“Allahu
Akbar... Kunjungan Asy-Syaikh Rabi’ ke kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi di
rumah beliau tadi malam…
Berkat
keutamaan dan karunia Allah kepada kita, telah terjadi pertemuan yang diberkahi
di kota Madinah Nabawiyyah bersama syaikh kami Al-Walid Al-Allamah Al-Imam
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali di kediaman syaikh kami Al-Walid Al-Murabbi
Al-Allamah Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi[1].
Sejumlah
ulama dan masyayikh Madinah Nabawiyyah
hadir dalam pertemuan tersebut. Diantara ulama yang terdepan adalah syaikh kami
Al-Allamah Ali bin Nashir Faqihi[2], serta
dihadiri pula oleh ashabul fadhilah:
1) Asy-Syaikh
Dziyab As-Suhaimi
2)
Asy-Syaikh Abdul Aziz As-Sha’idiy
3)
Asy-Syaikh Abdurrahman Muhyiddin[3]
4)
Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy[4]
5)
Asy-Syaikh Azzam Asy-Syuwai’ir
6)
Asy-Syaikh Abdussalam As-Suhaimi[5]
7)
Asy-Syaikh Muhammad Al-Aqil[6]
8)
Asy-Syaikh Shalih As-Sindi[7]
9)
Asy-Syaikh Muhammad Al-Hujailiy[8]
10)
Asy-Syaikh Mus’id Al-Husainiy[9]
11)
Asy-Syaikh Jazi Al-Juhani
12)
Asy-Syaikh Su’ud Ad-Da’jan[10]
13)
Asy-Syaikh Sulaiman As-Suhaimi
14)
Asy-Syaikh Muqbil Ar-Rifa’i
15)
Asy-Syaikh Abdul Aziz Al-Ahmadiy
16)
Asy-Syaikh Salim Al-Khamiriy
17)
Asy-Syaikh Muhammad bin Rabi’[11]
Dan selain
mereka diantara para ikhwah fudhala’, masyayikh, para penuntut ilmu dan
orang-orang yang memiliki keutamaan. Sungguh Asy-Syaikh Rabi’ sangat bergembira
dengan pertemuan tersebut. Syaikh kami Asy-Syaikh Rabi’ menyampaikan sepatah kata untuk para masyayikh yang hadir.
Dalam
forum tersebut, Asy-Syaikh Rabi menyampaikan wasiat kepada masyayikh agar
bertakwa kepada Allah ‘azza wajalla, berpegang teguh dengan As-Sunnah dan
memperingatkan dari bahaya bid’ah. Dalam pertemuan tersebut, beliau berulang
kali memperingatkan masyayikh dari perselisihan dan perpecahan. Beliau
hafizhahullah juga memberikan wasiat untuk bersatu dan melembutkan hati. Beliau
hafizhahullah memperbanyak doa agar hati-hati ahlus-sunnah dipersatukan di atas
kebenaran.
Setelah itu,
syaikh kami Al-Murabbi Al-Jalil Al-Allamah Shalih As-Suhami menyampaikan
nasehat tentang takwa dan menjelaskan perkataan Thalq bin Hubaib. Beliau
menekankan apa yang disampaikan Asy-Syaikh Rabi’ tentang peringatan dari perselisihan. Beliau memberikan pujian terhadap tulisan Asy-Syaikh Rabi’
hafizhahullah dalam masalah tersebut[12].
Sungguh
pertemuan itu merupakan majelis yang indah dan diberkahi. Semoga Allah
senantiasa menjaga para ulama kita, memberikan barakah pada ilmu mereka, serta
menjadikan mereka memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Segala puji
bagi Allah, berkat nikmat-Nya sempurnalah amal-amal shalih.
Ditulis oleh
Faishal bin Sa’id bin Husaiki Al-Ghamidi pada hari Senin, 28/4/1436H
Berikut teks
arabnya:
الله أكبر…زيارة الشيخ
ربيع لمنزل الشيخ صالح السحيمي في منزله البارحة ..
تم بحمد الله ومنته وفضله فقد من الله علينا في المدينة النبوية بلقاء مبارك مع شيخنا
●الوالد العلامة الإمام ربيع بن هادي المدخلي
في منزل شيخنا الوالد المربي
●العلامة صالح بن سعد السحيمي ، وحضر اللقاء عدد من علماء ومشايخ المدينة النبوية يتقدمهم شيخنا
●العلامة علي بن ناصر فقيهي
وكل من أصحاب الفضيلة المشايخ :
1- الشيخ ذياب السحيمي
2- الشيخ عبدالعزيز الصاعدي
3- الشيخ عبدالرحمن محيي الدين
4- الشيخ سليمان الرحيلي
5- الشيخ عزام الشويعر
6- الشيخ عبدالسلام السحيمي
7- الشيخ محمد العقيل
8- الشيخ صالح سندي
9- الشيخ محمد الحجيلي
10- الشيخ مسعد الحسيني
11- الشيخ جازي الجهني
12- الشيخ سعود الدعجان
13- الشيخ سليمان السحيمي
14-الشيخ مقبل الرفاعي
15- الشيخ عبدالعزيز الأحمدي
16 - الشيخ سالم الخامري
17- الشيخ محمد بن ربيع
وغيرهم من الإخوة الفضلاء المشايخ وطلاب العلم وأهل الفضل ،
تم بحمد الله ومنته وفضله فقد من الله علينا في المدينة النبوية بلقاء مبارك مع شيخنا
●الوالد العلامة الإمام ربيع بن هادي المدخلي
في منزل شيخنا الوالد المربي
●العلامة صالح بن سعد السحيمي ، وحضر اللقاء عدد من علماء ومشايخ المدينة النبوية يتقدمهم شيخنا
●العلامة علي بن ناصر فقيهي
وكل من أصحاب الفضيلة المشايخ :
1- الشيخ ذياب السحيمي
2- الشيخ عبدالعزيز الصاعدي
3- الشيخ عبدالرحمن محيي الدين
4- الشيخ سليمان الرحيلي
5- الشيخ عزام الشويعر
6- الشيخ عبدالسلام السحيمي
7- الشيخ محمد العقيل
8- الشيخ صالح سندي
9- الشيخ محمد الحجيلي
10- الشيخ مسعد الحسيني
11- الشيخ جازي الجهني
12- الشيخ سعود الدعجان
13- الشيخ سليمان السحيمي
14-الشيخ مقبل الرفاعي
15- الشيخ عبدالعزيز الأحمدي
16 - الشيخ سالم الخامري
17- الشيخ محمد بن ربيع
وغيرهم من الإخوة الفضلاء المشايخ وطلاب العلم وأهل الفضل ،
وقد كان الشيخ ربيع فرحا ومسرورا بهذا اللقاء جدا ، وألقى شيخنا الربيع كلمة للمشايخ أوصهم فيها بتقوى الله عزوجل والتمسك بالسنة والحذر من البدعة وحذر مراراً في الجلسة من الإختلاف والفرقه وأوصى حفظه الله بالإجتماع ، وإتلاف القلوب
وقد أكثر حفظه الله من الدعاء بجمع قلوب أهل السنة على الحق ...
ثم عقب شيخنا المربي الجليل العلامة
صالح السحيمي ببيان أمر التقوى وذكر قول طلق بن حبيب فيها ، ثم أكد على ماأوصى به الشيخ من الحذر من الإختلاف وأثنى على رسالة الشيخ ربيع حفظه الله في ذلك .
وقد كان مجلسا عامرا ومباركا
حفظ الله لنا علمائنا وبارك في علمهم ونفع بهم الإسلام والمسلمين
والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات .
كتبه:
فيصل بن سعيد بن حسيكي الغامدي
الإثنين الموافق 28/4/1436
Sumber: di sini
Diantara faidah
dan hikmah yang dapat kita petik dari pertemuan para ulama tersebut:
Pertama, para ulama senantiasa
menyampaikan nasehat satu sama lain, baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan. Hal itu tidak serta-merta
berkonsekuensi tabdi’ (vonis mubtadi’), hajr (boikot) maupun tahdzir, selama
mereka tetap berpegang dengan aqidah dan manhaj salaf.
Kedua, para ulama ahlus-sunnah
seluruhnya adalah bersaudara, meskipun diantara mereka terdapat perbedaan
ijtihad dan perselisihan pandangan dalam suatu permasalahan agama[13]. Kita
lihat dalam pertemuan tersebut, para ulama kita duduk bersama, saling
menghormati, serta saling memberikan nasehat dan wasiat.
Ketiga, mengenal lebih dekat
para ulama Madinah yang mungkin jarang disebut-sebut namanya. Jika Anda masih
bertanya-tanya, apakah nama-nama ulama dan penuntut ilmu yang disebutkan di
atas adalah ahlus-sunnah?
Cukuplah beberapa
hadits Nabi dan perkataan ulama salaf berikut sebagai pelajaran bagi kita:
[1] Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه)
الْمُؤْمِنِ
“Seorang
mukmin adalah cermin saudaranya yang mukmin” [HR. Al-Bukhari no. 239 dalam
Al-Adab Al-Mufrad dan Abu Daud no. 4918, serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah no. 926]
Pertemuan
para ulama Madinah di kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi adalah cerminan
persaudaraan di antara mereka. Sebagian ulama yang hadir merupakan cermin dari
ulama yang lain.
[2]
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ
فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu
bagaikan pasukan yang berkumpul. Jika mereka saling mengenal, mereka akan
bersatu, jika mereka tidak saling mengenal, mereka akan berselisih.” [HR.
Al-Bukhari no. 3336 dan Muslim no. 6708]
Kita bisa
melihat saat para ulama duduk bersama, saling memberikan nasehat dan wasiat,
betapa mereka memiliki hubungan yang sangat dekat. Mereka bagaikan ruh-ruh yang
saling mengenal dan berkumpul, sebagaimana dinyatakan oleh nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dalam hadits di atas.
[3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang
bergantung pada agama temannya, maka salah seorang kalian hendaklah
memperhatikan dengan siapa ia berteman” [HR. Abu Daud no. 4833 dan At-Tirmidzi
no. 2378, serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927]
Telah
diketahui dari Asy-Syaikh Rabi’ hafizahullah yaitu sikap keras (syiddah) beliau
terhadap tokoh-tokoh yang menyimpang. Beliau dikenal enggan duduk bersama
ahlul-bid’ah dan hizbiyyin. Beberapa kali Asy-Syaikh Rabi’ menolak bertemu
dengan tokoh-tokoh kesesatan yang sekedar hendak bertamu ke rumah beliau.
Namun
lihatlah para pembaca sekalian, di saat usia beliau yang telah senja,
Asy-Syaikh Rabi’ bersusah payah datang menghadiri pertemuan para ulama Madinah
di kediaman Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahumullah. Tentu hal itu
merupakan tanda kebaikan dan kabar gembira bagi ahlus-sunnah.
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nilailah seorang itu dengan siapa ia berteman,
karena seorang muslim akan mengikuti muslim yang lain dan seorang pendosa akan
mengikuti pendosa yang lain.” [Al-Ibanah, 2/477 dan Syarhus Sunnah, 13/70]
Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tanda keilmuan seseorang
dilihat dari jalan yang ditempuhnya, tempat berkunjung dan majelisnya.”
[Al-Ibanah, 2/464]
Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata saat hendak menilai seseorang:
“Perhatikan di mana ia singgah dan kepada siapa ia berkunjung.” [Al-Ibanah, 2/479]
Al-A’masy rahimahullah berkata: “Dahulu As-Salaf Ash-Shalih tidak
bertanya tentang keadaan seseorang setelah diketahui tiga hal yaitu jalan yang
ditempuhnya, tempat berkunjung dan teman-temannya” [Al-Ibanah, 2/476]
Al-Auza’iy rahimahullah berkata: “Siapa yang menyembunyikan bid’ahnya
dari kita, ia tidak akan dapat menyembunyikan persahabatannya.” [Al-Ibanah, 2/476]
Keempat, Asy-Syaikh Rabi’,
Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi dan Asy-Syaikh Ali bin Nashir Faqihi memiliki
kedudukan yang mulia di sisi para ulama dan penuntut ilmu di Madinah. Berbeda
dengan sikap sebagian orang yang justru membuat gambaran-gambaran dusta demi
merendahkan dan melecehkan ulama. Sebagian orang menggambarkan seolah-olah
Asy-Syaikh Rabi’ tidak memiliki kemuliaan. Beliau digambarkan berperangai kaku
dan keras, berpemahaman Murji’ah dan menyimpang dari aqidah ahlus-sunnah.
Demikian
pula Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, beliau digambarkan bermanhaj lembek dan
membela tokoh-tokoh yang menyimpang, wal’iyadzubillah. Tidakkah engkau melihat
penghormatan para ulama Madinah kepada kedua syaikh tersebut?
Dengan
tersebarnya berbagai kedustaan mengatasnamakan ulama, maka kita tidak menerima
pengakuan setiap orang, kecuali jika ia membawakan bukti yang nyata. Karena
bisa jadi si penukil adalah orang yang berpenyakit hati atau ia memiliki
kepentingan tertentu atau ia gemar berdusta. Salah satu dari ketiga kemungkinan
itu sangat buruk. Kita tidak
mempertaruhkan kehormatan para ulama kita dengan nukilan-nukilan yang belum
jelas kebenarannya.
Kelima, anjuran kepada sesama ahlus-sunnah
untuk berlemah lembut, serta peringatan dari buruknya perselisihan dan
perpecahan. Tidakkah engkau melihat para ulama kibar di Madinah seluruhnya
bersaudara. Namun sebagian orang yang hatinya berpenyakit tidak ridha dengan
hal tersebut. Ia berusaha mengadu-domba antara masyayikh kibar. Ia menyandarkan
ucapan kepada ulama apa yang tidak dikatakannya, untuk menimpakan fitnah kepada
ulama lain, yang kebetulan ijtihad ulama tersebut tidak sesuai dengan
kepentingannya. Demikianlah kesibukannya berputar-putar mencari fatwa ulama
dengan tujuan mengadu domba antara masyayikh ahlus-sunnah, wal’iyadzubillah.
Tidakkah
engkau membaca firman Allah ta’ala:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا
بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِينا
“Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminah tanpa
kesalahan yang mereka lakukan, sungguh mereka sedang memikul kedustaan dan dosa
yang nyata” [QS. Al-Ahzab: 58]
Engkau menganggap remeh perbuatan tersebut, namun tahukah engkau bahwa
perbuatan itu sangat besar dosanya di sisi Allah?
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
وقوله: { وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا } أي: ينسبون إليهم ما
هم بُرَآء منه لم يعملوه ولم يفعلوه
“Firman Allah ‘Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminah
tanpa kesalahan yang mereka lakukan’ maknanya disandarkan kepada
orang-orang yang beriman sesuatu yang mereka berlepas diri darinya, sesuatu
yang tidak mereka lakukan, tidak pula mereka kerjakan”
{ فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا
وَإِثْمًا مُبِينًا } وهذا هو البهت البين أن يحكى أو ينقل عن المؤمنين والمؤمنات
ما لم يفعلوه، على سبيل العيب والتنقص لهم
“Firman-Nya ‘sungguh mereka sedang memikul kedustaan dan dosa yang nyata’,
ini adalah kedustaan yang nyata ketika ia menghikayatkan atau menukil dari kaum
mukminin dan mukminah sesuatu yang tidak mereka lakukan dengan tujuan untuk
menimpakan aib dan perendahan terhadap mereka” [Tafsir Ibnu Katsir, 6/480]
Sungguh begitu besar dosa membuat fitnah dan menyakiti seorang mukmin tanpa
kesalahan yang ia lakukan. Bagaimana pendapatmu jika orang yang disakiti dan
difitnah adalah ulama kibar ahlus-sunnah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله تعالى لا يلقى لها بالاً يهوي بها في جهنم
“Sungguh
seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang mengandung kemurkaan Allah ta’ala,
ia tidak peduli dengannya hingga ia dilemparkan ke dalam neraka Jahannam
disebabkan kalimat yang ia ucapkan” [HR. Al-Bukhari no. 6478 dan Muslim no.
2988]
Allahua’lam, semoga kita bisa mengambil pelajaran…
Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 29 Rabi’ul Awwal 1437
[1] Beliau adalah Asy-Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi, diantara ulama
kibar di Madinah. Beliau adalah seorang yang buta. Beliau adalah teman sejawat
Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri saat keduanya bersama-sama menempuh studi di
Universitas Islam Madinah. Beliau adalah seorang Doktor dan pengajar tetap di
Masjid Nabawi.
[2] Asy-Syaikh Ali bin Nashir Faqihi adalah diantara ulama kibar di
Madinah. Beliau merupakan pengajar tetap di Masjid Nabawi. Berkat kemudahan
dari Allah, beliau telah menyelesaikan pembahasan kitab Syarhus Sunnah karya
Al-Barbahari rahimahullah di Masjid Nabawi.
[3] Asy-Syaikh Abdurrahman Muhyiddin adalah Mufti di Masjid Nabawi dan
merupakan guru dari Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh
Sulaiman Ar-Ruhailiy dan masyayikh lainnya.
[4] Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy adalah seorang professor dan Dosen
Pasca Sarjana Fakultas Syariah di Universitas Islam Madinah, sekaligus pengajar
tetap di Masjid Nabawi
[5] Asy-Syaikh Abdussalam As-Suhaimi adalah seorang professor dan dosen
mata kuliah Fiqh di Universitas Islam Madinah. Diantara karya tulis beliau yang
terkenal adalah kitab “Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah” (Jadilah Salafy Sejati)
[6] Beliau adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Aqil, seorang
professor dan Dosen Pasca Sarjana
Fakultas Dakwah & Ushuluddin, Universitas Islam Madinah
[7] Asy-Syaikh Shalih As-Sindiy adalah seorang professor dan staf
pengajar di Universitas Islam Madinah dan Masjid Nabawi. Saat ini, beliau
membuka pelajaran kitab A’lamus Sunnah Al-Manshurah karya Hafizh Al-Hakami di
Masjid Nabawi, ba’da Isya. Beliau duduk di kursi Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul
Muhsin Al-Abbad.
[8] Asy-Syaikh Muhammad Al-Hujailiy adalah seorang doktor dan dosen mata
kuliah Hadits di Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah
[9] Asy-Syaikh Mus’id Al-Husaini adalah seorang Doktor dan pengajar
tetap di Masjid Nabawi. Berkat kemudahan dari Allah, beliau telah menyelesaikan
pembahasan kitab Muqaddimah Fi Ushul Tafsir karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
di Masjid Nabawi. Saat ini beliau membuka pelajaran kitab Al-Qawa’id Al-Hisan
fi Tafsir Al-Qur’an karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
[10] Asy-Syaikh Su’ud Ad-Da’jan adalah seorang Doktor dan staf pengajar
di Fakultas Dakwah & Ushuluddin, Universitas Islam Madinah
[11] Asy-Syaikh Muhammad bin Rabi’ adalah putra dari Asy-Syaikh
Al-Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali . Beliau adalah professor dan Ra’is Qism
Aqidah di Universitas Islam Madinah
[12] Tulisan Asy-Syaikh Rabi’ yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Shalih
As-Suhaimi adalah kitab Al-Hatstsu ‘ala Al-Mawaddah wal I’tilaf wat Tahdzir
minal Furqah wal Ikhtilaf (Anjuran Untuk Saling Mencintai dan Melembutkan Hati,
Serta Peringatan Dari Perpecahan dan Perselisihan). Dalam muqaddimah kitab
tersebut, Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata:
وأفيد الجميع أني أدين الله بما تضمنته
هذه النصيحة قبل إلقائها وبعد ذلك إلى يومي هذا، ولن أغير فيها ولن أتزحزح عنها
بمشيئة الله وتوفيقه إلى أن ألقاه
“Aku beritahukan kepada kalian seluruhnya
bahwa aku meyakini apa disebutkan
dalam nasehat ini sebelum menyampaikannya,
demikian pula setelah disebarkannya tulisan ini hingga hari ini. Aku tidak akan
mengubah nasehatku, tidak pula mencabut nasehat tersebut hingga aku bertemu
dengan-Nya dengan kehendak Allah dan taufiq dari-Nya”.
Dari penjelasan Asy-Syaikh Rabi’ di atas,
diketahui bahwa pendirian Asy-Syaikh Rabi’ dan nasehat beliau kepada salafiyyin
tidak akan berubah hingga hari ini, bahkan hingga hari pertemuan Asy-Syaikh
dengan Rabb-Nya. Apa yang beliau sampaikan dalam kitab tersebut berupa nasehat
untuk berlemah lembut, serta peringatan dari perselisihan dan perpecahan tidak
menerima naskh (tidak dapat dihapus).
[13] Diantara masalah hangat yang diperselisihkan para ulama Madinah adalah
vonis tahdzir terhadap Asy-Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhailiy hadfizhahullah.
Sebagian ulama memberikan vonis tahdzir kepada beliau, sekelompok ulama yang
berijtihad demikian adalah Asy-Syaikh Rabi’, Asy-Syaikh Ubaid, Asy-Syaikh
Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhari dan lainnya.
Sementara sejumlah ulama lain tidak
menerima vonis tahdzir dan memberikan pembelaan terhadap Asy-Syaikh Ibrahim
Ar-Ruhailiy. Diantara deretan ulama yang memberikan pembelaan adalah Asy-Syaikh
Al-Walid Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhailiy, Asy-Syaikh Shalih As-Sindi, dan lainnya. Namun
semuanya bersepakat bahwa Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhailiy bukanlah mubtadi’ (ahlul-bid’ah).
Kami pernah berkunjung menemui Asy-Syaikh
Muhammad bin Hadi Al-Madkhali. Salah seorang teman bertanya:”Aku mendengar
salah seorang mahasiswa berkata bahwa Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhailiy mubtadi’.
Benarkah demikian?”. Kemudian Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah
mengingkari pernyataan tersebut seraya berkata: “Tanyakan kepadanya (mahasiswa itu), siapa yang menyampaikan padanya bahwa Ibrahim Ar-Ruhailiy mubtadi’??”.
Allohu akbar walhamdulillah...semoga kibarul masyayikh kita selalu dijaga dan di pelihara Alloh Azza Wa Jalla dari makar2 dan lidah serampangan musuh2 mereka hafidzahumullah...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteArtikelnya lama atau baru?
ReplyDelete