Tanya:
Saat aku
sedang menunggu antrian di rumah sakit, terdengar iqamat shalat. Apabila aku
pergi ke masjid menunaikan shalat berjam’ah, giliranku akan terlewat. Apakah
aku boleh meninggalkan shalat berjama’ah?
Jawab:
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
لا بأس هذا يعذر بترك الجماعة، هذا
الذي ينتظر دوره كما قلت يعذر بترك الجماعة؛ لأنه إذا ذهب يصلي فهو أولا سيصلي
وفكره مشغول، أليس كذلك؟ وثانيا: أنه يلحقه ضرر وربما يكون جاء من مسافة بعيدة،
فهنا يعذر بترك الجماعة، والإنسان إذا قدم عشاؤه أو غداؤه قلنا له: اجلس وتعش
براحة وطمأنينة ولو فاتتك الصلاة، و ابن عمر رضي الله عنهما كان يتعشى في بيته وهو
يسمع قراءة الإمام، مع أن عبد الله بن عمر من أشد الناس ورعا والتزاما بالسنة ومع
ذلك يتعشى والإمام يصلي، امتثالا لقول الرسول عليه الصلاة والسلام: ( لا صلاة
بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان )
Pertama, ia
memang akan shalat, namun pikirannya terganggu, bukankah demikian?
Kedua, hal
itu dapat menyebabkan mudharat dan barangkali ia datang ke rumah sakit menempuh
jarak yang cukup jauh. Oleh karena itu, ia diberi udzur meninggalkan shalat
berjama’ah. Saat makan malam atau makan siang telah dihidangkan pada seseorang,
kita akan berkata kepadanya: duduk, makanlah dengan nyaman dan tenang, meskipun
kau akan terlewatkan shalat berjama’ah.[1]
Dahulu Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma tetap makan malam di rumahnya, padahal ia mendengar
imam shalat sedang membaca Al-Qur’an. Abdullah bin Umar adalah diantara sahabat
nabi yang paling wara' dan paling berpegang pada sunah nabi, namun beliau tetap
melanjutkan makan malam dalam keadaan imam telah melaksanakan shalat, sebagai
pengamalan terhadap ucapan rasul shallallahu ‘alaihi waasallam:
لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه
الأخبثان
“Tidak
sempurna shalat dalam keadaan makan dihidangkan, tidak pula sempurna shalat
dalam keadaan ia menahan dua hadats”[2] [3][Liqaa
Al-Baab Al-Maftuuh, 170/22]
[1] Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
فالمسلم إذا حضر الطعام ينبغي له أن يبدأ بالطعام
حتى لا تشوش في صلاته فيبدأ بالطعام حتى يتفرغ للصلاة وحتى يصليها بقلبٍ حاضر
وبخشوع، هذا من تعظيم الصلاة
“Saat seorang muslim dihidangkan makanan,
semestinya ia mendahulukan makan agar hal itu tidak mengganggu shalatnya. Ia
mendahulukan makan hingga dirinya benar-benar siap untuk shalat, agar ia shalat dengan hati yang tenang dan khusyu’.
Ini merupakan bentuk ta’zhim (penghormatan) terhadap shalat…” [https://www.binbaz.org.sa/node/14678]
[2] HR. Muslim no. 560, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
[3] An-Nawawi rahimahullah berkata:
فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث كَرَاهَة الصَّلَاة
بِحَضْرَةِ الطَّعَام الَّذِي يُرِيد أَكْله ، لِمَا فِيهِ مِنْ اِشْتِغَال
الْقَلْب بِهِ ، وَذَهَاب كَمَالِ الْخُشُوع ، وَكَرَاهَتهَا مَعَ مُدَافَعَة
الْأَخْبَثِينَ وَهُمَا : الْبَوْل وَالْغَائِط
“Hadits-hadits ini menunjukkan makruhnya
shalat dalam keadaan makanan yang ingin
ia santap telah dihidangkan, karena hal itu
dapat mengganggu pikirannya dan menghilangkan kesempurnaan khusyu’. Demikian
pula makruh hukumnya saat ia menahan dua hadats yaitu kencing dan buang air
besar” [Syarh Muslim hadits no. 560]
No comments:
Post a Comment