Wednesday, May 13, 2015

Gaji Pegawai yang Suka Bolos Kerja, Halalkah?

Tanya:

كنت موظفا في إمارة إحدى القرى التي تبعد عن منزلي نحو (75كم)، طريق صحراوي وعر، وعندما كنت أتردد لحقتني مشقة، فقلت لأمير المنطقة: ائذن لي أن أداوم يومين في الأسبوع، فكان يأذن لي في بعض الأيام وبعضها لا يأذن لي، ومضى على ذلك عامان، فما حكم الأيام التي كنت أتغيب فيها من غير إذن من أمير المنطقة؟

“Aku seorang pegawai salah satu gedung di suatu kota, jarak tempat kerja dari rumahku sekitar 75 kilometer melewati gurun dan lembah. Suatu saat, aku merasa terbebani sehingga ragu (akan berangkat kerja). Aku berkata kepada wali kota: ‘ijinkan aku hanya bekerja dua hari setiap minggu’. Kemudian ia memberikan ijin padaku beberapa hari, namun beberapa hari yang lain tidak diijinkan, selama dua tahun keadaanku seperti ini. Apa hukum hari-hari saat aku bolos kerja tanpa memperoleh ijin dari wali kota?

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

الأيام التي تتغيب فيها عن عملك بدون إذن لا يحل لك أن تأخذ ما يقابلها من الراتب؛ لأن الراتب في مقابلة عمل، فإذا أتممت العمل استحققت الراتب كاملا، وإن نقصت لم تستحقه كاملا، وإذا كنت الآن أخذت الراتب كاملا بدون خصم فالواجب عليك أن ترده إلى من أخذته منه إن أمكن، وإن كنت تخشى من المسئولية والتعب فتصدق به تخلصا منه أو أدخله في عمارة مسجد في إصلاح طريق لتسلم من إثمه.

Sunday, May 3, 2015

Bagaimana Menyusun Shaf dalam Shalat, Dimulai dari Tengah atau Sudut Kanan?

Tanya:

Dalam satu ruangan ada 12 orang,dan shaf pertama hanya cukup untuk 9 orang,dan 3 orang lagi membuat shaf baru,pertnyaan saya posisi untuk 3 orang tadi dimana,

1. Apakah di tengah,tepat di belakang shaf pertama orang yang di belakang imam.

2. Apakah di sudut sebelah kanan.

3. Apakah di sudut di sebelah kiri…


mohon di beri ilmu nya,agar bermanfaat baik di dunia dan akhirat.

dan kalau tidak keberatan,mohon di perjelaskan alasannya,


Jawab:

Menyusun shaf dimulai persis di belakang imam, bukan di sudut kanan maupun sudut kiri. Dalil dalam permasalahan ini adalah beberapa riwayat berikut:

Pertama, dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengunjungi rumahnya, lalu bersabda:

أَيْنَ تُحِبُّ أَنْ أُصَلِّيَ لَكَ مِنْ بَيْتِكَ ؟

“Untuk memenuhi permintaamu, dimana tempat yang engkau sukai aku shalat di rumahmu?”

‘Itban radhiyallahu ‘anhu berkata:

 فَأَشَرْتُ لَهُ إِلَى مَكَانٍ ، فَكَبَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْنَا خَلْفَهُ ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ .

“Maka aku memberikan isyarat beliau ke suatu tempat, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir, kami membuat shaf di belakangnya, lalu beliau shalat dua raka’at. [HR. Al-Bukhari no.424 dan Muslim no. 33]

Kedua, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ ، وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا ، فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ

“…maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri, aku dan anak yatim membuat shaf di belakang beliau, seorang perempuan tua berdiri di belakang kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua raka’at kemudian pergi” [HR. Al-Bukhari no. 380 dan Muslim no. 658]

An-Nawawi rahimahullah berkata:

أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الاعْتِدَالُ فِي الصُّفُوفِ . فَإِذَا وَقَفُوا فِي الصَّفِّ لا يَتَقَدَّمُ بَعْضُهُمْ بِصَدْرِهِ أَوْ غَيْرِهِ وَلا يَتَأَخَّرُ عَنْ الْبَاقِينَ , وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُوَسِّطُوا الإِمَامَ

“Disunahkan seimbang dalam shaf. Apabila berdiri di shaf, tidak boleh terlalu maju maupun terlalu mundur dari jamaah lain dengan dada atau anggota badan yang lain. Disunahkan (berdiri) di tengah imam” [Al-Majmuu’, 4/192]

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:

يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقِفَ الإِمَامُ فِي مُقَابَلَةِ وَسَطِ الصَّفِّ ; لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : ( وَسِّطُوا الإِمَامَ , وَسُدُّوا الْخَلَلَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُد

“Imam disunahkan berdiri di tengah shaf, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “(jadikanlah shaf) di tengah imam dan tutuplah celah yang kosong”. (HR. Abu Daud)[1]” [Al-Mughniy, 2/27]

Asy-Syaukani rahimahullah berkata:

والاثنان فصاعداً خلفه في سَمْته
وأما اعتبار أن يكونا في سَمْته فهو معنى كونهما خلفه ، وأنهما لو وقفا في جانبٍ خارجٍ عن سَمْته لم يكونا خلفه

“Dua orang atau lebih (berdiri) di tengah imam, maksud di tengah imam adalah di belakangnya. Seandainya mereka berdua berdiri di samping, bukan di tengah, mereka tidaklah dianggap berada di belakang nabi” [As-Sailul Jarrar, 1/261]

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:

الصف يبدأ من الوسط مما يلي الإمام ، ويمين كل صف أفضل من يساره ، والواجب ألا يبدأ في صف حتى يكمل الذي قبله ، ولا بأس أن يكون الناس في يمين الصف أكثر ولا حاجة إلى التعديل

“Shaf dimulai dari tengah persis di belakang imam. Shaf kanan tiap barisan lebih utama dari shaf kiri. Yang wajib, tidak diperkenankan memulai shaf baru hingga shaf depannya telah sempurna. Tidak apa-apa shaf sebelah kanan lebih banyak dari shaf sebelah kiri, tidak harus seimbang.” [Majmuu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/205]

Barangkali sebagian orang yang memulai shaf dari sudut kanan, mereka beranggapan bahwa shaf sebelah kanan lebih utama (afdhal) dari shaf sebelah kiri. Permasalahan keutamaan shaf kanan dan bagaimana permulaan menyusun shaf, keduanya merupakan permasalahan yang berbeda, agar lebih jelas, perhatikan dua kondisi berikut:

Kondisi pertama, saat memulai shaf baru, harus dimulai dari posisi tengah imam, karena demikianlah yang ditunjukkan dalam hadits, amalan para sahabat nabi dan penjelasan para ulama

Kondisi kedua, saat shaf telah terisi (dimulai dari tengah), lalu datang salah seorang jamaah shalat, maka menyempurnakan shaf yang kanan lebih utama baginya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
  
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوْفِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada (orang yang berada) di shaf-shaf sebelah kanan” [HR. Abu Daud no. 676, Ibnu Majah no. 1005, Al-Baihaqi no. 4980 dan Ibnu Hibban no. 2160]

Hadits ini dinilai hasan atau shahih oleh Ibnu Hajar[2], An-Nawawi[3], Al-Mundziri[4], Al-Albani[5] dan Al-Arna’uth[6] rahimahumullah


Allahua'lam, semoga bermanfaat



[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud no. 681, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, namun hadits tersebut dha’if, dilemahkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Dha’if Sunan Abu Daud

[2] Fathul Bari, 2/213

[3] Riyadhus Shalihin bab [فضل الصف الأول والأمر بإتمام الصفوف الأُوَل وتسويتها والتراصّ فِيهَا]

[4] At-Targhib wat Tarhiib, 1/189

[5] Silsilah Ash-Shahihah, 5/274

[6] Al-Ihsaan fi Taqriib Shahih Ibnu Hibban, 5/530