Tanya:
“Bolehkah
istri menuntut agar suami lebih aktif berhubungan? Misalnya
minimal tiap hari sekali. Makasih”
Jawab:
“Bismillah
was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kita ambil
satu peristiwa yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tersebutlah
seorang sahabat bernama Rifaah al-Quradzi. Dia menikahi seorang wanita bernama
Tamimah bintu Wahb. Setelah beberapa lama menjalani kehidupan berumah tangga,
Rifaah menceraikan istrinya, cerai tiga. Setelah usai iddah, Tamimah menikah
dengan Abdurahman bin Zabir al-Quradzi. Namun ternyata Tamimah tidak mencintai
Abdurrahman. Dia hanya jadikan itu kesempatan agar bisa balik ke Rifa’ah.
Hingga
wanita ini mengadukan masalah suaminya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dia datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
memakai kerudung warna hijau.
Mulailah si
wanita ini mengadukan,
وَاللَّهِ مَا لِي إِلَيْهِ مِنْ ذَنْبٍ ، إِلَّا
أَنَّ مَا مَعَهُ لَيْسَ بِأَغْنَى عَنِّي مِنْ هَذِهِ – وَأَخَذَتْ هُدْبَةً مِنْ
ثَوْبِهَا –
“Suami saya
ini orang baik, pernah berbuat dzalim kepada saya. Cuma punya dia, tidak
bisa membuat saya puas dibanding ini.” Sambil dia pegang ujung bajunya.”
Maksud
Tamimah, anu suaminya itu loyo. Tidak bisa memuaskan dirinya. Seperti ujung
baju itu.
Ketika tahu
istrinya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abdurahman
datang dengan membawa dua anaknya, dari pernikahan dengan istri sebelumnya.
Abdurahman
bawa dua anak untuk membuktikan bahwa dia lelaki sejati. Mendengar aduhan istri
keduanya ini, Abdurrahman langsung protes,
كَذَبَتْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي
لَأَنْفُضُهَا نَفْضَ الأَدِيمِ ، وَلَكِنَّهَا نَاشِزٌ ، تُرِيدُ رِفَاعَةَ
“Istriku
dusta ya Rasulullah, saya sudah sungguh-sungguh dan tahan lama. Tapi wanita ini
nusyuz, dia pingin balik ke Rifaah (suami pertamanya).”
Mendengar
aduhan mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya tersenyum. [HR.
Bukhari 5825 dan Muslim 1433]
Senyum
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap laporan kasus ini, karena
beliau heran. Dan beliau tidak melarangnya atau memarahi pasangan ini,
menunjukkan bahwa beliau membolehkan melakukan laporan semacam ini. Sekalipun
ada unsur vulgar.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وتبسّمه صلى الله عليه وسلم كان تعجبا منها ، إما
لتصريحها بما يستحيي النساء من التصريح به غالبا… ويستفاد منه جواز وقوع ذلك
"Senyum
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena beliau heran. Bisa jadi karena beliau melihat wanita ini berterus terang pada hal-hal yang pada umumnya seorang wanita akan malu mengungkapkannya… dan disimpulkan dari hadis ini, bolehnya melakukan semacam ini." [Fathul
Bari, 9/466]
Yang kita
garis bawahi dalam kasus ini, Tamimah menggugat suaminya dengan alasan masalah
ranjang. Artinya itu bukan suatu yang bernilai maksiat, atau tidakan tercela.
Mengadukan
Suami Karena Kurang Rajin
Dari hadits
ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa istri boleh menuntut suami untuk
meningkatkan intensitas hubungan. Kita simak
keterangan Ibnul Mulaqqin rahimahullah,
وفيه: أن للنساء أن يطلبن أزواجهن عند الإمام بقلة
الوطء ، وأن يعرضن بذلك تعريضًا بينًا كالصريح ، ولا عار عليهن في ذلك
"Dalam hadits
ini terdapat kesimpulan bahwa istri boleh mengadukan suami mereka kepada pihak
berwenang, karena kurang rajin berhubungan. Dia boleh sampaikan itu dengan
terang-terangan. Dan itu tidak tercela." [At-Taudhih li Syarh Al-Jami’ As-Shahih,
27/653]
Allahu
a’lam.”
Dijawab oleh
Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullah (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
No comments:
Post a Comment