Monday, September 21, 2015

Apakah Bayi yang Meninggal Sebelum Hari Ketujuh Diaqiqahkan?

Tanya:

Apakah bayi yang meninggal sebelum hari ketujuh diaqiqahkan? Apakah janin yang keguguran di kandungan juga diaqiqahkan? Semoga Allah membalas kebaikan bagi Anda

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Ali Firkuuz hafizhahullah menjawab,

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada rasul yang diutus Allah sebagai rahmat seluruh alam, keluarga, sahabatnya dan saudara-saudaranya sampai hari kiamat, amma ba’du,

Tidak ada aqiqah bagi bayi yang meninggal[1], karena aqiqah -sebagaimana yang akan dijelaskan- diibaratkan seperti tebusan, di sana terdapat harapan agar bayi yang lahir itu diberikan kekuatan, tubuh yang sehat dan selamat. Oleh karena itu, disunahkan tidak memotong tulang kambing aqiqahnya, dengan harapan agar bayi tumbuh dengan baik, diberikan keselamatan dan senantiasa dilindungi dari gangguan setan. Sehingga setiap bagian kambing aqiqah merupakan tebusan dari setiap tubuh bayi, baik yang zhahir maupun yang batin. Hikmah ini tidak didapatkan pada bayi yang meninggal atau janin yang keguguran.

Wal’ilmu ‘indallah, waakhiru da’wana anilhamdulillahi rabbil ‘alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan saudara-saudaranya sampai hari kiamat.”

Aljaza’ir, 9 Rabi’ul Awwal 1428 bertepatan dengan 28 Maret 2008

Berikut teks fatwa beliau:

السؤال:
هل يُعَقُّ عن المولود إذا مات قبل السابع؟ وهل يُعَقُّ عن السِّقْط؟ وجزاكم الله خيرًا.

الجواب:
الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على مَنْ أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدِّين، أمَّا بعد:
فليس عن المولود الميِّت مِن عقيقةٍ؛ لأنَّ العقيقة ـ كما سيأتي ـ تجري مَجْرى الفداء، تَفَاؤُلًا بسلامةِ أعضاء المولود وقُوَّتِها وصِحَّتها؛ لذلك يُسْتَحَبُّ أَنْ لا يُكْسَرَ عَظْمُهَا رجاءَ حُسْنِ إنباتِ الولد، ودوامِ سلامته، وطولِ حِفْظِه مِن ضرَرِ الشيطان؛ حتَّى يكون كُلُّ عُضْوٍ منها فِداءَ كُلِّ عضوٍ منه، تخليصًا للمولود في الظاهر والباطن، وهذا المعنى يغيب في المولود الميِّت وكذا السِّقْط.
والعلمُ عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على محمَّدٍ وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا.

الجزائر في: ٩ ربيع الأوَّل ١٤٢٨ﻫ
الموافق ﻟ: ٢٨ مارس ٢٠٠٧م

Sumber: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-797





[1] Malik rahimahullah berkata: “Apabila bayi meninggal sebelum hari ketujuh, ia tidak diaqiqahkan” [Al-Istidzkar, 5/317]

Friday, September 18, 2015

Teruntuk Mereka yang Alergi Arab

Sering kita mendengar sebagian tokoh ormas di negeri ini menjadikan syariat Islam sebagai bahan canda dan tertawaan. Mereka mengatakan jilbab adalah budaya Arab, mereka mengatakan cadar adalah busana Arab, mereka mengatakan bahwa berjubah dan berjenggot sama persis dengan Abu Jahal dan beragam kicauan yang lain. 

Mereka tidak berani mengolok-olok syariat Islam terang-terangan, karena tentu akan mendapat penolakan keras dari masyarakat. Namun langkah yang mereka ambil adalah berupaya menggiring opini masyarakat bahwa pengamalan syariat Islam itu tidak perlu, karena hanya ikut-ikutan budaya Arab, seolah-olah istilah Arab sangat rendah dalam pandangan mereka.

Tahukah mereka bahwa Rasulullah adalah orang Arab, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, hadits nabi berbahasa Arab, kiblat (Ka’bah) umat Islam berada di Arab, umat muslim di seluruh dunia tiap tahun berbondong-bondong pergi ke Arab menunaikan ibadah Haji,  para ulama dan imam besar umat Islam semisal Asy-Syafi’i adalah keturunan Arab, kitab-kitab monumental para ulama Islam dari masa ke masa berbahasa Arab, bahkan saat melakukan shalat, mereka menggunakan bahasa Arab bukan?

Dalam artikel ini, saya ingin mengemukakan beberapa hadits khusus berkenaan dengan keutamaan Arab.

Rasulullah adalah Keturunan Arab

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

بعثت من خير قرون بني آدم؛ قرناً فقرناً؛ حتى بعثت من القرن الذي كنت فيه

“Aku diutus dari sebaik-baik generasi anak Adam, generasi demi generasi, hingga aku diutus dari generasi yang aku berada di dalamnya” [HR. Al-Bukhari]

Dalam hadits Watsilah bin Al-Asqa’ radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘laihi wasallam bersabda:

إن الله اصطفى كنانة من ولد إسماعيل، واصطفى قريشا من كنانة، واصطفى من قريش بني هاشم، واصطفاني من بني هاشم

“Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari anak keturunan Isma’il, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim” [HR. Muslim]

Dari Muthallib bin Abi Wada’ah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Al-Abbas datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seolah-olah ia mendengar sesuatu, kemudian Rasulullah naik mimbar dan bersabda:

أنا محمد ، بن عبد الله ، بن عبد المطلب ، ثم قال : إن الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم ، ثم جعلهم فرقتين فجعلني في خير فرقة ، ثم جعلهم قبائل فجعلني في خيرهم قبيلة ، ثم جعلهم بيوتا فجعلني في خيرهم بيتا ، وخيرهم نفسا

“Aku adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib”, beliau melanjutkan: “Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, dan menjadikanku dari sebaik-baik makhluk. Kemudian menjadikan mereka menjadi dua kelompok, maka Dia menjadikanku dari kelompok yang terbaik. Kemudian menjadikan mereka bersuku-suku, maka Dia menjadikanku dari suku yang terbaik. Kemudian menjadikan rumah-rumah (keluarga), maka Dia menjadikanku dari sebaik-baik keluarga dari mereka dan menjadikanku sebagai manusia yang terbaik” [HR. At-Tirmidzi no. 3532 dan Ahmad no. 1791, hasan]

Dua kelompok yang dimaksud dalam hadits Muthallib bin Abi Wada’ah di atas adalah kelompok Arab dan Ajam, sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam riwayat At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن الله حين خلق الخلق بعث جبريل، فقسم الناس قسمين، فقسم العرب قسما، وقسم العجم قسما، وكانت خيرة الله في العرب

“Sesungguhnya ketika Allah menciptakan makhluk, Dia mengutus Jibril, kemudian membagi manuia menjadi dua bagian, satu bagian adalah Arab dan satu bagian adalah Ajam. Dan (manusia) pilihan Allah berasal dari Arab”[1]

Al-Qur’an Berbahasa Arab

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab agar kalian dapat memahami” [QS. Yusuf: 2]

Di dunia ini terdapat ratusan bahkan ribuan ragam bahasa, namun Allah ta’ala memilih lisan Arab sebagai bahasa kitab-Nya, Dia lah zat yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik.

Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

ولسان العرب أوسع الألسنة مذهبًا، وأكثرها ألفاظًا

“Bahasa Arab adalah bahasa yang paling luas madzhabnya, dan yang paling banyak lafadznya”

Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah berkata:

العربية والعبرانية والسريانية والفارسية، وأن أفضل هذه الأربع لغة العرب، فهي أفصح اللغات وأكملها وأتمها وأعذبها وأبينها

“…Arab, Ibrani, Suryani, Farisi dan bahasa Arab adalah yang paling utama dari empat bahasa itu. Bahasa Arab merupakan bahasa yang paling fasih, paling sempurna, paling indah dan paling jelas”

Abu Manshur Ats-Tsa’alibi rahimahullah berkata:

ومن هداه الله للإسلام، وشرح صدره للإيمان، وآتاه حسن سريرة فيه، اعتقد أن محمدًا خير الرسل، والإسلام خير الملل، والعرب خيرالأمم، والعربية خير اللغات والألسنة، والإقبال عليها وعلى تفهمها من الديانة، إذ هي أداة العلم  

“Barangsiapa yang diberikan hidayah oleh Allah dengan Islam, dilapangkan dadanya dengan iman, diberikan hiasan berupa akhlak yang baik, ia akan meyakini bahwa Muhammad adalah sebaik-baik rasul, Islam adalah sebaik-baik agama, Arab adalah sebaik-baik umat, Bahasa Arab adalah sebaik-baik bahasa, mempelajari dan memahaminya termasuk dari agama. Bahasa Arab merupakan sarana untuk memperoleh ilmu”

Abu Al-Hasan Ahmad bin Faris rahimahullah berkata:

فلما خَصّ - جل ثناؤه - اللسانَ العربيّ بالبيانِ عُلِمَ أن سائر اللغات قاصرةٌ عنه، وواقعة دونه

“Ketika Allah jalla tsana’uhu mengkhususkan bahasa Arab sebagai penjelas (dalam kitab-Nya), maka diketahui bahwa selain bahasa Arab memiliki kekurangan dan kedudukannya berada di bawah bahasa Arab”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

إنما يعرف فضل القرآن مَن عرف كلام العرب

“Yang mengetahui keutamaan Al-Qur’an hanyalah orang-orang yang mengetahui perkataan (bahasa) Arab”

Melebihkan Keutamaan Arab di atas Ajam Merupakan Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

الذي عليه أهل السنة والجماعة اعتقاد أن جنس العرب أفضل من جنس العجم : عبرانيهم ، وسريانيهم ، رومهم ، وفرسهم ، وغيرهم .
وأن قريشا أفضل العرب ، وأن بني هاشم أفضل قريش ، وأن رسول الله صلى الله عليه وسلم أفضل بني هاشم ، فهو أفضل الخلق نفسا ، وأفضلهم نسبا . 
وليس فضل العرب ، ثم قريش ، ثم بني هاشم ، بمجرد كون النبي صلى الله عليه وسلم منهم - وإن كان هذا من الفضل - بل هم في أنفسهم أفضل ، وبذلك ثبت لرسول الله صلى الله عليه وسلم أنه أفضل نفسا ونسبا

“Ahlus-Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa jinsul Arab lebih utama dari jinsul Ajam, meskipun ia berasal dari Ibrani, Suryani, Romawi, Persia dan lainnya. Quraisy adalah sebaik-baik Arab, Bani  Hasyim adalah sebaik-baik Quraisy dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik Bani Hasyim. Beliau adalah makhluk yang paling utama dan berasal dari nasab yang terbaik.

Rasulullah berasal dari keturunan Arab, Quraisy, Bani Hasyim bukanlah satu-satunya alasan kenapa bangsa tersebut memiliki keutamaan, meskipun ini juga terhitung sebagai keutamaan. Namun bangsa itu sendiri memang memiliki keutamaan, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki dua keutamaan yaitu manusia yang paling utama dari sisi pribadi dan nasab”

تفضيل الجملة على الجملة لا يستلزم أن يكون كل فرد أفضل من كل فرد ، فإن في غير العرب خلقا كثيرا خيرا من أكثر العرب ، وفي غير قريش من المهاجرين والأنصار من هو خير من أكثر قريش ، وفي غير بني هاشم من قريش وغير قريش من هو خير من أكثر بني هاشم

“Melebihkan keutamaan suatu bangsa secara global tidak melazimkan setiap individu (dari bangsa tertentu) lebih utama dari individu (di luar bangsa tersebut). Sebab begitu banyak orang non Arab lebih baik dari kebanyakan orang Arab. Kaum Muhajirin dan Anshar non Quraisy lebih baik dari kebanyakan orang Quraisy, juga terdapat banyak orang-orang di luar Bani Hasyim dan Quraisy yang lebih baik dari kebanyakan Bani Hasyim” [Majmu’ Al-Fatawaa, 19/29-30]

Asy-Syaikh Mar’i Al-Hambali rahimahullah berkata:

وبالجملة فالذي عليه أهل السنة والجماعة اعتِقاد أن جنس العرب أفضل مِن جنس العجم ... وأن قريشا أفضل العرب ، وأن بني هاشم أفضل قريش ، وأن رسول الله صلى الله عليه وسلم أفضل بني هاشم ؛ فهو أفضل الخلق أجمعين ، وأشْرفهم نَسَبا وحَسَبا ، وعلى ذلك دَرَج السلف والْخَلَف

“Secara global, Ahlus-Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa jinsul Arab lebih utama dari jinsul Ajam… dan bahwasannya Quraisy adalah sebaik-baik Arab, Bani Hasyim adalah sebaik-baik Quraisy, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik Bani Hasyim. Beliau adalah sebaik-baik makhluk secara keseluruhan, serta makluk yang paling mulia dari sisi nasab dan keluarga. (Para ulama) As-Salaf dan Al-Khalaf berada di atas aqidah ini” [Masbuuk Adz-Dzahab]

Demikian pula yang dinyatakan oleh Al-Imam Abu Muhammad Harb bin Ismail Al-Kirmani rahimahullah (sahabat Al-Imam Ahmad bin Hambal), beliau berkata:

هذا مذهب أئمة العِلم ، وأصحاب الأثر ، وأهل السنة المعروفين بها ، الْمُقْتَدَى بهم فيها وأدركت من أدركت من علماء أهل العراق والحجاز والشام وغيرهم عليها، فمن خالف شيئاً من هذه المذاهب أو طعن فيها أو عاب قائلها فهو مبتدع خارج عن الجماعة، زائل عن منهج السنة وسبيل الحق، وهو مذهب أحمد وإسحاق بن إبراهيم وعبد الله بن الزبير الحميدي وسعيد بن منصور وغيرهم ممن جالسنا وأخذنا عنهم العلم

“Ini adalah madzhab para imam ahli ilmu, ashabul-atsar, ahlus-sunnah yang dikenal dengan (aqidah)nya, yang jejak langkah mereka diikuti. Aku bertemu dengan ulama Iraq, Hijaz, Syam dan lainnnya berada di atas aqidah ini. Barangsiapa yang menyelisihi salah satu dari madzhab ini, mencelanya atau mencela orang yang meyakininya, maka ia adalah mubtadi yang keluar dari al-jama’ah, menyimpang dari manhaj as-sunnah dan jalan kebenaran. Ini adalah madzhab Ahmad, Ishaq bin Ibrahim, Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi, Sa’id bin Manshur dan lainnya diantara ulama yang kami duduk menimba ilmu dari mereka”

Kemudian beliau menyebutkan beberapa point, diantaranya:

ونعرف للعرب حقها وفضلها وسابقتها، ونحبهم لحديث رسول الله (ص): حب العرب إيمان، وبغضهم نفاق. ولا نقول بقول الشعوبية و أرذال الموالي الذين لا يحبون العرب ولا يقرون لهم بفضلهم، فإن قولهم بدعة و خلاف

“Kami mengakui hak dan keutamaan Arab, serta para pendahulunya. Kami mencintai mereka karena hadits Rasulullah “Mencintai Arab adalah keimanan dan membenci mereka adalah kemunafikan”. Kami tidak menyatakan seperti perkataan Asy-Syu’ubiyyah dan orang-orang rendahan, mereka tidak mencintai Arab, tidak mengakui keutamaan Arab. Sungguh perkataan mereka adalah bid’ah dan menyelisihi (as-sunnah)” [Masbuuk Adz-Dzahab]

Para ulama pun telah menulis kitab-kitab tentang permasalahan ini, diantaranya:

1) Fadhlul ‘Arab wat Tanbiih ‘ala ‘Uluumiha karya Al-Imam Ibnu Qutaibah

2) Mahajjatul Qurb ‘ala Fadhlil ‘Arab karya Al-Hafizh Al-Iraqi

3) Masbuuk Adz-Dzahab fi Fadhlil ‘Arab wa Syaraful ‘Ilmi ‘ala Syarafun Nasab karya Al-‘Allamah Mar’i Al-Karami Al-Hambali

4) Mablaghul ‘Arab fi Fakhril ‘Arab karya ulama terkenal dari madzhab Syafi’i, Ibnu Hajar Al-Haitami

5) Khashaish Jaziratil ‘Arab karya Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid

Ibnu Hajar Al-Haitami membawakan beberapa riwayat tentang keutamaan Arab dalam kitabnya Mablaghul ‘Arab,

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

حب قريش إيمان وبغضهم كفر، وحب العرب إيمان وبغضهم كفر، فمن أحب العرب فقد أحبني، ومن أبغض العرب فقد أبغضني

“Mencintai Quraisy adalah keimanan dan membenci mereka adalah kekufuran. Mencintai Arab adalah keimanan dan membenci mereka adalah kekufuran. Maka barangsiapa yang mencintai Arab, sungguh ia mencintaiku, dan barangsiapa yang membenci Arab, maka sungguh ia membenciku” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. 4/97[2]]

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Wahai Salman, janganlah engkau membenciku hingga engkau bisa berpisah dengan agamamu”.

Aku berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membencimu, sedangkan dengan sebab engkau kami diberikan hidayah oleh Allah”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تبغض العرب فتبغضني

“Engkau membenci Arab, maka engkau membenciku” [HR. At-Tirmidzi no. 3927 dan Al-Hakim[3]]

Catatan penting: Hadits-hadits tentang keutamaan Arab di atas berlaku apabila dibarengi dengan Islam dan takwa, tidak mencakup orang Arab yang kafir dan fasik.

Karena Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa diantara kalian” [QS. Al-Hujurat: 13]

Ibnu Taimiyyah rahimahulah berkata:

وهذه الأفضلية للعرب إذا تمسكوا بإسلامهم، أما إذا أهملوا إسلامهم ذهب فضلهم

“Keutamaan Arab ini diperoleh apabila mereka berpegang teguh dengan keislamannya. Adapun orang-orang (Arab) yang membuang keislamannya, mereka telah kehilangan keutamaannya” [Iqtidha’ Ash-Shirat Al-Mustaqim hal. 148]

Asy-Syaikh Mar’i Al-Hambali rahimahullah berkata:

مَن اتَّقَى الله تعالى مِن العَرَب فقد حازَ فضيلة التقوى ، وفضيلة الـنَّسَب ، ومَن لم يَتّقِ الله فهو إلى البهائم أقْرَب

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah ta’ala dari kalangan Arab, sungguh ia memperoleh keutamaan takwa sekaligus keutamaan nasab. Barangsiapa yang tidak bertakwa kepada Allah, maka ia lebih dekat kepada binatang ternak” . [Masbuuk Adz-Dzahab]

Setelah membaca hadits-hadits Rasulullah dan keterangan para ulama di atas, dengan alasan apalagi mereka berani merendahkan dan mengolok-olok Arab?







[1] Al-Haitami rahimahullah berkata dalam Mablaghul ‘Arab: “sanadnya hasan”

[2] Adz-Dzahabi memberikan komentar tentang hadits ini: “Al-Haitsam bin Hammad matruuk”. Hadits ini dilemahkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Adh-Dha’ifah no. 1190

[3] At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan gharib”.  Al-Hakim berkata: “sanad hadits ini shahih, namun Al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya”. Adz-Dzahabi berkata: “Qabus bin Abi Dzibyan diperbincangkan”. Hadits ini dilemahkan oleh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no. 2020 dan Dha’if Al-Jami Ash-Shaghir no. 6394

Thursday, September 17, 2015

Bid’ahkah Menutup Majelis Ilmu dengan Doa?

Tanya:

“Aku menghadiri salah satu kajian ilmu, ketika pelajaran selesai, pembaca kitab memanjatkan doa. Setelah pelajaran usai, aku bertanya kepadanya tentang perbuatan ini. Ia menjawab bahwa dahulu diantara kebiasaan salaf adalah menutup majelis-majelis mereka dengan doa. Ia juga mengatakan, ketika majelis ilmu yang diajar oleh Al-Hasan Al-Bashri telah usai, beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Aku berharap Anda sudi memberikan penjelasan tentang masalah ini”

Jawab: 

Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab:

“Tidak apa-apa ia melakukan hal itu. Ini adalah perkara yang baik, karena doa adalah sesuatu yang disyariatkan. Menutup majelis-majelis dengan doa adalah sesuatu yang baik, terutama perkumpulan para ulama di masjid-masjid. Terkhusus pada masa ini, kaum muslimin sangat membutuhkan doa. Hal itu tidak apa-apa insya Allah. Namun bagi orang yang berdoa, hendaklah mereka berdoa dengan doa-doa yang disyariatkan.

Janganlah mereka berdoa dengan doa-doa baru yang ia buat sendiri. Tidak boleh mendoakan kebinasaan kepada manusia atau muslim yang terjatuh dalam perbuatan dosa, tidak pula mendoakan kejelekan kepada pemerintah yang melakukan penyelisihan syariat. Namun doakanlah mereka agar mendapatkan hidayah, Allah lah yang akan menunjukkan padanya jalan kebenaran” [Al-Ijabaat Al-Muhimmah fil Masyaakil Al-Mumillah, 2/86-87]  

Wednesday, September 16, 2015

Makna Hadits “Engkau dan Hartamu Adalah Milik Ayahmu”

Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah aku memiliki anak dan harta, namun ayahku ingin mengambil hartaku”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أنت ومالك لأبيك

“Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu” [HR. Ibnu Majah no. 2291, Ibnu Hibban, 2/142 dan Ahmad no. 6902]

Dalam riwayat Ahmad disebutkan dengan lafadz :

أنت ومالك لوالدك

"Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu" 

Apakah dipahami dari hadits tersebut bahwa seorang ayah boleh mengambil harta anak-anaknya sekehendaknya tanpa meminta ijin kepada anak? Berapa kadar harta yang boleh diambil?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu kita teliti apakah hadits tersebut shahih. Jika memang shahih, apa penjelasan para ulama tentang hadits tersebut…

Hadits tersebut dihasankan atau dishahihkan oleh Al-Hakim, Abu Hatim, Abu Zur’ah[1], Al-Mundziri[2], Ibnu Hajar[3], Asy-Syaukani, Abdul Haq Al-Isybili[4] dan Al-Albani[5]

Para ulama berselisih dalam memahami hadits tersebut, sebagian ulama memahami kebolehan ayah mengambil harta anaknya adalah sebatas keperluannya saja, tidak boleh lebih dari itu.

Imam Al-Munawi rahimahullah berkata:

معناه إذا احتاج لماله أخذه لا أنه يباح له ماله مطلقا إذ لم يقل به أحد

“Maknanya, apabila ia (ayah) membutuhkan harta anaknya, ia boleh mengambilnya. Namun bukan berarti ia boleh mengambil harta anaknya secara mutlak (seenaknya). Tidak ada seorang ulama pun yang menyatakan demikian” [Faidhul Qadiir, 5/13]

Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata:

أَنْتَ وَمَالُك لِأَبِيك يُرِيدُ فِي الْبَرِّ وَالطَّوَاعِيَةِ لَا فِي الْقَضَاءِ وَاللُّزُوم

“Makna hadits ‘engkau dan hartamu adalah milik ayahmu’ adalah dalam hal berbuat baik dan sekedar anjuran, bukan suatu keharusan atau keputusan pasti” [Syarh Shahih Al-Bukhari, 3/544]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

وقال الشافعي رضى الله عنه وأبو حنيفة ومالك: ليس للوالد أن يأخذ من مال ولده الا بقدر حاجته، لحديث (ان دماءكم وأموالكم عليكم حرام، الخ

“Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu, Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa ayah tidak boleh mengambil harta anaknya kecuali hanya sebatas keperluannya, berdasarkan hadits ‘sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram…” [Al-Mamjmu’ Syarh Al-Muhadzab, 15/384]

Imam Al-Khathabi rahimahullah berkata:

أنْت ومَالُك لأبيك . علَى مَعْنى أنه إذا احْتَاج إلى مَالك أخَذَ مِنْك قَدْرَ الحاجَة وإذا لم يكُن لك مَالٌ وكان لك كَسْب لَزمَك أن تَكْتَسب وتُنْفقَ عليه فأمَّا أن يكون أرادَ به إباحَة مَاله له حَتَّى يَجْتَاحَه ويأتي عَليه إسْرَافاً وتَبْذيراً فَلا أعْلَم أحَداً ذهب إليه . واللّه أعلم

“Makna hadits ‘engkau dan hartamu adalah milik ayahmu’ adalah apabila ia (ayah) membutuhkan hartamu, ia boleh mengambil hartamu sesuai keperluan. Apabila engkau tidak memiliki harta namun masih memiliki pekerjaan, engkau wajib menafkahinya.

Adapun jika ia (ayah) ingin menghalalkan hartamu hingga ia mengambil hartamu dengan berlebihan dan boros, maka aku tidak mengetahui seorang ulama pun yang membolehkannya, Allahua’lam” [An-Nihayah fi Gharibil Atsar, 1/834]

Syaikh Athiyyah Muhammad Salim rahimahullah berkata:

وفي الحديث: ( أنت ومالك لأبيك ) ، لكن بشرط ألاَّ يضر بالزوجة، ولا يضر بالولد، ولا بشريكٍ في المال، ولا أن يأخذ من مالِ ولدٍ يعطي لولدٍ آخر؛ لأن ذلك يوغر الصدور

“Dalam hadits disebutkan “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”, namun (kebolehan ayah mengambil harta anaknya) harus memenuhi syarat: [1] tidak menyebabkan mudharat kepada istri anaknya, [2] tidak menyebabkan mudharat pada sang anak, [3] tidak pula menyebabkan mudharat kepada orang yang berserikat memiliki harta tersebut, [4] tidak mengambil harta salah satu anaknya untuk diberikan kepada anaknya yang lain, karena hal itu akan membuat kebencian dalam hati[6]” [Syarh Bulughul Maram,3/139]

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah berkata:

ويد الأب مبسوطة على مال ولده. إلا أنه مع ذلك يكون اللائق به

“Tangan ayah terbuka bagi harta anaknya, meskipun demikian (hendaklah ia mengambil harta anaknya) dengan cara yang semestinya” [Syarh Sunan Abi Daud, 12/93]

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa hadits “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu” telah mansukh (dihapus hukumnya). Dalil yang menghapus hukum tersebut adalah ayat warits yang terdapat dalam surat An-Nisa’. Dalam ayat tersebut, Allah ta’ala menyebutkan beberapa kerabat yang berhak mendapatkan harta warisan dari mayit, serta menentukan kadar warisannya masing-masing. Seandainya seluruh harta anak adalah milik ayahnya, tentu ahli waris lain tidak berhak mendapatkan warisan saat sang anak meninggal.

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:

وهذا الخبر منسوخ لا شك فيه لأن الله عز وجل حكم بميراث الأبوين والزوج والزوجة والبنين والبنات من مال الولد إذا مات

“Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini mansukh, karena Allah ‘azza wajalla telah menentukan bagian warisan untuk dua orang tua, suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan dari harta sang anak ketika ia mati.” [Al-Muhalla, 8/106]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

«أنت ومالك لأبيك» ، فمراده أن لأبيك أن يتملك من مالك، وليس معناه أنك ملك لأبيك، أو أن مالك ملك له، فإن هذا يمنعه الإجماع، فالابن ليس ملكاً لأبيه، وإذا كان الابن ليس ملكاً لأبيه فماله ليس ملكاً له، ولهذا قال الله تعالى: {يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنْثَيَيْنِ} [النساء: 11] ، فجعل الميراث جارياً بين الآباء والأبناء، ولو كان ملك الأبناء للآباء لم يكن هناك جريان للإرث

“Makna hadits ‘engkau dan hartamu  adalah milik ayahmu’ adalah ayahmu memiliki hak atas hartamu, bukanlah yang dimaksud engkau adalah milik ayahmu atau apa yang engkau miliki adalah milik ayahmu, karena hal itu menyelisihi ijma’. Anak bukanlah milik ayahnya, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنْثَيَيْنِ

Allah berwasiat kepada kalian tentang anak-anak kalian, bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan” [QS. An-Nisaa’: 11]

Allah menjadikan ayah dan anak memiliki hubungan saling mewarisi. Seandainya harta anak adalah milik ayahnya, tentu di sana tidak ada hubungan saling mewarisi” [Asy-Syarh Al-Mumti’, 8/457]

Allahua’lam, semoga bermanfaat.






[1] Tuhfatul Ahwadzi, 4/493

[2] Umdatul Qari’, 20/100

[3] Al-Mathalib Al-‘Aliyah, 4/463 no. 1547 dan Fathul Bari, 5/211

[4] Al-Ahkam Al-Kubra, 2/170

[5] Irwa’ul Ghalil, 3/323 no. 838

[6] Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin menambahkan satu syarat yang belum disebutkan oleh Asy-Syaikh Athiyyah Salim yaitu tidak mengambil harta yang merupakan kebutuhan sang anak. Misalkan sang ayah tidak boleh mengambil motor yang dibutuhkan anaknya atau uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, dan semisalnya [Fatawa Islamiyyah, 4/108]

Tuesday, September 15, 2015

Pengumuman Mahasiswa Baru Universitas Islam Madinah Tahun 2015

DetailsEnglish NameArabic Name 
DetailsALI NURDINعلي نور الدين
DetailsANWAR SADAD BADAWIانوار سداد بن بدوي
DetailsYUANGGA KURNIA YAHYAيوانجكا كورنيا يحي بن واسيس كونتشورو
DetailsYUSUF NURUL ALAMيوسف نور العالم
DetailsMOHAMMED GAZALI BIN ABDU RAHIMمحمد غزالي بن عبد الرحيم
DetailsFAISAL ANSORIفيصل أنصاري
DetailsRIDZKI SYAHRUDDIN UMARرزقى شهرالدين عمر
DetailsACHMAD SAHERIأحمد شهري
DetailsARIES SUPRIYANTOأريس سوبريانتو
DetailsMOHAMED MUSLIHمحمد عبده بن محمد صالح

Saturday, September 12, 2015

Menimbang Peristiwa Robohnya Alat Konstruksi di Masjidil Haram Antara Berita Duka dan Kabar Gembira

Belum lama ini kaum muslimin di seluruh dunia terguncang dengan berita duka yang berasal dari Masjidil Haram, Makkah. Sebuah crane runtuh dan menimpa para peziarah. Hujan deras disertai angin kencang diduga sebagai pemicu runtuhnya alat konstruksi berat tersebut. Pertahanan sipil KSA mengumumkan jumlah korban musibah jatuhnya crane di Masjidil Haram sebanyak 345 korban jiwa. Jumlah korban meninggal sebanyak 107 orang dan 238 orang lainnya luka-luka[1].

Dilihat dari kacamata kita, tentu peristiwa ini adalah musibah yang memilukan. Namun di sisi Allah, hal itu terhitung sebagai keutamaan yang Dia anugrahkan kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya. Mereka wafat di hari yang paling utama yaitu hari Jum’at, wafat saat waktu ijabah (waktu yang paling afdhal di hari Jum’at), wafat di sebaik-baik wilayah di muka bumi yaitu kota Makkah, wafat di tempat yang paling dicintai Allah yaitu masjid, wafat di sebaik-baik masjid di seluruh muka bumi yaitu Masjidil Haram, wafat dalam keadaan beribadah kepada Allah dengan lisan yang berdzikir dan bertalbiyah.


Barangkali sebagian dari mereka sedang berpakaian ihram melaksanakan ibadah umrah, sebagian dari mereka sedang menunaikan shalat, sebagian dari mereka sedang thawaf, sebagian dari mereka sedang memanjatkan doa kepada Rabb-Nya, sebagian dari mereka sedang berdzikir dan membaca Al-Qur’an dan sebagian dari mereka sedang duduk menunggu waktu shalat berikutnya, masya Allah…

Allah ta’ala berfirman:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُون

Barangkali kalian membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kalian, dan barangkali kalian menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui” [QS. Al-Baqarah: 216]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira kepada umatnya yang wafat dalam beberapa kondisi tersebut.

Wafat di waktu yang terbaik

Peristiwa yang memilukan tersebut terjadi pada hari Jum’at 11 September 2015 sekitar pukul 17.20 waktu Makkah, KSA. Mereka wafat di hari yang paling utama yaitu hari Jum’at.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة

”Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at, (karena) pada hari itu Adam diciptakan, hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan darinya, serta tidaklah akan datang hari kiamat kecuali pada hari Jum’at.” [HR. Muslim]

Bahkan mereka wafat di waktu ijabah, waktu yang terbaik pada hari Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن في الجمعة ساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلى يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه

”Sesungguhnya pada hari Jum’at, ada suatu waktu yang tidaklah seorang muslim mendapatkannya, dan ia dalam keadaan berdiri sholat memohon sesuatu kepada Alloh, melainkan akan Alloh berikan permohonannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Para ulama berselisih tentang kapan waktu ijabah yang dimaksud dalam hadits tersebut. Pendapat yang terpilih adalah waktu setelah ashar hingga maghrib, demikian yang dirajihkan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah[2]

Diantara keutamaan yang lain adalah dilindungi dari fitnah kubur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ما من مسلم يموت الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر

“Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at, melainkan akan dijaga Allah dari fitnah kubur” [HR. At-Tirmidzi no. 1084 (3/386) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 3562 (2/220)]

Wafat di tempat yang terbaik

Mereka wafat di kota Makkah, sebaik-baik tempat di muka bumi. Makkah merupakan kota yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

"Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintaiNya. Seandainya aku tidak terusir darimu, aku tidak akan keluar (meninggalkanmu)" [Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 3925] 

Makkah merupakan kota suci umat Islam hingga hari kiamat

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Sesungguhnya kota ini (Makkah), Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah kota suci dengan kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat ". [HR. Al-Bukhari no. 3189 dan Muslim no. 3289]

Mereka wafat di Masjidil Haram, sebaik-baik masjid di muka bumi, dimana sekali shalat di masjid tersebut bernilai 100.000 kali shalat di masjid yang lain, kecuali Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsha.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” [HR. Ahmad, 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, serta dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173]

Wafat saat melakukan ibadah yang terbaik

Sebagian dari mereka yang menjadi korban adalah para jamaah haji yang berasal dari berbagai negara.  Mereka wafat saat menunaikan rangkaian ibadah haji, dimana haji termasuk diantara amalan ibadah yang paling utama dalam Islam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

سُئِلَ رَسُوْلُ الله : أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: (إِيْمَانٌ بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ)، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: (الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ)، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: (حَجٌّ مَبْرُوْرٌ

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam pernah ditanya, amal ibadah apakah yang paling utama? Rasulullah bersabda: “beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dikatakan kepada beliau: ‘kemudian apa?’ Beliau bersabda: ‘jihad dijalan Allah’. Dikatakan kepada beliau: ‘kemudian apa?. Beliau bersabda: “haji yang mabrur." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Wafat dalam kondisi terbaik yaitu dalam keadaan syahid

Mereka insya Allah tergolong wafat dalam keadaan syahid karena dua alasan:

Pertama, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggolongkan ibadah haji sebagai jihad

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ عَلَى النِّسَاءِ مِنْ جِهَادٍ؟ 

“Wahai Rasulullah, apakah para wanita wajib berjihad?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيْهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

“Mereka diwajibkan jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah” [Shahih At-Targhib no. 1099]

Kedua, karena mereka wafat disebabkan oleh reruntuhan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الشهداء خمسة المطعون والمبطون والغرق وصاحب الهدم والشهيد في سبيل الله

“Orang-orang yang mati syahid ada lima: wafat disebabkan oleh wabah penyakit, wafat disebabkan oleh penyakit perut, wafat karena tenggelam, wafat karena tertimpa reruntuhan dan syahid di jalan Allah” [HR. Al-Bukhari no. 2674 (3/1041) dan Muslim no. 1914 (3/1521)]

Para ulama yang tergabung dalam Lembaga Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts wal Ilmiyyah wal Ifta’ pernah ditanya,

Pertanyaan Kedua dari Fatwa Nomor: 6564
Pertanyaan 2: Siapakah para syuhada itu? Berapa jumlahnya di dalam hadis? Apakah orang yang terkena epilepsi termasuk syahid? Sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadis bahwa seorang wanita meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar mendoakannya sembuh dari epilepsi, karena jika penyakit epilepsinya kambuh, dia sering membuka bajunya. Apakah ini umum untuk seluruh umat Muhammad, atau khusus bagi wanita tersebut?
Jawaban 2: Syahid yang hakiki adalah orang yang meninggal dunia ketika berperang di jalan Allah, atau terluka karena berperang hingga akhirnya meninggal dunia. Beberapa kematian yang tidak disebabkan oleh perang juga dinamakan "mati syahid". Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-orang yang mati syahid itu ada lima macam: (1) orang yang meninggal karena wabah penyakit tha'un, (2) orang yang meninggal karena sakit perut, (3) orang yang meninggal karena tenggelam, (4) orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan (benturan), dan (5) orang yang meninggal saat berjihad di jalan Allah."

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah juga menyatakan perkataan yang semakna dengan fatwa di atas[3]

Wafat dalam keadaan taat kepada Allah

Sering kita saksikan di sekitar kita, seorang yang mati dalam keadaan maksiat kepada Allah. Sebagian orang dimatikan saat berkaraoke ria, sebagian mati dalam keadaan berzina, sebagian mati saat menenggak minuman keras, wal’iyadzubillah..Sungguh beruntung saudara kita yang diwafatkan Allah dalam keadaan beramal shalih.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من قال لا إله إلا الله ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة ومن صام يوما ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة ومن تصدق بصدقة ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة

“Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan menyatakan [لا إله إلا الله] seraya mengharapkan wajah Allah, maka ia masuk surga. Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan puasa seraya mengharap wajah Allah, maka ia masuk surga. Barangsiapa yang menutup (akhir kehidupannya –pen) dengan bersedekah seraya mengharapkan wajah Allah, maka ia masuk surga” [HR. Ahmad no. 23372 (5/391) dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 985 (1/238)

Semoga Allah menerima amal ibadah mereka, mengampuni dosa-dosanya, mewafatkan mereka dalam keadaan khusnul khatimah, menggolongkan mereka dalam jajaran syuhada’, serta memberikan ketabahan kepada keluarga yang ditinggalkan. Bagi korban yang selamat, semoga Allah memberikan kesembuhan kepada mereka, agar dapat melalui rangkaian ibadah haji dengan lancar, serta pulang ke negerinya dengan predikat mabrur dalam keadaan  diampuni dosa-dosanya, amin...





[1] News_Sa24

[2] Zaadul Ma’ad, 1/390

[3] Silsilah Al-Huda wan Nur, kaset no. 793 menit  ke- 39