnah diantara keduanya, ia boleh
membatalkan shalatnya, kemudian menunggu orang lain datang, setelah itu silahkan
ia mengulangi shalatnya.
Shalat
berjama’ah di masjid atau mushalla yang tidak bersekat (tidak berhijab) antara
laki-laki dan wanita tidak apa-apa insya Allah, karena demikianlah kondisi
masjid pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah hikmah kenapa
sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan seburuk-buruk shaf
wanita adalah yang paling depan. Sebab shaf wanita yang terdepan bisa melihat
kaum laki-laki secara langsung tanpa ada hijab yang menghalangi pandangan.
Allahua’lam,
washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa’ala alihi washahbihi
Ditulis oleh
Abul-Harits, 16 Jumadal Ulaa 1437 H
No comments:
Post a Comment