Tanya:
Apa hukum masuk masjid bagi non muslim?
Jawab:
Asy-Syaikh Abdul Aziiz bin Baz rahimahullah menjawab,
“Adapun Masjidil Haram (Mekah –pen), tidak diperbolehkan bagi seluruh orang
kafir untuk memasukinya, baik Yahudi, Nashrani, penyembah berhala, maupun
Syi’ah. Seluruh orang kafir dilarang masuk Masjidil Haram, karena Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا
الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrikin
adalah najis. Janganlah sekali-kali mereka mendekati Al-Masjid Al-Haram setelah
tahun ini” [QS. At-Taubah: 28]
Yahudi dan Nashrani termasuk orang musyrik secara mutlak. Tidak
diperbolehkan orang-orang musyrik masuk ke dalam Masjidil Haram, baik Yahudi,
Nashrani, tidak pula selain keduanya. Masjid ini khusus bagi kaum muslimin.
Adapun selain Masjidil Haram, diperbolehkan bagi mereka untuk
memasukinya jika memang terdapat keperluan dan maslahat. Diantara masjid yang boleh
mereka (orang kafir –pen) masuki adalah Madinah (Masjid Nabawi –pen), meskipun
Madinah juga memiliki beberapa kekhususan. Namun dalam permasalahan ini,
Madinah (Masjid Nabawi –pen) dihukumi sama dengan masjid-masjid yang lain.
Karena rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengikat seorang kafir[1] di Masjid Nabawi. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga membiarkan sekelompok Bani Tsaqiif memasuki masjid sebelum mereka masuk Islam, begitu pula sekelompok Nashrani pernah memasuki Masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini menunjukkan diperbolehkannya orang musyrik memasuki Masjid Nabawi, sehingga kebolehan orang musyrik memasuki masjid-masjid yang lain lebih ditekankan, jika memang ada keperluan seperti bertanya, mendengarkan kajian Islam untuk mengambil faidah, ingin masuk Islam dan mengumumkan keislamannya, maupun keperluan yang lain.
Karena rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengikat seorang kafir[1] di Masjid Nabawi. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga membiarkan sekelompok Bani Tsaqiif memasuki masjid sebelum mereka masuk Islam, begitu pula sekelompok Nashrani pernah memasuki Masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini menunjukkan diperbolehkannya orang musyrik memasuki Masjid Nabawi, sehingga kebolehan orang musyrik memasuki masjid-masjid yang lain lebih ditekankan, jika memang ada keperluan seperti bertanya, mendengarkan kajian Islam untuk mengambil faidah, ingin masuk Islam dan mengumumkan keislamannya, maupun keperluan yang lain.
Kesimpulannya, mereka (orang kafir –pen) diperbolehkan masuk masjid
jika terdapat maslahat. Namun jika tidak terdapat maslahat maupun keperluan
lain atau kekhawatiran mereka akan melakukan perusakan fasilitas masjid atau
tidak menjaga najis, maka mereka dilarang masuk masjid.”
[Fatawaa Nuur ‘ala Ad-Darb, 1/380]
[1] Sebagaimana terdapat dalam
riwayat berikut
أَبَو
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي خَيْرٌ يَا مُحَمَّدُ إِنْ تَقْتُلْنِي تَقْتُلْ ذَا دَمٍ وَإِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ وَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْمَالَ فَسَلْ مِنْهُ مَا شِئْتَ فَتُرِكَ حَتَّى كَانَ الْغَدُ ثُمَّ قَالَ لَهُ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ قَالَ مَا قُلْتُ لَكَ إِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ فَتَرَكَهُ حَتَّى كَانَ بَعْدَ الْغَدِ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي مَا قُلْتُ لَكَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَجْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ يَا مُحَمَّدُ وَاللَّهِ مَا كَانَ عَلَى الْأَرْضِ وَجْهٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ وَجْهِكَ فَقَدْ أَصْبَحَ وَجْهُكَ أَحَبَّ الْوُجُوهِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ دِينٍ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ دِينِكَ فَأَصْبَحَ دِينُكَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ بَلَدٍ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنْ بَلَدِكَ فَأَصْبَحَ بَلَدُكَ أَحَبَّ الْبِلَادِ إِلَيَّ وَإِنَّ خَيْلَكَ أَخَذَتْنِي وَأَنَا أُرِيدُ الْعُمْرَةَ فَمَاذَا تَرَى فَبَشَّرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَهُ أَنْ يَعْتَمِرَ فَلَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ قَالَ لَهُ قَائِلٌ صَبَوْتَ قَالَ لَا وَلَكِنْ أَسْلَمْتُ مَعَ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا وَاللَّهِ لَا يَأْتِيكُمْ مِنْ الْيَمَامَةِ حَبَّةُ حِنْطَةٍ حَتَّى يَأْذَنَ فِيهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي خَيْرٌ يَا مُحَمَّدُ إِنْ تَقْتُلْنِي تَقْتُلْ ذَا دَمٍ وَإِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ وَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْمَالَ فَسَلْ مِنْهُ مَا شِئْتَ فَتُرِكَ حَتَّى كَانَ الْغَدُ ثُمَّ قَالَ لَهُ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ قَالَ مَا قُلْتُ لَكَ إِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ فَتَرَكَهُ حَتَّى كَانَ بَعْدَ الْغَدِ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي مَا قُلْتُ لَكَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَجْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ يَا مُحَمَّدُ وَاللَّهِ مَا كَانَ عَلَى الْأَرْضِ وَجْهٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ وَجْهِكَ فَقَدْ أَصْبَحَ وَجْهُكَ أَحَبَّ الْوُجُوهِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ دِينٍ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ دِينِكَ فَأَصْبَحَ دِينُكَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ بَلَدٍ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنْ بَلَدِكَ فَأَصْبَحَ بَلَدُكَ أَحَبَّ الْبِلَادِ إِلَيَّ وَإِنَّ خَيْلَكَ أَخَذَتْنِي وَأَنَا أُرِيدُ الْعُمْرَةَ فَمَاذَا تَرَى فَبَشَّرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَهُ أَنْ يَعْتَمِرَ فَلَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ قَالَ لَهُ قَائِلٌ صَبَوْتَ قَالَ لَا وَلَكِنْ أَسْلَمْتُ مَعَ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا وَاللَّهِ لَا يَأْتِيكُمْ مِنْ الْيَمَامَةِ حَبَّةُ حِنْطَةٍ حَتَّى يَأْذَنَ فِيهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengirim pasukan menuju Nejed, lalu mereka menangkap seseorang
dari Bani Hanifah, Tsumamah bin Utsal pemimpin penduduk Yamamah, kemudian
mereka mengikatnya pada salah satu tiang masjid, lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menemuinya dan bersabda kepadanya: “Apa yang kamu
miliki hai Tsumamah?” ia menjawab, “Wahai Muhammad, aku memiliki apa
yang lebih baik, jika engkau membunuhnya maka engkau telah membunuh yang
memiliki darah, dan jika engkau memberi maka engkau memberi orang yang
bersyukur, namun jika engkau menginginkan harta maka mintalah niscaya engkau
akan diberi apa saja yang engkau inginkan.”
Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam meninggalkannya, hingga keesokan harinya beliau bertanya,
“Apa yang engkau miliki wahai Tsumamah?” ia menjawab, “Seperti yang
aku katakan, jika engkau memberi maka engkau memberi orang yang bersyukur, jika
engkau membunuh maka engkau membunuh yang memiliki darah, jika engkau
menginginkan harta maka mintalah niscaya engkau akan diberi apa yang engkau mau.”
Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam meninggalkannya, hingga keesokan harinya beliau bertanya
lagi: “Apa yang engkau miliki wahai Tsumamah?” ia menjawab, “Seperti
yang aku katakan, jika engkau memberi maka engkau memberi orang yang bersyukur,
jika engkau membunuh maka engkau membunuh yang memiliki darah, jika engkau menginginkan
harta maka mintalah niscaya engkau akan diberi apa yang engkau mau, ”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kemudian bersabda kepada sahabatnya; “Bawalah Tsumamah”
lalu mereka pun membawanya ke sebatang pohon kurma di samping masjid, ia pun mandi
dan masuk masjid kembali, kemudian berkata; “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
yang patut disembah melainkan hanya Alloh dan bahwasanya Muhammad itu utusan
Alloh, demi Alloh, dahulu tidak ada wajah di atas bumi ini yang lebih aku benci
selain wajahmu, namun sekarang wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai
dari pada yang lain, dan demi Alloh, dahulu tidak ada agama yang lebih aku
benci selain dari agamamu, namun saat ini agamamu menjadi agama yang paling aku
cintai di antara yang lain, demi Alloh dahulu tidak ada wilayah yang paling aku
benci selain tempatmu, namun sekarang ia menjadi wilayah yang paling aku cintai
di antara yang lain, sesungguhnya utusanmu telah menangkapku dan aku hendak
melaksanakan umrah, bagaimana pendapatmu?”
Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memberinya kabar gembira dan memerintahkannya untuk
melakukan umrah, ketika ia sampai di Makkah seseorang berkata kepadanya; “Apakah
engkau telah murtad?” Ia menjawab; “Tidak, tetapi aku telah masuk Islam
bersama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan demi Alloh tidaklah kalian
akan mendapatkan gandum dari Yamamah kecuali mendapatkan izin dari Rasululloh
shallallohu ‘alaihi wasallam.” [HR. Al-Bukhari no. 2193]
Terima kasih atas artikelnya karena memberi wawasan baru untuk saya. Selama ini dalam realitas yang pernah saya temui, pernah suatu ketika saya tengah berjalan bersama seorang teman non muslim. Ketika saya pamit untuk menunaikan ibadah, teman saya yang non muslim itu mempersilahkan, namun yang jadi pertanyaan saya, kenapa teman-teman saya itu seperti enggan untuk masuk ke areal mesjid, padahal saya bilang nggak apa-apa, tunggu di dalam saja. Mungkin pertanyaan saya ini tidak tepat untuk ditanyakan di sini karena seharusnya justru saya bertanya ke pada orang-orang non muslim. Namun tidak ada salahnya saya tanyakan siapa tahu ada di antara pembaca yang juga mempunyai pengalaman yang sama dan mempunyai jawaban yang kalau tidak keberatan untuk di share guna menambah wawasan kita. Terima kasih sebelumnya.
ReplyDelete