Friday, January 11, 2013

Ini Dalilnya Talqin Setelah Mayit Dikubur

Sebagian kaum muslimin yang bermadzhab Syafi’i di negeri kita senantiasa mengamalkan perbuatan ini yakni mentalqin mayit setelah dikuburkan. Adakah dalil mereka dalam permasalahan ini?

أخرجهُ الطبراني في الكبيرِ (8/298): حدثنا أبو عقيل أنسُ بنُ سلمٍ الخولاني ، حدثنا محمدُ بنُ إبراهيمَ بنِ العلاءِ الحمصي ، حدثنا إسماعيلُ بنُ عياشٍ ، حدثنا عبدُ اللهِ بنُ محمدٍ القرشي ، عن يحيى بنِ أبي كثيرٍ ، عن سعيدِ بنِ عبدِ اللهِ الأودي ، قال: " شهدتُ أبا أمامةَ في النزعِ فقال: " إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم فقال: قال رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم: " إذا مات الرجل فدفنتموه فليقم أحدكم عند رأسه فليقل: " يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيسمع ، فليقل: " يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيستوي قاعداً " ، فليقل: " يا فلان ابن فلانة ! " ، فإنه سيقولُ له: " أرشدني رحمك الله ! " ، فليقل: " اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله ، وأن محمداً عبده ورسوله ، وأن الساعة آتية لا ريب فيها ، وأن الله يبعث من في القبور . فإن منكراً ونكيراً عند ذلك كل واحد يأخذ بيد صاحبه ويقول: " قم ، ما تصنعُ عند رجلٍ لقن حجته ؟ " ، فيكونُ اللهُ حجيجهما دونه

Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: menceritakan pada kami Abu ‘Aqil Anas bin Salam Al-Khaulani, ia berkata: menceritakan pada kami Muhammad bin Ibrahim bin Al-‘Alla’ Al-Himshi, ia berkata: menceritakan pada kami Isma’il bin ‘Iyasy, ia berkata: menceritakan pada kami ‘Abdullah bin Muhammad Al-Qurasyi, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Sa’id bin ‘Abdullah Al-Azdi, ia berkata: “Aku menyaksikan Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu pada saat-saat terakhir,

Beliau berkata: “Jika aku mati, maka perlakukanlah aku sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah pada kami.” Beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika ada seseorang yang mati, lalu kalian menguburkannya. Hendaknya salah seorang kalian berdiri di sisi kepalanya dan ucapkankanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah!”, sungguh ia akan mendengar, lalu ucapkanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah”, maka ia akan bangun dan duduk. Ucapkanlah: “Wahai Fulan bin Fulanah”, maka ia akan berkata: “Tuntunlah kami semoga Allah merahmati kalian”. Setelah itu ucapkanlah: “Ingatlah apa yang mengeluarkanmu dari dunia, syahadat Lailaha illallah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Sesungguhnya hari kiamat akan datang, tiada keraguan padanya, lalu Allah akan membangkitkan seluruh yang berada dalam kubur.” Maka Munkar dan Nakir ketika itu memegang tangan satu sama lain dan berkata: “Bangunlah, apa yang akan engkau lakukan di sisi seorang yang telah ditalqin hujahnya?” Maka Allah yang akan mejadi hujjah bagi keduanya.”[Mu’jam Al-Kabir, 8/298]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memberikan penilaian terhadap hadits tersebut :

إسنادهُ صالحٌ ، وقد قواهُ الضياءُ في أحكامهِ 
“Sanadnya shalih, Adh-Dhiyaa’ (Al-Maqdisi –pen-) menguatkannya dalam kitab Ahkam-nya”.[Talkhishul Habiir, 2/135]

Berarti mentalqin mayit setelah dikubur bukan bid'ah ya??

Namun penilaian Ibnu Hajar rahimahullah, diselisihi oleh para ulama yang lain.

1. Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab berkata:

وإسنادهُ ضعيفٌ
“Sanadnya dha’if”.

2. Ibnu As-Shalah rahimahullah berkata :

ليس إسنادهُ بالقائمِ
“Sanadnya tidak shahih”

3. Al-Haitsami rahimahullah berkata :

وفي إسنادهِ جماعةٌ لم أعرفهم

“Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak aku ketahui (majhul –pen-)”[Majma’ Az-Zawaid, 3/45]

4. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Al-Manar Al-Munif :

إنَّ حَدِيثَ التَّلْقِينِ هَذَا حَدِيثٌ لَا يَشُكُّ أَهْلُ الْمَعْرِفَةِ بِالْحَدِيثِ فِي وَضْعِهِ

“Kepalsuan hadits talqin tidak diragukan lagi oleh para ulama yang memiliki ma’rifah dalam bidang hadits”

5. As-Suyuthi rahimahullah dalam Al-Haawi berkata :

اتفاقَ المحدثين على تضعيف الحديثِ فلأن التلقينَ لم يثبت فيه حديثٌ صحيحٌ ولا حسنٌ بل حديثهُ ضعيفٌ باتفاقِ المحدثين

“Para ulama ahlul-hadits telah bersepakat tentang kedha’ifan hadits ini. Tidak ada hadits yang tsabit baik shahih maupun hasan tentang talqin. Bahkan haditsnya dha’if dengan kesepakatan seluruh muhadditsin”.

6. Al-Albani rahimahullah berkata :
وهذا إسنادٌ ضعيفٌ جداً

“Sanad ini sangat lemah (dha’if)”[Adh-Dha’ifah no. 599]

7. Al-Hafidz Al-‘Iraqi rahimahullah juga mendha’ifkan hadits ini dalam Tarikh Al-Ihyaa’ 4/420

Jika ada yang berkata : “Bukankah Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menguatkan hadits ini, kami mengikuti ijtihad Al-Hafidz. Apakah kalian mewajibkan kami untuk taklid pada ulama kalian!?”

Jawabannya, di tempat yang lain Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

هذا حديثٌ غريبٌ ، وسندُ الحديثِ من الطريقين ضعيفٌ جداً

“Hadits ini gharib. Sanad hadits ini dari kedua jalannya sangat dha’if.”[Dinukil oleh Ibnu ‘Allan Asy-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Futuhaat Ar-Rabaniyyah, 4/196]

Barangkali Al-Hafidz menguatkan hadits tersebut ketika belum mendapati kelemahan sanadnya. Namun setelah nampak bahwa kedua jalannya memiliki sanad yang sangat dha’if, beliau melemahkan hadits tersebut. Dikuatkan lagi bahwa Al-Hafidz melemahkan Muhammad bin Ibrahim bin Al-‘Alla’ (salah satu perawi hadits) dalam At-TaqribAllahua’lam

Hadits ini memilki beberapa ‘illat :

1. Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ibrahim bin Al-‘Alla’.

- Ad-Daraquthni berkata: “kadzab (pendusta)”
- Ibnu Hibban berkata: “yadha’ul hadits (memalsukan hadits)”
- Dinyatakan tsiqah oleh An-Nasa’i dan Abu Hatim
- Ibnu ‘Adi berkata: “munkarul hadits, kebanyakan hadits-haditsnya tidak mahfudz”. [Tahdzibul Kamal, 24/325]

Adz-Dzahabi berkata: “Muhammad bin ‘Auf berkata : “ia terkadang memalsukan hadits”[Mizanul I’tidal, 6/35]

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “munkarul hadits”[Taqribut Tahdzib, 1/466]

2. Sa’id bin Abdullah Al-Azdi, Anas Al-Khaulani dan ‘Abdullah Al-Qurasyi majhul

Ibnu Abi Hatim berkata:
فهو في عداد المجهولين

“Ia (Sa’id Al-Azdi) termasuk dalam para perawi yang majhul”.[Al-‘Ilal, 2/1/76]

Al-Haitsami berkata:
وفي إسنادهِ جماعةٌ لم أعرفهم

“Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak aku ketahui (majhul –pen-)”[Majma’ Az-Zawaid, 3/45]

3. Yahya bin Abi Katsir bersendirian (tafarrud) dalam meriwayatkan dari Sa’id Al-Azdi. Sehingga Al-Hafidz menyatakan riwayat ini gharib.

4. Riwayat Isma’il bin Iyasy dari para perawi Syam dinilai dha’if oleh para ulama, sementara ia meriwayatkan hadits ini dari perawi yang majhul (Abdullah Al-Qurasyi). Sehingga tidak dapat dipastikan keabsahan riwayatnya.

Kesimpulan : hadits ini dha'if jiddan. Allahua’lam


Disarikan oleh Abul-Harits dari Mausu’ah Ar-Radd ‘ala Ash-Shufiyyah di Madinah, 29 Shafar 1434 H

No comments:

Post a Comment