Monday, February 15, 2016

Bolehkah Ayah Mewakilkan Wali Nikah Kepada Petugas KUA?

Tanya:

Apakah sah pernikahan jika wali nikah (ayah mempelai wanita) hadir pada akad nikah anaknya bersama saudara laki-laki dan anak laki-lakinya, tetapi sang ayah malah meminta agar pak imam atau pak KUA menikahkan anaknya ? Ini banyak terjadi di indonesia bagian timur.

Jawab:

Pada asalnya orang yang paling berhak menjadi wali nikah adalah ayah dari mempelai wanita, kemudian orang yang diberikan wasiat untuk menjadi wali nikah oleh ayah, kemudian kakek mempelai wanita dari pihak ayah (terus ke atas), kemudian anak laki-laki mempelai wanita, kemudian cucu laki-lakinya (terus ke bawah), kemudian saudara laki-lakinya seayah seibu, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-lakinya seayah seibu, kemudian saudara laki-lakinya seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-lakinya seayah, kemudian pamannya dari pihak ayah, kemudian orang yang memerdekakannya (jika mempelai wanita adalah budak yang dibebaskan), kemudian hakim atau penggantinya.[1]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

جهات الولاية في عقد النكاح خمس، أبوة، ثم بنوة، ثم أخوة، ثم عمومة، ثم ولاء، فإن كانوا في جهة واحدة قدم الأقرب منزلة

“Orang-orang yang berhak menjadi wali nikah dalam suatu akad nikah ada lima tingkatan: (1) pihak ayah, kemudian (2) pihak anak laki-laki, kemudian (3) pihak saudara laki-laki, kemudian (4) pihak paman dari pihak ayah, kemudian (5) pihak wala’ (orang yang membebaskan budak). Apabila mereka berada dalam satu tingkatan, dahulukan yang paling dekat…” [Asy-Syarhul Mumti’, 12/84]

Namun apabila sang wali nikah (misalkan ayah) ingin mewakilkan perwalian nikah anak perempuannya kepada orang lain, hal itu pun diperbolehkan insya Allah, asalkan wakil tersebut adalah seorang muslim, laki-laki, berakal dan dewasa.

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah disebutkan:

توكيل الولي غيره لمباشرة عقد النكاح جائز باتفاق فقهاء الحنفية والمالكية والشافعية والحنابلة إذا توافرت في الوكيل الشروط المعتبرة

“Seorang wali nikah boleh mewakilkan kepada orang lain secara langsung dalam akad nikah. Ini telah disepakati kebolehannya oleh fuqaha’ Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah, apabila orang yang menjadi wakil wali nikah tersebut telah memenuhi syarat menjadi wali” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 34/132]

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:

لا بأس يزوج من ينوب عنه، مثل أبي المرأة يزوج يوكل خالها، يوكل أحد أولاده من المرشدين ينوبون عنه في التزويج لا بأس، لا بأس أن يوكل الولي من ينوب عنه

“Tidak apa-apa mewakilkan pernikahan kepada orang yang bisa menggantikannya. Misalkan sang ayah mewakilkan pernikahan anak perempuannya kepada pamannya dari pihak ibu, atau sang ayah mewakilkan wali nikah kepada anak-anak laki-lakinya yang telah dewasa. Tidak apa-apa seorang wali nikah mewakilkan perwalian nikah kepada orang yang bisa menggantikannya….” [http://www.binbaz.org.sa/node/19597]

Kesimpulannya, akad nikah dengan model diwakilkan seperti yang sering terjadi di masyarakat kita adalah boleh dan sah insya Allah.

Dalam dhawabith fiqhiyyah disebutkan,

كل عقد يجوز للإنسان أن يعقده بنفسه يجوز له أن يوكل فيه غيره كالبيع، والإجارة، والتزويج ونحو ذلك

“Setiap akad yang boleh dilakukan sendiri oleh seseorang, maka ia juga boleh mewakilkannya kepada orang lain, seperti akad jual-beli, akad sewa-menyewa, akad nikah, dan lainnya”

Sebagian ulama membawakan kaidah dengan redaksi,

كل عقد جاز للموكل أن يعقده بنفسه جاز أن يوكل به غيره

“Setiap akad yang boleh dilakukan sendiri oleh muwakkil (orang yang berhak mewakilkan), maka ia juga boleh mewakilkannya kepada orang lain” [Mursyid Al-Hairaan hal. 921]

Kecuali apabila petugas KUA menikahkan mempelai wanita tanpa memperoleh izin dari ayah mempelai wanita, maka akad nikahnya tidak sah, karena ada yang lebih berhak menikahkannya.

Allahua’lam, washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa’ala alihi washahbihi


Ditulis oleh Abul-Harits pada 15 Februari 2016




[1] Ar-Raudhul Murbi’ hal. 335-336

No comments:

Post a Comment