Jika ditinjau
dari periwayatan hadits, kadzab lebih jelek dari mubtadi’ (ahlul bid’ah),
karena para ulama jarh wa ta’dil telah bersepakat meninggalkan riwayat para pendusta
(kadzab).
Abdurrahman
bin Abi Hatim Ar-Razi rahimahullah berkata:
وإذا قالوا: متروك الحديث، أو
ذاهب الحديث، أو كذاب، فهو ساقط الحديث، لا يُكتب حديثه،
“Apabila
mereka (ulama jarh wa ta’dil) menyatakan matruuk al-hadits, dzahibul hadits
atau kadzab, maka haditsnya jatuh, tidak ditulis haditsnya” [Al-Jarh wat
Ta’dil, 2/37]
Al-Hafizh
An-Nawawi rahimahullah berkata:
وإذا قالوا: متروك الحديث، أو
ذاهبه، أو كذاب، فهو ساقط لا يكتب حديثه
“Apabila
mereka (ulama jarh wa ta’dil) menyatakan matruuk al-hadits, dzahibah atau kadzab,
maka ia telah jatuh, tidak ditulis haditsnya” [At-Taqriib, 1/8]
Adapun
mubtadi’, para ulama masih berselisih tentang kebolehan mengambil riwayat
darinya.
Alasan
pendapat ini karena seorang mubtadi’ tidak lepas dari dua keadaan, yaitu kafir
atau fasik. Kafir jika bid’ahnya menjerumuskan dalam kekafiran dan fasik jika
kebid’ahannya tidak sampai pada kekafiran. Riwayat dari orang kafir dan fasik
tertolak dengan kesepakatan ulama
Al-Hafizh
An-Nawawi rahimahullah berkata:
من كفر ببدعته لم
يحتج به بالاتفاق
“Barangsiapa
yang kafir disebabkan bid’ahnya, tidak bisa dijadikan hujjah dengan kesepakatan
ulama” [Tadribur Rawi, 1/383]
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
المبتدع إن كفر
ببدعته فلا إشكال في رد روايته
“Seorang
mubtadi’ jika kafir disebabkan bid’ahnya, tidak ada keraguan dalam menolak
riwayatnya” [Ikhtishar Ulumil Hadits, 1/299]
Asy-Syaikh
Mu’allimi Al-Yamani rahimahullah berkata:
لا شبهة أن المبتدع
إن خرج ببدعته عن الإسلام لم تقبل روايته لأن من شروط قبول الراوية الإسلام
“Tidak ada
keraguan bahwa seorang mubtadi’ jika bid’ahnya mengeluarkannya dari Islam, maka
riwayatnya ditolak. Sebab diantara syarat diterimanya riwayat hadits adalah
Islam” [At-Tankiil, 1/42]
Al-Khathib
Al-Baghdadi rahimahullah berkata:
اختلف أهل العلم في
السماع من أهل البدع والأهواء كالقدرية والخوارج والرافضة وفي الاحتجاج بما يروونه
فمنعت طائفة من السلف صحة ذلك لعلة أنهم كفار عند من ذهب إلى اكفار
المتأولين وفساق عند من لم يحكم بكفر متأول وممن يروى عنه ذلك مالك بن أنس
“Para ulama
berselisih tentang kebolehan mendengar (mengambil riwayat) dari ahlul bid’ah
seperti Qadariyyah, Khawarij dan Rafidhah dalam berhujjah dengan hadits-hadits
yang mereka riwayatkan. Sekelompok ulama salaf melarangnya, karena mereka telah
kafir, bagi ulama yang berpendapat kekafiran ahlul bid’ah yang memiliki takwil
atau fasik bagi ulama yang tidak mengkafirkan ahlul bid’ah yang memiliki
takwil. Pendapat ini diriwayatkan dari Malik bin Anas” [Al-Kifayah fi ‘Ilmi Ar-Riwayah
1/148]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
فالمنع من قبول رواية
المبتدعة الذين لم يكفروا ببدعتهم كالرافضة والخوارج ونحوهم ذهب إليه مالك وأصحابه
والقاضي أبو بكر الباقلاني وأتباعه
“Sebagian
ulama melarang untuk menerima riwayat mubtadi’ yang tidak sampai kafir dengan
kebid’ahannya seperti Rafidhah, Khawarij, dan semisal mereka. Pendapat ini
dipegang oleh Malik dan murid-muridnya, Al-Qadhi Abu Bakr Al-Baqillani dan
pengikutnya” [Lisanul Mizan, 1/10]
Namun
pendapat ini dinilai lemah oleh Ibnu Ash-Shalah, karena kebanyakan ahlul-hadits
menerima riwayat mubtadi’ dan mengeluarkan hadits-hadits mereka dalam kitab
shahih.
Al-Hafizh
Ibnu Ash-Shalah rahimahullah berkata:
والقول بالمنع
مطلقاً بعيد مباعد للشائع عن أئمة الحديث فإن كتبهم طافحة بالرواية عن المبتدعة
غير الدعاة
“Pendapat
yang melarang secara mutlak jauh dari kebenaran dan bertolak belakang dengan
para imam ahlul-hadits. Sebab kitab-kitab mereka dipenuhi dengan riwayat dari
mubtadi’ selain da’i.” [Ulumul Hadits, 1/104]
Pendapat
kedua, jika
mubtadi’ tersebut bukan da’i yang menyeru kepada bid’ahnya, riwayatnya
diterima. Jika ia da’i mubtadi’, riwayatnya ditolak. Pendapat ini dipegang oleh
Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Abdullah bin Al-Mubarak, Abdurrahman bin
Mahdi[5], Al-Jauzajani, Ibnu Hajar, An-Nawawi dan Ibnu Ash-Shalah
Abdurrahman
bin Mahdi rahimahullah berkata:
من رأى رأياً ولم
يدع إليه أحتمل ، ومن رأى رأياً ودعا إليه فقد استحق الترك
“Barangsiapa
yang memiliki pemikiran (bid’ah) namun tidak menyeru kepada bid’ahnya, aku
masih mengambil darinya. Barangsiapa yang memiliki pemikiran (bid’ah) dan
menyeru kepada bid’ahnya, sungguh ia berhak ditinggalkan” [Al-Kifayah 1/155]
Al-Khathib
Al-Baghdadi rahimahullah berkata:
وقال كثير من
العلماء يقبل أخبار غير الدعاة من أهل الأهواء فأما الدعاة فلا يحتج بأخبارهم وممن
ذهب إلى ذلك أبو عبدالله أحمد بن محمد بن حنبل
“Kebanyakan
ulama menerima riwayat ahlul-bid’ah yang tidak menyeru kepada bid’ahnya. Adapun
riwayat dari da’i ahlul-bid’ah, tidak bisa dijadikan hujjah. Diantara ulama
yang berpendapat demikian adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal”
[Al-Kifayah 1/149]
Al-Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah berkata:
وينبغي أن يقيد
قولنا بقبول رواية المبتدع إذا كان صدوقا ولم يكن داعية بشرط أن لا يكون الحديث
الذي يحدث به مما يعضد بدعته ويشيدها
“Semestinya
perkataan kami yang menerima riwayat mubtadi’ dibatasi, jika ia jujur dan bukan
da’i yang menyeru kepada bid’ahnya, serta hadits yang ia riwayatkan tidak
mendukung dan menguatkan bid’ahnya.” [Lisanul Mizan, 1/11]
ثم البدعة إما بكفر أو بمفسق :
فالأول : لا يقبل صاحبها الجمهور .
الثاني : يقبل من لم يكن داعية في الأصح إلا إن روى ما يقوي بدعته فيرد على المختار وبه صرح الجوزجاني شيخ النسائي
فالأول : لا يقبل صاحبها الجمهور .
الثاني : يقبل من لم يكن داعية في الأصح إلا إن روى ما يقوي بدعته فيرد على المختار وبه صرح الجوزجاني شيخ النسائي
“Kemudian
bid’ah terkadang menjerumuskan dalam kekafiran atau kefasikan. Keadaan pertama
(kafir), riwayatnya tidak diterima oleh jumhur ulama. Keadaan kedua (fasik), riwayatnya
diterima asalkan ia bukan da’i yang menyeru kepada bid’ahnya. Kecuali riwayat hadits
yang menguatkan bid’ahnya, maka riwayat tersebut tetap ditolak menurut pendapat
yang terpilih. Pendapat ini dipegang oleh Al-Jauzajani, syaikh dari An-Nasa’i”
[Nukhbatul Fikar hal. 136]
Al-Hafizh Ibnu
Katsir rahimahullah berkata:
والذي عليه الأكثرون
التفصيل بين الداعية وغيره
“Pendapat
yang dipegang oleh kebanyakan ulama merinci antara da’i penyeru bid’ah dan yang
bukan” [Ikhtishar Ulumil Hadits 1/299]
Al-Hafizh An-Nawawi
rahimahullah berkata:
هو الأظهر والأعدل
وقول الكثير أو الأكثر
“Pendapat
ini yang lebih nampak (kebenarannya), lebih adil dan merupakan pendapat
sekelompok ulama atau bahkan kebanyakan ulama” [At-Taqriib 1/43]
Al-Hafizh Ibnu
Ash-Shalah rahimahullah berkata:
وهذا أعدل الأقوال
وأولاها
“Pendapat
ini lebih adil dari seluruh pendapat, serta merupakan pendapat yang terbaik”
[Ulumul Hadits 1/104]
Pendapat
ketiga,
menerima riwayat mubtadi’, jika ia seorang yang hafizh, jujur dan mutqin.
Pendapat ini dipegang oleh jumhur ahlul-hadits semisal Al-Bukhari, Muslim, Ali
bin Al-Madini, Yahya bin Sa’id Al-Qathan, Asy-Syafi’i, Ibnu Khuzaimah dan
lainnya.
Al-Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
وتقبل شهادة
أهل الأهواء إلا الخطابية من الرافضة لأنهم يرون
الشهادة بالزور
“Persaksian
ahlul-bid’ah diterima kecuali Al-Khathabiyyah dari kalangan Rafidhah, karena mereka
meyakini kebolehan berdusta” [Al-Kifayah, 1/194]
Al-Imam Al-Bukhari
meriwayatkan satu hadits dari seorang da’i Khawarij bernama Imran bin Hathan
dalam Shahih-nya[8].
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan tentang biografinya:
كان داعية إلى مذهبه
“Ia adalah da’i
yang menyeru kepada pemikiran (bid’ah)nya” [Hadyus Sari, 1/432]
Al-Imam Al-Bukhari
juga meriwayatkan satu hadits dalam Shahih-nya[9] dari
seorang Murji’ah bernama Abdul Hamid bin Abdurrahman Al-Hamani[10].
Al-Imam
Muslim meriwayatkan satu hadits dari
seorang Syi’ah bernama Adi bin Tsabit, dari Zurr bin Hubaisy, dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
إنه لعهد النبي
الأمي إلى أنه لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك إلا منافق
“Sungguh itu
adalah janji dari nabi yang ummi, tidak ada yang mencintaimu melainkan mukmin
dan tidak ada yang membencimu kecuali munafik” [HR. Muslim no. 237]
Al-Hafizh Adz-Dzahabi
rahimahullah menyebutkan biografinya:
عدي بن ثابت عالم
الشيعة وصادقهم وقاصهم وإمام مسجدهم
“Adi bin
Tsabit adalah ulama Syi’ah, seorang yang jujur dari mereka, seorang pendongeng
dari mereka dan imam masjid mereka” [Mizanul I’tidal, 3/61]
Ketika
menyebutkan biografi seorang Syi’ah bernama Abban bin Taghlib Al-Kufi,
Adz-Dzahabi berkata:
شيعي جلد،
لكنّه صدوق، فلنا صدقه وعليه بدعته، وقد وثّقه أحمد بن حنبل ويحيى بن معين، وأبو
حاتم
“Seorang Syi’ah
tulen, namun ia jujur. Kejujurannya kita ambil, bid’ahnya untuk dirinya. Ahmad
bin Hambal, Yahya bin Ma’in dan Abu Hatim menilainya tsiqah” [Al-Mizan, 1/5]
Asy-Syaikh Al-Mu’allimi
Al-Yamani rahimahullah berkata:
وقد وثق أئمة الحديث
جماعة من المبتدعة واحتجوا بأحاديثهم وأخرجوها في الصحاح . ومن تتبع رواياتهم وجد
فيها كثيراً مما يوافق ظاهره بدعهم ،
“Para imam
ahlul-hadits telah menilai tsiqah sekelompok mubtadi’, berhujjah dengan
hadits-haditsnya dan mengeluarkan hadits-hadits tersebut dalam kitab shahih.
Barangsiapa yang menelaah riwayat-riwayat tersebut, ia akan menemukan
hadits-hadits itu menguatkan zhahir bid’ah mereka.” [At-Tankiil, 1/50]
Al-Hafizh
Ad-Dzahabi rahimahullah berkata:
قد يقول قائل : كيف ساغ توثيق مبتدع وحد الثقة العدالة والإتقان ؟ وجوابه :
أن البدعة على ضربين :
1- فبدعة صغرى كغلو التشيع أو كالتشيع بلا غلو ولا تحرف فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الآثار النبوية وهذه مفسدة بينة .
2- بدعة كبرى : كالرفض الكامل والغلو فيه والحط على أبي بكر وعمر والدعاء إلى ذلك فهذا النوع لا يحتج بحديثهم ولا كرامة
1- فبدعة صغرى كغلو التشيع أو كالتشيع بلا غلو ولا تحرف فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الآثار النبوية وهذه مفسدة بينة .
2- بدعة كبرى : كالرفض الكامل والغلو فيه والحط على أبي بكر وعمر والدعاء إلى ذلك فهذا النوع لا يحتج بحديثهم ولا كرامة
“Barangkali
ada seorang yang berkata, bagaimana mungkin menilai tsiqah mubtadi’!! apa
batasan tsiqah, adil dan itqaan? Jawabnya, bid’ah terbagi menjadi dua:
Pertama, bid’ah kecil seperti
ghuluw tasyayyu’ (mengutamakan Ali di atas Utsman) atau tasyayyu’ tanpa
disertai ghuluw dan tahriif. Banyak dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in
terjatuh dalam bid’ah ini, bersamaan dengan sifat wara’, kejujuran dan agama
yang ada pada mereka. Seandainya hadits-hadits mereka ditolak, tentu akan
hilang sejumlah besar atsar-atsar nabi, ini merupakan kerusakan yang nyata
Kedua, bid’ah besar seperti
Rafidhah tulen yang ghuluw, menodai kehormatan Abu Bakr dan Umar, serta mendoakan
keburukan keduanya. Untuk model yang kedua ini, hadits hadits mereka tidak
dijadikan hujjah dan tidak ada kemuliaan bagi mereka.” [Mizanul I’tidal, 1/5]
Kesimpulan
dari pembahasan di atas: jarh dengan vonis “kadzab” di sisi salafiyyin lebih buruk dan lebih parah
dari vonis mubtadi’. Maka berhati-hatilah dari tokoh yang divonis kadzab oleh
ulama, ia tidak pantas diambil ilmunya, tidak pantas dijadikan rujukan
salafiyyin, apalagi dinukil perkataannya untuk men-jarh para ulama mu’tabar.
Asy-Syaikh Dr.
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata:
الكذب أخبث من البدع يا إخوان والكذَّاب
أخبث عند أهل السنة من المبتدع المبتدع يروى عنه ,رَوَوْا عن القدرية رَوَوْا عن
المرجئة ورَوَوْا عن غيرهم من أصناف أهل البدع ما لم تكن بدعة كفرية ما لم يكن
كذابا .لو كان ينتمي إلى أهل السنة كذَّاب فهو عندهم أحــطّ من أهل البدع . ومن
هنا عقد ابن عدي-رحمه الله- في كتابه "الكامل" حوالي تسعة وعشرين باباً
للكذَّابين وبابًا واحداً لأهل البدع . وقَبِل أهل السنة رواية أهل البدع الصادقين
غير الدعاة
“Dusta lebih
buruk dari bid’ah wahai ikhwan. Kadzab lebih buruk dari mubtadi’ di sisi
ahlus-sunnah, karena mubtadi’ masih diambil riwayatnya. Para ulama salaf
meriwayatkan dari Qadariyyah, Murji’ah dan berbagai kelompok ahlul-bid’ah
selama bid’ah mereka bukan bid’ah yang menyebabkan kekafiran, dan tidak dikenal
sebagai pendusta (kadzab).
Seandainya
ada seorang pendusta (kadzab) yang menyandarkan dirinya kepada ahlus-sunnah, ia
di sisi ahlus-sunnah lebih patut dicurigai dari ahlul-bid’ah. Oleh karena itu,
Ibnu Adi rahimahullah menyusun 29 bab yang berisi para perawi kadzab dan satu
bab yang menyebutkan ahlul-bid’ah dalam kitab Al-Kamil. Ahlus-sunnah
menerima riwayat ahlul-bid’ah yang jujur selain da’i ”
[Nasehat Asy-Syaikh Rabi’ saat Daurah Ilmiyyah Al-Imam Abdul Aziz bin Baz di Masjid Al-Malik Fahd, Tha’if 22/06/1426 atau dengarkan rekaman Asy-Syaikh di sini dengan redaksi yang berbeda]
[Nasehat Asy-Syaikh Rabi’ saat Daurah Ilmiyyah Al-Imam Abdul Aziz bin Baz di Masjid Al-Malik Fahd, Tha’if 22/06/1426 atau dengarkan rekaman Asy-Syaikh di sini dengan redaksi yang berbeda]
Allahua’lam,
semoga bermanfaat
[1] Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi, 1/64
[2] Al-Mustashfaa, 2/160
[3] Al-Ahkam, 2/83
[4] Mukhtashar Ibnil Hajib, 2/62-63
[5] Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi, 1/64
[6] Ats-Tsiqaat, 6/140
[7]At-Tankiil, 1/43
[8] Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Libas [باب لبس الحرير للرجال وقدر ما يجوز منه] hadits no. 5835
[9] Shahih Al-Bukhari, Kitab Fadha’il Al-Qur’an [باب حق حسن الصوت بالقراءة للقرآن] hadits no. 4761
Bagaimana dengan ustadz Luqman Baabdu yg divonis oleh syekh Muhammad bin hadi sebagai kadzzab (pendusta)?
ReplyDeleteJangan karena senangnya kita dengan ustadz tertentu, sehingga lupa kesalahan-kesalahannya yang harus dihindari
ReplyDeleteSaya sengaja menunda untuk menjawab pertanyaan antum, karena sedang menulis artikel baru. Tak disangka antum begitu lama menunggu jawaban saya. Setiap da'i tidak lepas dari pihak yang memberikan tazkiyah dan pihak yang memberikan jarh atau tahdzir. Karena antum bertanya kepada saya tentang tahdzir Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi kepada Ustadz Luqman, saya akan menjawab sesuai apa yang saya ketahui. Saya akan menyebutkan masyayikh yang memberikan tazkiyyah dan yang mentahdzir.
ReplyDeleteDengan menutup mata dari sebab jarh yang dialamatkan kepada beliau, anggaplah para ulama telah membangun fatwa di atas ilmu, telah tatsabbut terhadap khabar yang disampaikan kepadanya dan anggaplah orang-orang yang menyampaikan khabar adalah tsiqah.
Diantara masyayikh yang memberikan tazkiyah kepada Ustadz Luqman: Asy-Syaikh Rabi' Al-Madkhali, Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri dan lainnya. Dan diantara masyayikh yang mentahdzir beliau: Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Adeni, Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri, Asy-Syaikh Utsman As-Salimi, dan lainnya.
Tentunya, di sini juga berlaku kaidah-kaidah untuk mendudukkan perselisihan ulama dalam masalah jarh wa ta'dil, tergantung siapa yang memandang dan membahas. Kalo antum bersama pihak yang berseberangan dengan beliau, seperti asatidzah Rodja atau asatidzah yang bersama Ustadz Dzulqarnain. Kaidah jarh wa ta'dil yang dipakai untuk mendudukkan masalah akan cenderung menjatuhkan Ustadz Luqman. Tapi kalo antum berjalan dengan asatidzah yang bersama Ustadz Luqman, kaidah jarh wa ta'dil yang dipakai pun lain. Intinya masing-masing pihak akan ta'ashub dengan kelompoknya...Saya tidak mau pusing membahas masalah tersebut, karena itu bukan urusan saya. Biarlah pihak-pihak yang terlibat konflik yang menyelesaikannya.
Akhi, antum terlalu su'udzan kepada saya, saya bukan pengikut Ustadz Luqman. Antum pikir beliau itu makshum ya? gak punya kesalahan. Apa asatidzah antum juga makshum? Alhamdulillah saya dimudahkan untuk duduk di sisi para ulama di Madinah, saya tahu bagaimana sikap Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Rabi', Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh Ubaid, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi dan Asy-Syaikh Abdurrazaq dalam menghadapi fitnah, terutama perselisihan di kalangan salafiyyin. Apakah masuk akal jika saya meninggalkan bimbingan para ulama rabbani, kemudian mengikuti sikap ustadz di Indonesia??
Semoga bisa dipahami..
'Afwan ustadz, perselisihan asaatidz di indonesia ini menurut ana yg bodoh ini bukan lagi perselisihan yang kita mesti berlapang dada di dalamnya.. Ana dan keluarga termasuk yg tawaqquf trhdp tahdzir sy.robi' kpd ust.dzul. tapi apa yg terjadi mereka yg berpihak kpd ust.luqman mngeluarkan anak kami dri madrosah mereka.. Anak umur 4 thn yg bicara sj kadang msh nd nyambung.. Kemudian melarang kami utk menghadir majelis2 mereka lagi.. Manhaj macam apa ini? Apa dibiarkan org2 dgn cara2 seperti ini menganggap dirinya sebagai salafy paling sejati? Mengilzam org2 utk mngikuti pendapatnya semata. Wala wal baro' mereka hanya berlandaskan menerima tahdzir ato tdk? Allohul musta'an
DeleteApakah ust tdk pernah membaca situs fitnah tukpencarialhaq.com? Jgn katakan bhwa ini hanya situs org jahil yg tdk ada sangkut pautnya dgn ust.luqman dan yg bersamanya.. Artikel2 Situs ini dicopas di grup2 whatsappnya mereka. Ust2nya mentazkiyah pemilik situs ini sbg org yg menginginkan kebaikan.. Dimana akal sehat kita? Sampe2 situs ghibah wan namimah mnjadi rujukan dlm mslh manhaj?
Setiap pihak yg berselisih pasti punya kesalahan.. Tetapi hendaknya kita lihat siapa yg menimbulkan kerusakan palimg besar? Apakah yg bgini tdk perlu ada pnjelasan trhdp ummat?
Baarokallohu fiik
Syukron ustadz, bukankah vonis kadzzab bagi seseorang adalah jarah mufassar yang harus diterima?
ReplyDeleteKalau ternyata vonis dari Syeikh Muhammad bin Hadi adalah benar, apakah saya menyelisihi ulama salaf jika masih mengambil ilmu dan menerima riwayat ustadz Luqman Baabdu?
Afwan ustadz, setahu saya ustadz Luqman sendiri yang menasehatkan untuk menerima jarah mufassar. Bukankan vonis kazzab (pendusta) adalah jarh mufassar, karena tidaklah beliau mengucapkan hal ini kecuali beliau mengetahui keadaan ustadz Luqman?
ReplyDeleteSalam Ustadz. Antum mengatakan bahawa antum tahu bagaimana sikap Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Rabi', Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh Ubaid, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi dan Asy-Syaikh Abdurrazaq dalam menghadapi fitnah, terutama perselisihan di kalangan salafiyyin. Jadi, boleh antum kongsikan sikap ulama2 ini agar kami boleh ambil pengajaran. JazakAllahu khayran
ReplyDeleteWa'alaikumussalam warahmatullah..
ReplyDeleteMengenai sikap para masyayikh yang saya sebutkan di atas dalam menghadapi fitnah diantara salafiyyin, sulit rasanya mengungkapkan dalam kata-kata. Perlu contoh aplikasi nyata untuk mendekatkan pemahaman kita. Saya akan memberikan contoh tentang perselisihan ulama dalam jarh wa ta'dil terhadap Asy-Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili hafizhahullah, beliau adalah guru besar Fakultas Aqidah di Universitas Islam Madinah.
Para ulama di Madinah berselisih, sebagian memberikan tahdzir dan sebagian membela beliau dengan memberikan tazkiyyah. Diantara ulama yang mentahdzir beliau: Asy-Syaikh Dr. Rabi' Al-Madkhali, Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri, Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhari dan lainnya. Dan diantara ulama yang membela beliau dengan memberikan tazkiyyah: Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili, Asy-Syaikh Shalih As-Sindi dan lainnya.
Meskipun demikian, para ulama yang men-jarh tidak mentahdzir ulama yang mentazkiyyah dan ulama yang mentazkiyyah tidak mencela ulama yang men-jarh. Bukti dari apa yang saya katakan, belum lama ini, Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili diundang sebagai pembicara dalam muhadharah yang dilaksanakan oleh pihak ulama yang men-jarh. Bahkan para ulama berselisih tersebut biasa melakukan ziarah (berkunjung) satu sama lain. Demikian apa yang saya saksikan dari akhlak, adab dan kelapangan dada para ulama kita dalam menerima perbedaan ijtihad.
Berbeda dengan para penuntut ilmu yang sok tahu, terkadang mereka menggelari para ulama yang men-jarh dengan sebutan mutasyaddid, tukang jarh, haddadi dan gelar-gelar buruk lainnya. Demikian pula sebaliknya, ada saja yang menggelari para ulama yang mentazkiyyah dengan sebutan mumayyi', ulama yang tidak mengerti manhaj, dan seterusnya. Para penuntut ilmu harus tahu kadar dirinya, siapa Anda, berani mencela para ulama yang memiliki jasa besar kepada Islam dan muslimin.
Nasihat-nasihat seperti yang saya sebutkan di atas sering diingatkan oleh Asy-Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah kepada para penuntut ilmu di Madinah dalam berbagai kesempatan. Beliau adalah seorang ulama yang faqih, ushuli, memiliki akhlak dan adab yang luar biasa kepada ulama yang lebih senior, meskipun ulama tersebut berbeda pandangan dengan beliau dalam ijtihad. Allahua'lam, semoga bisa dipahami
Semoga Allah memberikan balasan yang baik kepada para ulama kita, wabillahittaufiq
Bolehkah ana mengambil ilmu dari ust luqman? Walaupun beliau dicap kazzab?
ReplyDeleteSaya tidak menasehatkan antum mengambil ilmu dari Ustadz Luqman, karena sebagian ulama telah mentahdzir beliau dengan jarh mufassar. Baru-baru ini saya mendengarkan rekaman muhadharah Ust Luqman, yang mengagetkan saya, beliau menasehatkan untuk meninggalkan orang-orang yang tidak sepaham (semanhaj), meskipun ia adalah kawan terdekat dalam rumah tangga, kata beliau... Allahulmusta'aan. Yang saya pahami dari ucapan tersebut, beliau menasehatkan untuk menceraikan suami atau istri yang tidak sepaham (ngaji dengan ustadz yang berbeda).
ReplyDeleteIni termasuk nasehat yang ghuluw. Setahu saya, tidak ada satu pun masyayikh kibar yang menasehatkan demikian, tidak Syaikh Rabi', tidak Syaikh Ubaid, tidak pula masyayikh yang lain. Jadi "fatwa" tersebut murni muncul dari kantong Ustadz Luqman sendiri, sehingga timbullah kasus perceraian di sana sini. Dalam qa'idah ushuliyyah disebutkan "menghindarkan mafsadah lebih didahulukan dari memperoleh maslahat". Mafadah besar yang ditimbulkan berupa perceraian, rusaknya hubungan baik antara orang tua dan anak, tentu harus dihindarkan. Ilmu tidak hanya diambil dari Ustadz Luqman.
Nasehat saya, ambillah ilmu dari ustadz lain yang bermanhaj salaf, silahkan dengarkan kajian Ustadz Qomar Sua'idi atau Ustadz Afifuddin atau yang lain. Wabillahittaufiq
Afwan ustadz, apakah jarh dari informasi yg salah boleh diambil?
DeleteAna baca di sini http://tukpencarialhaq.com/2016/01/24/benarkah-kalam-syaikh-ruzaiq-hafizhahullah-yang-memvonis-ustadz-luqman-hafizhahullah-dengan-vonis-kadzdzab-dan-laporan-apa-yang-melatarbelakangi-vonis-tersebut/
sepertinya ada salah informasi sehingga muncul jarh ladzdzab dari syaikh muhammad hafizhahullah utk ustadz luwman hafizhahullah. Allaahu a'lam
Jazaakallaahu khayraan
DeleteUstadz, kafwan kalau begitu mengambil ilmu dari ustadz Abdullah bin Taslim, Abdullah Zain, Erwandi Tarmidzi, Syafiq Reza Basalamah boleh ya?
DeleteAsslamu'alaikum ustadz, alhamdulillah suatu nikmat yg tiada tara bagi orang2 seperti ustadz yg bisa memetik ilmu langsung dari para ulama di tempat yg mulia, mekkah dan madinah. sehingga dapat langsung mencontoh adab dan akhlak mereka hafidzahumullahu ta'ala. sedangkan di negeri kita ini, banyak mungkin yg seperti saya, bingung untuk ikut kajian yg mana, masing2 pihak mengeluarkan klaim dan statement yg berbeda2 bahkan bertolak belakang. dan perselisihan itu tersebar luas, baik dari rekaman audo, tulisan2 di media online, ataupun ceramah2 di radio. Allahul musta'an. teruslah ustadz untuk menyebarkan nasihat para ulama, sikap dan adab mereka minimalnya di blog ustadz ini. semoga Allah selalu memberikan taufik dan membalas usaha ustadz dengan kebaikan di sisi-Nya.
ReplyDeleteSyukron ustadz, betul sekali perkataan antum bahwa ilmu tidak hanya diambil dari ustadz Luqman, lagi pula beliau tidak diketahui memiliki ta'sil ilmu yg kokoh.
ReplyDeleteIlmu bukan dilihat dari retorika dan kemampuan gaya bicara.
Setahu saya, tidak ada ulama yg memuji ust Luqman karena keilmuan beliau.
Hendaknya kita mendudukkan seseorang sesuai dgn tempatnya.
Assalamu'alaikum ustadz, apakah antum sudah pulang ke Indonesia? apakah antum sudah tau perkembangan dakwah salaf di negeri kita?mohon bimbingannya ustadz terkait manhaj salaf di negeri kita ini, asatidzah mana saja yg masih kokoh di atasnya?sebagai rujukan untuk mengambil ilmu. kalau antum belum pulang, kapankah antum akan pulang? apakah ada rencana untuk membuka ma'had atau kajian2 rutin? terus terang ana makin bingung dengan perselisihan salafiyin di negeri kita.
ReplyDeleteUstadz afwan apakah info berikut ini benar?
ReplyDeletehttps://seindahsunnah.com/mahasiswa-madinah/daftar-nama-lembaga-dan-pondok-di-indonesia-yang-mendapat-akreditasi-dari-universitas-islam-madinah/