Para ulama
berselisih tentang hukum membuka wajah, telapak tangan dan telapak kaki saat
shalat.
Pendapat
pertama,
seluruh tubuh wanita ditutup saat shalat, kecuali wajah. Wajah disunahkan terbuka,
telapak tangan disunahkan tertutup dan telapak kaki wajib tertutup. Tidak sah
shalat wanita yang terbuka telapak kakinya. Ini merupakan pendapat jumhur (kebanyakan)
ulama.
أتصلي المرأة في درع وخمار ليس عليها إزار؟
“Apakah wanita
boleh shalat dengan memakai gamis dan kerudung tanpa memakai sarung (pakaian
bawah)?”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ
قَدَمَيْهَا
“Jika gamis
itu longgar (belum menutup), ia harus menutup punggung dua telapak kakinya” [HR. Abu Daud no. 99,
Al-Hakim (1/250), Al-Baihaqi (2/233)]
Hadits ini dishahihkan
oleh Al-Hakim dan dihasankan sanadnya oleh An-Nawawi[1]. Namun dilemahkan
oleh Al-Albani[2]
dan Ibnu Hajar[3]
Al-Imam
Al-Khathabi rahimahullah berkata:
وفي الخبر دليل على صحة قول من لم يجز صلاتها إذا
انكشف من بدنها شيء ، ألا تراه يقول : إذا كان سابغا يغطي ظهور قدميها ، فجعل من
شرط جواز صلاتها ، أن لا يظهر من أعضائها شيء
“Hadits ini
merupakan dalil kebenaran pendapat ulama yang melarang shalat dalam kondisi
terbuka (telapak kakinya). Bukankah engkau membaca perkataan Nabi “Apabila
gamis itu longgar (belum menutup), maka ia harus menutup punggung kedua telapak kakinya.”. Nabi
menjadikan kondisi tertutupnya anggota tubuh (tidak membuka aurat) sebagai
syarat bolehnya wanita untuk shalat” [Ma’alimus Sunan, 1/159]
Al-Imam
Malik rahimahullah berkata:
إذا صلت المرأة ، وقد انكشف شعرها ، أو ظُهُور
قدميها ، تعيد ما دامت في الوقت
“Apabila
seorang wanita shalat dalam kondisi rambutnya terbuka atau kedua telapak
kakinya terlihat, maka ia harus mengulangi shalatnya selama masih berada di
waktu shalat tersebut” [Aunul Ma’bud, 2/242]
Para ulama yang
tergabung dalam lembaga fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah berkata:
يجب على المرأة أن تستر جميع بدنها في الصلاة ،
بما في ذلك القدمان يجب سترهما ، وأما الوجه ، فإنها تكشفه إذا لم يكن عندها رجال
غير محارم لها ، وما مضى من ظهور بعض قدميك في الصلاة ، فإنه معفو عنه إن شاء الله
من أجل الجهل ، وبالله التوفيق
“Wanita
wajib menutup seluruh tubuhnya ketika shalat, termasuk kedua telapak kakinya.
Adapun bagian wajah, ia harus membiarkan wajahnya terbuka apabila tidak
terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram. Jika selama ini wanita itu shalat
dalam kondisi terbuka telapak kakinya (tidak tahu hukumnya), insya Allah ia
dimaafkan karena ketidak-tahuannya, wabillahittaufiq” [Fatawaa Al-Lajnah Ad-Da’imah,
5/143]
Asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
الواجب عند جمهور أهل العلم أن يكون القدم مستوراً
إما بالثياب الضافية وإما بالجوارب، وهكذا جاء عن أم سلمة رضي الله عنها…
فالذي عليه جمهور أهل العلم أن المرأة عورة في
الصلاة كلها، المرأة كلها عورة في الصلاة، إلا وجهها فإنه لا بأس بكشفه، بل يسن
كشفه في الصلاة إذا لم يكن عندها أجنبي، يعني من غير محرمها، أما الكفان ففيهما
خلاف بين أهل العلم، والصواب أنه لا حرج في كشفهما إن سترته كان ذلك أفضل، وأما
القدمان فالواجب سترهما إما بالملابس الضافية، كالقميص الضافي أو الإزار الضافي أو
بالجوارب
“Menurut
pendapat jumhur ulama, telapak kaki wajib ditutup baik memakai pakaian atasan
yang panjang maupun memakai kaos kaki. Demikian disebutkan dalam hadits Ummu
Salamah radhiyallahu ’anha…
Demikian
pula menurut pendapat jumhur ulama, seluruh tubuh wanita adalah aurat ketika
shalat, seluruhnya adalah aurat, kecuali wajahnya. Ia boleh membuka wajahnya,
bahkan disunahkan membuka wajah ketika shalat, apabila tidak ada laki-laki yang
bukan mahram di sana.
Adapun membuka
dua telapak tangan, para ulama berselisih. Pendapat yang benar, ia
diperbolehkan membuka telapak tangannya, namun lebih utama jika ia menutupnya.
Berbeda dengan telapak kaki, ia wajib menutup telapak kakinya, baik memakai pakaian
atasan yang panjang, gamis panjang, sarung atau kaos kaki” [http://www.binbaz.org.sa/mat/14782]
Disebutkan
dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah,
وأما القدمان ، فهما عورة عند المالكية والشافعية
غير المزني , وهو المذهب عند الحنابلة , وهو رأي بعض الحنفية
والمعتمد عند الحنفية أنهما ليستا بعورة , وهو رأي المزني من الشافعية , والشيخ تقي الدين ابن تيمية من الحنابلة
والمعتمد عند الحنفية أنهما ليستا بعورة , وهو رأي المزني من الشافعية , والشيخ تقي الدين ابن تيمية من الحنابلة
“Dua telapak
kaki termasuk aurat (dalam shalat) menurut pendapat Malikiyyah, Syafi’iyyah
selain Al-Muzanniy. Pendapat ini juga merupakan madzhab Hanabilah dan sebagian
pengikut Haanafiyyah. Adapun pendapat yang resmi dalam madzhab Hanafiyyah,
kedua telapak kaki bukan aurat. Ini merupakan pendapat Al-Muzanniy dari
kalangan Syafi’iyyah dan Asy-Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah dari kalangan
Hanabilah” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 7/86]
Pendapat
kedua,
seluruh tubuh wanita ditutup saat shalat, kecuali wajah, telapak tangan dan
telapak kaki. Tidak apa-apa membuka telapak kaki ketika shalat, dan shalatnya
sah. Namun menutup telapak tangan dan telapak kaki lebih utama.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فكذلك القدم يجوز إبداؤه عند أبي حنيفة وهو الأقوى
“Demikian
pula telapak kaki, diperbolehkan membuka telapak kaki (ketika shalat) menurut
pendapat Abu Hanifah. Pendapat inilah yang lebih kuat” [Majmuu’ Al-Fatawaa,
22/113]
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menukilkan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahumallah:
فتكون القدمان والكفان غير عورة في الصلاة ، لا في
النظر
وبناء على أنه ليس هناك دليل تطمئن إليه النفس في هذه المسألة ، فأنا أقلد شيخ الإسلام في هذه المسألة ، وأقول : إن هذا هو الظاهر إن لم نجزم به
وبناء على أنه ليس هناك دليل تطمئن إليه النفس في هذه المسألة ، فأنا أقلد شيخ الإسلام في هذه المسألة ، وأقول : إن هذا هو الظاهر إن لم نجزم به
“Oleh karena
itu, dua telapak kaki dan dua telapak tangan bukan aurat ketika shalat, bukan
pula aurat ketika dipandang, karena ketiadaan dalil dalam permasalahan ini yang
dapat menenangkan jiwa. Maka aku taklid kepada Syaikhul Islam dalam permasalahan
ini. Aku melihat bahwa inilah pendapat yang nampak (lebih dekat kepada
kebenaran), meskipun aku tidak memastikannya” [Syarhul Mumti’, 2/161]
Tarjih
Tarjih dalam
permasalahan ini bergantung dengan keshahihan hadits yang menjadi dalil jumhur.
Apabila hadits itu shahih, pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur. Namun jika
sebaliknya, hadits itu dha’if, maka pendapat yang rajih adalah pendapat Abu
Hanifah rahimahumullah.
Ternyata
hadits Ummu Salamah memiliki kelemahan, meskipun dikeluarkan dari beberapa
jalur periwayatan. Kelemahan riwayat Ummu Salamah disebabkan dua alasan:
Pertama, dalam sanadnya terdapat
Ummu Muhammad bin Zaid[4], ia
seorang yang majhul sebagaimana dinyatakan oleh Adz-Dzahabi dan Al-Albani.
Kedua, Abdurrahman bin Dinar
bersendirian (tafarrud) dalam memarfu’kan hadits. Yang benar, riwayat tersebut
hanya mauquf kepada Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.
Abu Daud
rahimahullah berkata:
روى هذا الحديث مالكُ بن أنس، وبكر بن مُضر،
وحفص بن غِياث، وإسماعيل بن جعفر، وابن أبي
ذئب، وابن إسحاق
عن محمد بن زيد عن أمه عن أم سلمة؛ لم يذكر
أحد منهم: النبي
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قصروا به
على أم سلمة
“Hadits ini
diriwayatkan oleh Malik bin Anas, Bakr bin Mudhir, Hafsh bin Ghiyats, Isma’il
bin Ja’far, Ibnu Abi Dzi’b dan Ishaq dari Muhammad bin Zaid dari ibunya, dari
Ummu Salamah. Tidak satu pun dari mereka menyebutkan perkataan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Mereka hanya menyandarkan hadits kepada Ummu Salamah” [Sunan
Abu Daud no. 99]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وأعله عبد الحق بأن مالكاً وغيره رووه
موقوفاً، وهو الصواب
“Abdul Haq
menilai hadits tersebut memiliki ‘illat, karena Malik dan lainnya meriwayatkan hadits
itu secara mauquf, inilah yang benar” [At-Talkhiis Al-Habiir, 4/89]
Meskipun
Al-Imam An-Nawawi menghasankan sanad hadits tersebut, namun beliau sendiri
mengakui tafarrud Abdurrahman bin Dinar dalam memarfu’kan hadits.
An-Nawawi
rahimahullah berkata:
رواه أكثر الرواة عن أم سلمة
موقوفاً عليها من قولها
“Kebanyakan
perwawi meriwayatkan hadits itu dari Ummu Salamah secara mauquf, dari perkataan
Ummu Salamah sendiri (bukan perkataan Nabi)” [Al-Majmuu’, 3/172]
Kesimpulannya,
wanita boleh membuka telapak kakinya ketika shalat insya Allah, karena
kelemahan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Namun lebih utama untuk
menutupnya, agar keluar dari perselisihan ulama. Dari sisi lain, shalat dengan
telapak kaki yang terbuka bagi wanita adalah suatu yang sangat aneh di negeri
kita.
Dari
pengalaman pribadi, beberapa kerabat yang umrah dan haji mengeluhkan kepada saya
tentang hal itu. Mereka merasa aneh saat melihat sebagian jamaah wanita di
Masjid Nabawi shalat dengan telapak kaki yang terbuka. Demi menghindari
perselisihan dan kesalahpahaman diantara kaum muslimin, maka tidak selayaknya
seorang wanita shalat dengan membuka telapak kakinya, meskipun ia sendiri meyakini
bolehnya.
Saya
khawatir perbuatan itu termasuk menjauhkan para wanita muslimah dari dakwah
salafiyyah yang diberkahi ini. Tentunya harus dipertimbangkan maslahat
mafsadahnya. Jangan sampai perkara yang mubah menyebabkan Anda divonis
sesat oleh yang lain, karena minimnya pengetahuan agama.
Allahua’lam,
washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad
Ditulis oleh
Abul-Harits di Madinah, 21 Rai’uts Tsani 1437
[1] An-Nawawi rahimahullah mengomentari
hadits tersebut:
رواه أبو داود
بإسناد جيد
“Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad
yang baik” [Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab, 3/172]
[2] Dha’if Abu Daud, 1/222
[4] Adz-Dzahabi rahimahullah berkata dalam Mizanul I’tidal:
كنيتها: أم حرام؛
ويقال: اسمها:
آمنة
“Nama kunyahnya adalah Ummu Haram, ada juga yang
menyatakan bahwa namanya Aminah”
No comments:
Post a Comment