Saturday, November 29, 2014

Wasiat Asy-Syaikh Ibnu Baz Kepada Penuntut Ilmu di Madinah

Amir bin Ahmad Qarawi berkata: dari saudaraku dan guruku Asy-Syaikh Abdullah bin Ghaliy As-Sihliy, dari Asy-Syaikh  Abu Hamzah Marwan bin Hamzah Alu Farghal, beliau berkata:

حضرت اخر دورة للإمام ابن باز في الطائف فخرجت مع الشيخ رحمه الله لأسلم عليه وقد كنت على سفر فقلت للشيخ أنا من المدينة ومسافر فهل توصيني شيخنا بشيء؟

“Aku menghadiri Daurah Al-Imam Ibnu Baz yang terakhir di Thaif.  Aku pun keluar bersama Asy-Syaikh rahimahullah untuk menyampaikan salam pada beliau, saat itu aku dalam keadaan safar. Aku berkata kepada Asy-Syaikh: ‘Aku seorang musafir yang berasal dari Madinah, apakah engkau ingin menyampaikan wasiat untukku wahai syaikh kami?"

Sambil memegang tanganku, Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata:

وقال ثلاثا: عليك بالعباد...عليك بالعباد...عليك بالعبلد

“Hendaklah engkau bersama (Asy-Syaikh Abdul Muhsin) Al-Abbad... hendaklah engkau bersama Al-Abbad... hendaklah engkau bersama Al-Abbad… (tiga kali)”

Friday, November 28, 2014

Istri Sedang Qadha Puasa Ramadhan Disetubuhi oleh Suami, Apakah Berdosa dan Wajib Kaffarah?

Penanya:

“Apakah suami berdosa apabila bersetubuh dengan istrinya, saat sang istri sedang membayar hutang puasa Ramadhan (di luar bulan Ramadhan)?


Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah:

“Apakah istri mengqadha puasanya setelah mendapatkan izin dari suami?”

Penanya:

“iya”

Asy-Syaikh:

“Suami tersebut berdosa, karena ia merusak puasa istrinya. Namun tidak wajib bagi keduanya membayar kaffarah, ia hanya membatalkan puasanya.”

Penanya:

“Apakah perbuatannya itu termasuk dosa besar?”

Asy-Syaikh:

“Aku tidak mengetahui ancaman khusus dalam masalah ini. Dosa yang tidak ada ancaman khusus bukan termasuk dosa besar”


Teks fatwa:
حكم من جامع امرأته وهي تقضي صيامها

السؤال
 يا شيخ! الذي يجامع امرأته وهي تقضي صيامها، هل هو آثم؟

الجواب
 هل هي تقضي بإذنه أم بغير إذنه؟ السائل: بإذنه.
الشيخ: نعم.
هو آثم؛ لأنه أفسد عليها صومها؛ لكن ليس فيه كفارة عليها ولا عليه؛ لأنه مفطر.
السائل: لكن فعله هل هو من الكبائر أم لا يدخل في ذلك؟ الشيخ: لا أعلم فيه وعيدا خاصا، والذنب إذا لم يكن عليه وعيد خاص فلا يكون من الكبائر


Sumber: Liqa’ Al-Baab Al-Maftuuh, 21/27 

Saturday, November 22, 2014

Kedustaan Syiah Terhadap Allah, Malaikat, Para Nabi dan Rasul

1) Salah seorang imam Syiah, Al-Majlisiy berkata: “Bab Mereka (Para Imam Syi’ah) Lebih Berilmu dari Para Nabi ‘alaihimussalam”[1]. Kemudian imam Syi’ah tersebut membawakan beberapa riwayat dusta:

Riwayat pertama:  

Abu Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Tuhan Ka’bah ini –tiga kali- , seandainya aku berada di antara Musa dan Khidhir, sungguh aku akan memberitahukan pada mereka bahwa aku lebih berilmu dari mereka, aku akan menceritakan berita yang tidak mereka ketahui”[2]

Riwayat kedua:

Abu Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah, tidaklah Adam diciptakan Allah dengan tangan-Nya, tidak pula ditiupkan ruhnya, kecuali dengan kekuasaan Ali. Tidaklah Allah berbicara kepada Musa kecuali dengan kekuasaan Ali”[3]

Riwayat ketiga:

Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Allah menunjukkan kekuasaanku kepada penduduk langit dan bumi, orang yang mengakui akan mengakuinya dan orang yang mengingkari akan mengingkarinya. Yunus mengingkarinya, sehingga ia dipenjarakan oleh Allah dalam perut ikan hingga ia mengakui kekuasaanku”[4]

Riwayat keempat:

Ketika Ayub ‘alaihissalam ragu terhadap kekuasaan Ali, Allah berfirman kepadanya: “Demi kemuliaanku, sungguh Aku akan memberikan siksaan padamu dengan azabku hingga engkau bertaubat kepada-Ku dengan taat kepada Amirul Mukminin”[5]

Bolehkah Memutuskan Shalat Sunah Tanpa Udzur?

Tanya:

فضيلة الشيخ! بالنسبة لصلاة النفل هل يجوز للإنسان أن يقطعها بدون عذر إذا شرع فيها؟

“Syaikh yang mulia, ketika seorang telah memulai shalatnya, bolehkah ia memutuskan shalat sunah tanpa udzur?”

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

قال أهل العلم رحمهم الله: كل من دخل في نفل فله أن يقطعه؛ لأنه نفل، والاستمرار فيه نفل لكنه يكره أن يقطعه لغير غرض صحيح، واستدلوا لذلك: ( أن النبي صلى الله عليه وسلم قطع صومه حين دخل على أهله ووجد عندهم طعاما فقال: أرينيه فلقد أصبحت صائما فأكل ).

واستدلوا أيضا: بأن النفل زيادة، إن جاء بها الإنسان فهو أكمل، وإن لم يأت بها فلا حرج عليه، إلا أنه يستثنى من ذلك الحج والعمرة، فإن الشروع في نفلهما ملزم، ولهذا سمى الله تعالى ذلك نذرا وقال: { وليوفوا نذورهم } [الحج:29] وقال تعالى: { وأتموا الحج والعمرة لله فإن أحصرتم فما استيسر من الهدي } [البقرة:196] قال ذلك قبل أن يفرض الحج والعمرة، ولكن كما قلت لك: لا ينبغي أن يقطعه إلا لغرض صحيح.

“Para ulama rahimahumullah menyatakan bahwa setiap orang boleh memutuskan amalan sunah, karena hukumnya hanya sunah, meskipun menyempurnakan amalan tersebut lebih utama. Namun hukumnya makruh apabila ia memutuskan amalan sunah tanpa ada tujuan yang dibenarkan.

Para ulama yang memperbolehkannya berdalil dengan perbuatan Nabi shallallau ‘alaihi wasallam saat beliau menemui sebagian istri beliau, lalu mendapati makanan yang terhidang di sisinya. Beliau bersabda:

أرينيه فلقد أصبحت صائما

“Bawa ke sini makanan itu, sungguh aku tadi pagi dalam keadaan berpuasa”. Lalu beliau makan dan memutuskan puasanya. [1]

Alasan yang kedua karena amalan sunah hanyalah tambahan (dari yang wajib –pen). Apabila seseorang melakukan amalan sunah, maka ia melakukan sesuatu yang lebih sempurna, dan tidak mengapa apabila ia meninggalkannya, kecuali ibadah Haji dan Umrah.

Apabila seorang telah masuk dalam ibadah Haji dan Umrah, ia harus menyempurnakannya. Oleh karena itu, Allah ta’ala menamakan kedua ibadah tersebut dengan nazar dalam firman-Nya:

وليوفوا نذورهم

Hendaklah mereka menunaikan nazar-nazarnya”.[2]  [QS. Al-Hajj: 29]

Demikian pula firman Allah:

وأتموا الحج والعمرة لله فإن أحصرتم فما استيسر من الهدي

Sempurnakanlah Haji dan Umrah karena Allah. Apabila kalian terhalang, maka (sembelihlah) kurban yang mudah (bagimu)” [QS. Al-Baqarah: 196]

Allah telah memerintahkan untuk menyempurnakan Haji dan Umrah sebelum 
Allah mewajibkan kedua ibadah tersebut. Namun sebagaimana telah aku katakan sebelumnya, tidak sepantasnya ia memutuskan amalan sunah kecuali jika terdapat tujuan yang dibenarkan.” [Liqa’ Al-Baab Al-Maftuuh, 6/27]






[1] HR. Muslim (3/159), Abu Daud no. 2455, An-Nasa’i (1/319), Ahmad (6/49), Ibnu Khuzaimah no. 2141 dan 2142, Ad-Daraquthni no. 236, Al-Baihaqi (4/275) dan lainnya

[2] Berikut kelanjutan ayatnya:

وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيق

Hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazarnya dan hendaklah mereka melakukan thawaf di baitul ‘atiiq (Ka’bah)” [QS. Al-Hajj: 29]

Asy’ariyyah Termasuk Ahlus-Sunnah... (Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

Tanya:

فضيلة الشيخ! هل الأشاعرة من أهل السنة والجماعة ؟ نرجو التوضيح

“Syaikh yang mulia, apakah Asy’ariyyah termasuk dari Ahlus-sunnah? Kami membutuhkan penjelasan”

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

الأشاعرة من أهل السنة والجماعة فيما وافقوا فيه أهل السنة والجماعة ، وهم مخالفون لـ أهل السنة والجماعة في باب الصفات؛ لأنهم لا يثبتون من صفات الله إلا سبع صفات، ومع هذا لا يثبتونها على الوجه الذي أثبتها عليه أهل السنة ، فلا ينبغي أن نقول هم من أهل السنة على الإطلاق، ولا أن ننفي عنهم كونهم من أهل السنة على الإطلاق، بل نقول: هم من أهل السنة فيما وافقوا فيه أهل السنة ، وهم مخالفون لـ أهل السنة فيما خالفوا فيه أهل السنة ، فالتفصيل هو الذي يكون به الحق، وقد قال الله تعالى: { وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا } [الأنعام:152]، فإخراجهم من أهل السنة مطلقاً ليس من العدل، وإدخالهم في أهل السنة بالإطلاق ليس من العدل أيضاً، والواجب أن يعطى كل ذي حقٍ حقه.

Sunday, November 16, 2014

Hukum Maju Mendekati Sutrah Saat Shalat (Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz)

Tanya:

أرى البعض من الشباب إذا سلم الإمام من الصلاة وبقي على هذا الشاب بعض الركعات فإنه يتقدم بعض الخطوات إلى الأمام؛ لكي يمنع المارين عن المصلين الآخرين، فهل فعله هذا صحيح، وهل خطواته تلك تبطل الصلاة؟

“Ketika imam telah salam dari shalatnya, aku melihat sebagian pemuda maju ke depan beberapa langkah, kemudian menyempurnakan rakaat yang tertinggal. Hal itu dilakukan agar terhindar dari orang-orang yang hendak lewat di depannya. Apakah perbuatan ini dibenarkan? Apakah langkah-langkah itu membatalkan shalat?

Jawab:

Asy-Syaikh Abdul Aziiz bin Baaz (Ketua Lembaga Fatwa Al-Lajnah Ad-Da'imah) rahimahullah menjawab:

لا يضره إن شاء الله، خطوات يسيرة حتى يمر الناس من وراءه لا يضره ذلك إن شاء الله إن كان بقي عليه صلاة قضى، لكن كونه يبقى في مكانه ويصلي في مكانه الحمد لله، أولى من التقدم.
“Perbuatan itu tidak apa-apa insya Allah. Langkah-langkah pendek yang ia lakukan agar orang-orang bisa lewat di belakangnya, hal itu tidak memberikan pengaruh pada shalatnya insya Allah. Hendaklah ia menyempurnakan shalatnya, jika masih ada rakaat yang tertinggal. Namun lebih utama jika ia tetap berada pada tempatnya, ia shalat di tempatnya daripada maju ke depan (mendekati sutrah -pen) Alhamdulillah. [Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb]

Sumber: di sini

NB: Sutrah adalah pembatas shalat. Seorang yang hendak shalat disunahkan untuk mendekati sutrah sebagai pengamalan terhadap sunah nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sutrah tersebut bisa berupa dinding, tiang dan semisalnya. Tujuan dijadikannya sutrah, agar seorang yang shalat bisa mencegah orang yang akan lewat diantara dirinya dan sutrah.

Friday, November 14, 2014

Kapankah Seorang Dianggap Israaf (Berlebih-lebihan) Membelanjakan Harta?

Penanya: 

“Seorang membeli pakaian seharga 300 real (Rp 900.000,- pen), padahal di sana terdapat pakaian seharga 50 real yang kualitasnya tidak kalah dari pakaian yang pertama. Di sana juga terdapat berbagai merek baju produk Jepang, Inggris, dan semisalnya. Apakah perbuatan ini termasuk israaf?”


Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin:

“Aku tidak tahu produk Jepang dan semisalnya, ia membeli pakaian yang lebih mahal tentu karena pakaian itu lebih berkualitas”


Penanya:

“Tapi syaikh, pakaian yang lebih murah ini juga bagus, bisa dipakai dalam jangka waktu bertahun-tahun. Bisa jadi, pakaian yang ia beli seharga 300 real itu hanya dipakai selama setahun, kemudian dibuang”

Wednesday, November 12, 2014

Hukum Shalat Berjama’ah Bagi Wanita, Sunah atau Mubah? (Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

Tanya:

هل يجوز للمرأة أن تؤم غيرها من النساء في الصلاة ؟

“Apakah diperbolehkan bagi wanita untuk mengimami shalat wanita yang lain?”

Jawab:

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab:

يجوز للنساء أن يصلين جماعة ولكن هل هذا سنة في حقهن أم مباح؟ بعض العلماء يقول إنه سنة وبعض العلماء يقول إنه مباح والأقرب أنه مباح لأن السنة ليست صريحة في ذلك فإذا أقمن الصلاة جماعة فلا بأس وإذا لم يقمن الصلاة جماعة فهن لسن من أهل الجماعة

“Diperbolehkan bagi para wanita untuk mendirikan shalat berjama’ah. Apakah shalat berjama’ah bagi mereka dihukumi sunah atau mubah? Sebagian ulama berpendapat sunah, sedangkan ulama yang lain berpendapat mubah. 

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran menurutku, shalat berjama’ah bagi wanita hukumnya mubah, karena tidak ada dalil tegas dalam hadits yang menunjukkan sunahnya. Apabila mereka ingin mendirikan shalat jama’ah, silahkan. Demikian pula apabila mereka tidak mendirikan shalat jama’ah, maka tidak apa-apa, karena mereka memang tidak diwajibkan shalat berjama’ah”

Sumber: Liqaa’ Al-Baab Al-Maftuuh, 1/35

Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin Tentang Foto Pemandangan dan Foto Manusia

Penanya: 

“Wahai syaikh, apa pendapatmu tentang penggunaan kamera video untuk membuat video pemandangan alam saat berada dalam perjalanan?”

Asy-Syaikh: 

”Aku berpendapat bahwa penggunaan alat-alat perekam video ini tidak apa-apa saat berada dalam perjalanan, jika hal itu mengandung maslahat, sebab suatu perjalanan tentu menghabiskan harta, tenaga dan waktu. Meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat adalah sebuah manfaat. Apabila penggunaan kamera video itu mengandung manfaat, maka tidak apa-apa.”

Penanya: 

“Apabila kamera video itu digunakan untuk merekam manusia, bolehkah?”

Asy-Syaikh: 

“Adapun merekam foto manusia atau hewan, engkau telah mengetahui bahwa hukum permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama, engkau menjauhi perbuatan tersebut lebih utama.  Sebab dikhawatirkan di masa yang akan datang, kamera itu akan digunakan dalam hal-hal yang diharamkan.”

Sumber: Liqa’ Al-Baab Al-Maftuuh, 1/7

Teks fatwa:

س : ما رأيك يا شيخ في اصطحاب (كاميرا الفيديو) في أثناء الرحلات البرية لتصوير المناظرة الطبيعية؟

ج :  الذي أرى أن اصطحاب هذا التسجيل بالفيديو في الرحلات لا بأس به للمصلحة لأنك تعرف أن هذا يستنفد مالا وجهدا وزمنا والشيء الذي يضيع بلا فائدة تركه فائدة أما إذا كان فيه فائدة فلا بأس

س : وإذا كانت تصوير الأشخاص ؟


ج : أما صورة الادمي أو الحيوان فأنت تعرف ما فيه من الخلاف فتجنبه أولى لأنه يخشى ولو في المستقبل البعيد أن يلزم منه محظور

Saturday, November 8, 2014

Menyingkap Dunia Setan

Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ النّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْخَيْرِ. وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشّرِّ. مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي

Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir keburukan itu akan menimpaku...” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Perlu kiranya kita mengenal dunia setan, agar kita tidak tertipu olehnya, tidak hanyut dalam tipu dayanya, serta tidak terjerat oleh langkah-langkahnya dalam menyesatkan manusia. Berikut adalah beberapa point permasalahan yang berkaitan dengan setan: