Wednesday, January 29, 2014

Meninggalkan Amal Karena Manusia yang Tidak Termasuk Riya

Tanya:

Di kantor ketika berhadapan atasan, kita hendak melakukan kebaikan dengan cara menyampaikan dalil (hadits). namun tidak jadi kita lakukan karena kita malu kepada atasan apabila nanti dibilang sok alim. apakah ini termasuk syirik karena kita membatalkan amal baik karena malu pada manusia (malu dibilang sok alim)

Jawab:

Ternukil dari Al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah perkataan berikut

ترك العمل من أجل الناس رياء، والعمل من أجل الناس شرك

Meninggalkan amal karena manusia termasuk riya, sedangkan beramal karena manusia merupakan kesyirikan”

Namun apakah hal itu berlaku secara mutlak? sedangkan diriwayatkan juga dari ulama salaf bahwa mereka terkadang menyembunyikan amal shalih di hadapan manusia.

Budak perempuan Ar-Rabii’ bin Khutsaim berkata: “Ar-Rabii’ suka beramal secara sembunyi-sembunyi. Ketika ada orang datang menemuinya, ia segera menutup mushafnya yang sedang ia buka.”

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Ibrahim An-Nakha’i ketika membaca mushaf, lalu ada orang yang masuk menemuinya, maka ia menutup mushafnya.”

Tuesday, January 28, 2014

2 Perbedaan Taubat dan Istighfar, Bolehkah Memintakan Ampun Untuk Orang Kafir yang Masih Hidup?

Abu Hilal Al-‘Askari rahimahullah berkata:

الاستغفار طلب المغفرة بالدعاء, والتوبة, أو غيرهما من الطاعة

“Istighfar adalah memohon ampun dengan doa, taubat atau selain keduanya dari amalan ketaatan” [Al-Furuuq fi Al-Lughah,1/48]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

الاستغفار المفرد كالتوبه بل هو التوبه بعينها مع تضمنه طلب المغفره من الله وهو محو الذنب وازالة اثره ووقاية شره

“Istighfar jika penyebutannya disendirikan, maknanya sama dengan taubat yaitu memohon ampun pada Allah untuk menghapus dosa, menghilangkan pengaruh dosa serta meminta perlidungan dari kejelekannya” [Madaarijus Salikin, 1/307]

Dari dua perkataan ulama di atas diketahui bahwa makna istighfar dan taubat adalah satu jika masing-masing disebutkan secara bersendirian. Namun jika disebutkan secara bersamaan, keduanya memiliki beberapa perbedaan:

Pertama, Istighfar hanya memohon ampun pada Allah dari dosa, sedangkan taubat memiliki tambahan syarat yang harus terpenuhi yaitu tekad kuat untuk tidak mengulangi dosa

Abul-Husain Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata:

التوبة هي: الندم على ما فرط في الماضي، والعزم على الامتناع منه في المستقبل والاستغفار: طلب الغفران لما صدر منه، ولا يجب فيه العزم في المستقبل

“Taubat adalah menyesali perbuatan dosa di masa lalu disertai tekad kuat untuk meninggalkannya di masa mendatang, sedangkan istighfar adalah memohon ampun atas dosa-dosa yang ia perbuat di masa lalu, tanpa ada tekad kuat untuk tidak mengulanginya di masa mendatang” [Mura’atul Mafaatih, 8/3]

Kedua, Istighfar hanya memohon ampun atas dosa yang telah lalu, sedangkan taubat disertai perlindungan dari pengaruh dosa itu di masa yang akan datang.

Ibnul Qayim rahimahullah berkata:

وأما عند اقتران احدى اللفظتين بالاخرى فالاستغفار
وقاية شر ما يخافه في المستقبل من سيئات أعماله

“Adapun jika keduanya disebutkan bersamaan, maka istighfar bermakna memohon ampun dari kejelekan dosanya di masa lalu, sedangkan taubat bermakna rujuk dan memohon perlindungan dari hal yang ditakutkan serta pengaruh buruk dosanya di masa mendatang” [Madaarijus Salikin, 1/308]

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:


فان اقترن به توبه فهو الاستغفار الكامل الذي رتبت عليه المغفره وان لم
تقترن به التوبه فهو دعاء من العبد لربه أن يغفر له فقد يجاب دعاؤه وقد لا يجاب

“Jika istighfar disertai dengan taubat, maka istighfar yang dimaksud adalah istighfar sempurna yang mendatangkan ampunan. Namun jika istighfar tersebut tidak disertai taubat, maka maknanya adalah doa seorang hamba pada Rabb-Nya agar ia diampuni. Bisa jadi doanya dikabulkan, atau bisa jadi doanya tidak terkabul.” [Taisiir Al-Lathiif Al-Mannan, 2/121]

Beberapa Hukum Yang Berkaitan dengan Taubat dan Istighfar

1. Allah mencintai orang-orang yang bertaubat

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri” [QS. Al-Baqarah: 222]

2. Taubat hukumnya wajib bagi setiap muslim

Allah ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Wahai orang-orang yang beriman, taubatlah kalian kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang benar –pen)” [QS. At-Tahriim: 8]

3. Taubat nasuha dapat menghapuskan seluruh dosa baik dosa kecil maupun dosa besar, sebesar apapun dosa itu dan sebanyak apapun dosanya.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas kepada diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sungguh Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. Az-Zumar: ]

4. Taubat merupakan sebab keberuntungan dan kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat

Allah ta’ala berfirman:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Bertaubatlah kalian pada Allah seluruhnya wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung” [QS. An-Nuur: 31]

5. Pintu taubat selalu terbuka hingga nyawa belum sampai tenggorokan dan senantiasa terbuka hingga matahari terbit dari arah barat

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat dosa di siang hari, Dia juga membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat dosa di malam hari. Hal itu terus-menerus berlangsung hingga matahari terbit dari arah baratnya” [HR. Muslim no. 2759]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يقبل توبة العبد ما لم يغرغر

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum sampai tenggorokan” [HR. At-Tirmidzi no. 3537, Ibnu Majah no. 4253, Ahmad no. 6165 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi, 8/37]

6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu hari membaca istighfar dan bertaubat sebanyak 100 kali. Padahal seluruh dosa beliau baik di masa lalu maupun di masa mendatang telah diampuni oleh Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة

“Demi Allah sungguh aku membaca istighfar dan bertaubat pada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali” [HR. Al-Bukhari no. 6307]

Dalam riwayat yang lain disebutkan,

فإني أتوب في اليوم مائة مرة

“Sungguh aku bertaubat dalam sehari 100 kali” [HR. Muslim no. 2702]

Berapa kali Anda membaca istighfar dan bartaubat dalam sehari?

7. Diharamkan memintakan ampun untuk orang-orang yang mati dalam keadaan kafir

Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim.” [QS. At-Taubah: 113]

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع

“Adapun melakukan shalat untuk orang kafir dan mendoakan ampunan untuknya, maka hukumnya haram berdasarkan nash Al-Qur’an dan ijma’ ” [Al-Majmuu', 5/120]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع

“Sesungguhnya memintakan ampun untuk orang-orang kafir tidak diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ “ [Majmuu’ Al-Fatawa,12/489]

8. Diperbolehkan memintakan ampun untuk orang-orang kafir yang masih hidup

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim.” [QS. At-Taubah: 113]

Seorang kafir yang masih hidup belum diketahui dengan jelas bagaimanakah akhir kehidupan mereka, bisa jadi di akhir hayatnya ia mendapatkan hidayah lalu masuk Islam. Sehingga larangan dalam ayat di atas tidak berlaku karena keadaan mereka belum jelas. Belum ada kepastian bahwa mereka adalah penghuni neraka Jahim ketika mereka masih hidup di dunia.

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata:

ذلك لا يتبينه أحد إلا بأن يموت على كفره، وأما هو حي فلا سبيل إلى علم ذلك، فللمؤمنين أن يستغفروا لهم

Karena tidak ada yang dapat memastikan (bahwa ia merupakan penghuni neraka -pen), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya. Adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yang bisa mengetahui hal itu, sehingga diperbolehkan bagi kaum mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka. [Tafsir Ath-Thabari, 12/26]

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانُوا يَسْتَغْفِرُونَ لِمَوْتَاهُمْ فَنَزَلَتْ فَأَمْسَكُوا عَنِ الِاسْتِغْفَارِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْأَحْيَاءِ حَتَّى يَمُوتُوا

Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun bagi orang-orang yg masih hidup hingga mereka meninggal”. [Jaami’ Ahkaam Al-Qur’an, 10/400]

Juga dalam riwayat Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia bercerita:

شهدت النبي – صلى الله عليه وسلم – حين كُسِرت رباعِيتُهُ وجُرح وجهه وهُشمت البيضة على رأسه، وإني لأعرف من يغسل الدم عن وجهه، ومن ينقل عليه الماء، وماذا جعل على جرحه حتى رقأ الدم؛ كانت فاطمة بنت محمد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – له تغسل الدم عن وجهه، وعلي- رضي الله عنه- ينقل الماء إليها في مِجنَّةٍ، فلما غسلت الدم عن وجه أبيها أحرقت حصيراً، حتى إذا صارت رماداً أخذت من ذلك الرماد، فوضعته على وجهه حتى رقأ الدم، ثم قال يومئذ: اشتد غضب الله على قوم كلموا وجه رسول الله – صلى الله عليه وسلم. ثم مكث ساعة، ثم قال: اللهم! اغفر لقومي؛ فإنهم لا يعلمون
“Aku telah menyaksikan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helm perang di kepalanya pecah… sungguh aku juga tahu siapa yg mencuci darah dari wajahnya, siapa yg mendatangkan air kepadanya, dan apa yg ditempatkan dilukanya hingga darahnya mampet… Adalah Fatimah putri Muhammad utusan Allah yg mencuci darah dari wajah, dan Ali -rodliallohu anhu- yg mendatangkan air dalam perisai… maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah beliau, hingga darahnya mampet… ketika itu beliau mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yg melukai wajah Rosulullah”… lalu beliau diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. [HR. Ath-Thabarani dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 7/531]

NB: dua point terakhir diringkas dari tulisan Al-Ustadz Musyaffa, MA hafizhahullah. Wabillahittaufiq



Ditulis oleh Abul-Harits di Madinah, 27 Rabii’ul Awwal 1435

Sunday, January 26, 2014

10 Tempat dan Waktu yang Disyariatkan Membaca Istighfar

Istighfar disyariatkan terus-menerus dibaca setiap waktu, namun terdapat beberapa tempat dan waktu khusus yang ditekankan bagi seorang muslim untuk membaca istighfar.

1. Setelah berwudhu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ تَوَضَّأَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ، يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ.

Barangsiapa yang berwudhu lalu mengucapkan, ‘Asyhadu allaa ilaaha illallohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhu‘ (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya), maka dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan. Ia bisa masuk dari pintu manapun yang diinginkannya.” [HR. Muslim]

Terdapat tambahan dalam riwayat At-Tirmidzi,

اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.

Allahummaj ‘alnii minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin” (Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri)”

Terdapat pula tambahan dalam riwayat An-Nasa’i

سبحانك اللهم وبحمدك، لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك

Subhaanakallohumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik(Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji kepadaMu. Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang haq selain Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu). [HR. An-Nasa’i dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 1/135]

2. Setelah tasyahud akhir sebelum salam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan pada Abu Bakr doa berikut,

قُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي، إِنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah allohumma innii zholamtu nafsii zhulman katsiiron walaa yaghfirudzdzunuuba illaa anta faghfirlii maghfirotan min ‘indika warhamnii innaka antal ghofuurur rohiim (Ya Allah, Sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Oleh karena itu, ampunilah dosa-dosaku dan berilah rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang)” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

3. Saat ruku’ dan sujud

Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يقول في ركوعه وسجوده: سبحانك اللهم ربَّنا وبحمدك، اللهم اغفر لي 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senatiasa berdoa dalam ruku’ dan sujudnya, subhaanakallohumma robbanaa wabihamdika allohummaghfirlii (Maha suci engkau ya Allah Rabb kami, dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah aku)” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

4. Saat dzikir setelah salam dalam shalat

Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا، وَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ». قال الوليد: فقلت للأوزاعي: كيف الاستغفار؟ قال: تقول: أستغفر الله، أستغفر الله.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika selesai dari shalatnya, beliau membaca istighfar tiga kali lalu berdoa allohumma antassalaam waminkassalaam tabaarokta yaa dzaljalaali wal ikroom. Aku berkata pada Al-Auza’i, bagaimana kita beristighfar? Beliau berkata: engkau membaca astaghfirulloh astaghfirulloh

5. Seusai melakukan wukuf di Arafah saat haji

Allah ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya manusia (di 'Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah: 99]

6. Saat terjatuh dalam dosa

Allah ta’ala berfirman:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ * وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ * أُوْلَـئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

Bersegeralah kalian pada ampunan dari Rabb-kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka mengingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. Balasan bagi mereka adalah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya, itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.” [QS. Ali Imran: 133-136]

Allah ta’ala juga berfirman:

وَمَن يَعْمَلْ سوءً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّهَ يَجِدِ اللّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا


Barangsiapa yang melakukan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. An-Nisaa: 110]

7. Pada waktu pagi dan petang

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي؛ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. مَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Sayyidul istighfar adalah engkau menyatakan allohumma anta robbii laa ilaaha illaa anta kholaqtanii wa ana ‘abduka wa ana ‘alaa ‘ahdika wawa’dika mastatho’tu ‘a’uudzubika min syarri maa shona’tu abuu’u laka bini’matika ‘alaiyya wa abuu’u bidzanbii faghfirlii fainnahuu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta. (Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku sedang aku adalah hamba-Mu, aku selalu di atas ikatan janji-Mu (yaitu selalu menjalankan perjanjian-Mu untuk beriman dan ikhlas dalam menjalankan amal ketaatan kepada-Mu) semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui nikmat-nikmat yang Engkau berikan padaku dan aku pun mengakui dosa-dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Engkau). Barangsiapa yang membacanya di waktu pagi serta meyakini apa yang terkandung di dalamnya, lalu mati pada hari itu sebelum masuk waktu petang, maka ia termasuk penduduk surga. Barangsiapa yang membacanya di waktu petang serta meyakini apa yang terkandung di dalamnya, lalu mati pada hari itu sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penduduk surga.” [HR. Al-Bukhari]


8. Seusai bermajelis sebelum berdiri dari majelisnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من جلس مجلسا كثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم من مجلسه ذلك: سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك، إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك

“Barangsiapa yang duduk dalam suatu majlis yang banyak terdapat kelalaina, kemudian ia membaca doa berikut sebelum bangun dari majelisnya, subhaanakallohumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika. Kecuali akan diampuni apa yang terluput dalam majelis tersebut” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi]

9. Saat berhadapan dengan musuh

Allah ta’ala berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَما وَهَنُوا لِما أَصابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَما ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَما كانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا وَإِسْرافَنا فِي أَمْرِنا وَثَبِّتْ أَقْدامَنا وَانْصُرْنا عَلَى الْقَوْمِ الْكافِرِينَ (147) فَآتاهُمُ اللَّهُ ثَوابَ الدُّنْيا وَحُسْنَ ثَوابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami. Tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. Dengan sebab itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” [QS. Ali Imraan: 146-148]

10. Saat terjadi gerhana

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata:

خَسَفَتْ الشَّمْسُ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ، فَأَتَى الْمَسْجِدَ فَصَلَّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ رَأَيْتُهُ قَطُّ يَفْعَلُهُ وَقَالَ: هَذِهِ الْآيَاتُ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنْ {يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ}، فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

“Terjadi gerhana matahari, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kaget serta khawatir akan terjadi hari kiamat. Beliau mendatangi masjid, lalu shalat dengan memanjangkan berdiri, ruku’ dan sujud. Aku belum pernah melihat nabi melakukannya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

هَذِهِ الْآيَاتُ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنْ {يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ}، فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

“Tanda-tanda yang berasal dari Allah ini bukanlah disebabkan oleh kematian seseorang ataupun karena kehidupan (kelahiran –pen) seseorang. Namun Allah hendak memberikan perasaan takut pada hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sesuatu darinya, maka sibukkanlah dengan berdzikir, berdoa dan istighfar pada-Nya” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


wabillahittaufiiq, semoga bermanfaat

Tuesday, January 21, 2014

7 Cara Agar Iman Kita Kuat dan Tidak Mudah Tergoda Syahwat

Tanya:

Bagaimana cara agar seorang memiliki keimanan yang kuat, melaksanakan perintah-perintah Allah dan takut terhadap azab-Nya?

Jawab:

Para ulama Al-Lajnah Ad-Da’imah yang beranggotakan Asy-Syaikh Abdul Aziiz bin Baz, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud dan Asy-Syaikh Abdurrazaq Afifi rahimahumullah menjawab:


يكون ذلك بتلاوة كتاب الله ودراسته وتدبر معانيه وأحكامه، وبدراسة سنة النبي صلى الله عليه وسلم ومعرفة تفاصيل الشريعة منها والعمل بمقتضى ذلك والتزامه عقيدة وفعلا وقولا، ومراقبة الله وإشعار القلب عظمته، وتذكر اليوم الآخر وما فيه من حساب وثواب وعقاب وشدة وأهوال وبمخالطة من يعرف من الصالحين ومجانبة أهل الشر والفساد. 
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد, وآله وصحبه وسلم.

“Diantara hal yang dapat menguatkan iman:

Pertama, Membaca Al-Qur’an, mempelajari serta mentaddaburi makna dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya

Kedua, Mempelajari sunah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengetahui rincian hukum-hukum syariat yang ada di dalamnya

Ketiga, Mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam aqidah (keyakinan), perbuatan serta perkataan

Keempat, Selalu merasa diawasi oleh Allah dan senantiasa mengingat keagungan Allah dalam hatinya

Kelima, Mengingat hari akhir beserta kejadian-kejadian yang akan ia alami berupa hisab, pahala, azab, kegoncangan dan kengerian

Keenam, Bergaul dengan orang-orang yang dikenal keshalihannya

Ketujuh, Menjauhi para pelaku kejelekan dan orang-orang yang gemar berbuat kerusakan.

Wabillahittaufiq, shalawat dan salam tercurah pada nabi kita Muhammad, pengikutnya dan para sahabatnya.”


Sumber: Fatawaa Al-Lajnah Ad-Da’imah no. 3942 pertanyaan kedua

Kisah Dzulqarnain Seorang Raja Shalih yang Terabadikan dalam Al-Qur'an Bukan Alexander The Great

Kisah Dzulqarnain berawal dari kedatangan sekelompok musyrikin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajukan tiga buah pertanyaan. Tentang roh, tentang para pemuda penghuni Goa (Ashabul Kahfi) dan Dzulqarnain. Yahudilah sesungguhnya yang telah membisikkan kepada musyrikin Quraisy agar menanyakan tiga hal tersebut,  Allah berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain.
Siapakah Dzulqarnain? Dalam kitab-kitab tafsir dinukilkan perbedaan pendapat di kalangan ulama tentangnya, apakah ia seorang nabi atau bukan? Al-Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وما أدرى أتبع نبي أم لا؟ وما أدري ذا القرنين كان نبيا أم لا؟
Aku tidak tahu apakah Tubba’ seorang nabi atau bukan ? Dan aku tidak tahu apakah Dzulqarnain seorang nabi atau bukan?[1]
Seandainya hadits ini shahih, niscaya kita juga akan katakan sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabdakan.
Terlepas dari silang pendapat ahli tafsir tentang kedudukannya sebagai nabi atau bukan, yang pasti Dzulqarnain adalah seorang raja saleh, penguasa yang beriman kepada Allah dan hari akhir.
Diantara perkara yang menunjukkan keimanan beliau, beliau selalu memanggil Rabb-Nya menunjukkan penghambaannya kepada Allah. Berulang kali Dzulqarnain mengucapkan "Rabbku"
قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
“Dzulqarnain berkata: “Ini adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar”.
Dzulqarnain yang termaktub dalam surat Al-Kahfi bukanlah Iskandar Dzulqarnaein atau Alexander The Great, penguasa asal Makedonia. Dzulqarnain dalam surat Al-Kahfi adalah seorang muslim adapun Alexander The Great adalah seorang musyrik demikian diterangkan Syaikhul Islam. Allahua’lam.
Allah turunkan wahyu kepada Nabi dan Rasul-Nya sebagai jawaban atas tantangan Musyrikin. Allah berfirman:
قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
Katakanlah (wahai Nabi): “Aku akan bacakan kepadamu sebagian cerita tentangnya”. [QS. Al-Kahfi: 83]
Telah dimaklumi, bahwa apa yang Allah kisahkan dalam Al-Quran adalah sebaik-baik kisah dan yang paling bermanfaatnya. Allah beri Dzulqarnain kemuliaan dan kekuasaan kepadanya di muka bumi.
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu,
Yakni Allah anugerahkan segala sebab yang dengannya terwujudlah kekuasaan, baik berupa ilmu politik kenegaraan, kemampuan pengaturan, tentara, kekuatan persenjataan dan sebab-sebab lain.
Kekuasaan yang Allah berikan kepadanya, memudahkan Dzulqarnain untuk mengelilingi penjuru bumi dengan pasukannya yang kuat, menyebarkan islam, berdakwah kepada manusia untuk mentauhidkan Allah ta’ala.
Menuju Belahan Bumi sebelah Barat
 Diantara yang Allah kisahkan, Dzulqarnain mengarahkan pasukan, menjelajah belahan bumi sebelah barat. Kemenangan demi kemenangan menyertai perjuangan Dzulqarnain, hingga sampailah ia di sebuah wilayah dimana matahari terlihat tenggelam di samudera. Allah berfirman:
فَأَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا
“Maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.
Maksud dari ayat, Dzulqarnain dalam perjalanannya kearah barat mencapai akhir daerah yang mampu ditempuh manusia dengan pasukan kuda dan semisalnya. Di tempat inilah beliau dapatkan satu kaum yang terdiri dari muslim dan kafir.
Allah mengilhamkan kepadanya atau mewahyukan kepadanya, atau yang berkata adalah seorang nabi atau ulama agar Dzulqarnain memberikan keputusan bagi penduduk negeri tersebut. Allah berfirman:
قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
“Kami berkata: “Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka”.
Dzulqarnain lalu mengumumkan bahwa siapa yang dzolim akan dihukum didunia, kemudian  hisabnya disisi Allah nanti di akherat. Adapun mereka yang beriman mereka akan dimuliakan. Allah berfirman:
قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
Berkata Zulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”
Perkataan Dzulqarnain menunjukkan keadilan yang ditegakkan di kerajaannya. Dan ayat ini diantara dalil yang menunjukkan bahwa beliau seorang muslim, seorang yang mengimani hari pembalasan dan seorang ahlut tauhid.
Menuju Belahan Bumi sebelah Timur
Seusai kemenangan demi kemenangan dalam perjalanannya menyisir belahan bumi bagian barat, Dzulqarnain mengarahkan pasukan untuk menjelajah negeri-negeri timur melanjutkan penjelajahan yang Allah berkahi, perjalanan dengan risalah tauhid. Sampailah di ujung bumi paling timur dimana matahari terbit darinya,
Di Negeri tersebut Dzulqarnain mendapati kaum yang tidak terlindungi dari panas matahari, mereka tidak memiliki rumah-rumah tempat tinggal untuk mereka berteduh. Mereka benar-benar tinggal di pedalaman, terpencil seperti binatang-binatang liar yang berlindung ke gua-gua, terasing dari manusia lain.  Ini menunjukkan bahwa dia telah tiba di daerah yang belum pernah dijangkau penguasa manapun. Allah berfirman:
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا كَذَلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.
Dalam perjalanannya ke arah timurpun Dzulqarnain memberlakukan hukum seperti hukumnya dalam perjalanan di bumi bagian barat.
Dinding Kokoh Penghalang Ya’juj Ma’juj
Seusai beliau kuasai bagian timur bumi, beliau lanjutkan perjalanan hingga tiba di suatu tempat di antara dua gunung diantara keduanya celah.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلً
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain).Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Berkata As-Sa’dy: Keduanya adalah deretan pegunungan besar yang tinggi, sambung menyambung di tempat yang luas itu, yaitu suatu dataran tinggi sampai laut sebelah timur dan barat di daerah Turki. Demikianlah disepakati para ahli tafsir dan ahli tarikh. Namun kemudian mereka berselisih apakah pegunungan itu termasuk rangkain gunung-gunung Qafqas (Kaukasus) atau yang lain di daerah Azerbaijan, atau ragkaian gunung-gunung Tay atau gunung-gunung yang bersambung dengan tembok Cina di negeri Mongolia, dan inilah yang tampak.
Apapun pendapat ulama tentang daerah yang diapit dua gunung itu, di tepat itulah Dzul Qarnain menemukan suatu bangsa yang hampir tidak mengerti suatu bahasa pun, karena asingnya bahasa mereka dan susahnya mereka memahami bahasa bangsa lain. [Qoshoshul Anbiya, As-Sa’dy  hal. 163]
Ada kebahagiaan terselip di hati kaum ketika berjumpa dengan Dzuqkarnain, seorang raja saleh yang kuat, mereka keluhkan kejelekan Yakjuj dan Makjuj, mereka mohon Dzulqarnain membuat penghalang yang menutupi jalan Yajuj dan Makjuj. Tidak lupa Mereka tawarkan kepada Dzul Qarnain imbalan atas pekerjaan yang akan dilakukan,
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
Mereka berkata: “Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”
Dzulqarnain tidak mengharap imbalan. Beliau hanya meminta bantuan dalam membangun dinding kuat tersebut.
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
Dzulqarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا
berilah aku potongan-potongan besi” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu”.Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.
Seusai pekerjaan besar itu, Dzulqarnain memandang hasil pekerjaan besarnya, namun tidak sedikitpun beliau bangga dan ujub, ia kembalikan semuanya kepada keutamaan Allah. Dengan penuh tawadhu Dzulqarnain berkata seperti Apa yang Allah kabarkan:
قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي
“Dzulqarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku,
Dinding itu demikian kokoh. Menghalangi Ya’juj Ma’juj hingga akhir zaman. Dinding itu terus menghalangi hingga Allah izinkan kehancurannya nanti di akhir zaman. Allah berfirman:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
maka apabila sudah datang janji Tuhanku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar”.
Ya, dinding itu tidak kekal selamanya. Ada saat Allah izinkan Ya’juj dan Ma’juj menembusnya. Kehancurannya sebagai tanda akan segera tegaknya hari kiamat. Allah berfirman:
حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [QS. Al-Anbiya’: 96]

Faedah-Faedah Kisah:
  1. Kisah Dzulqarnain adalah dalil kenabian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Yahudi berkata kepada Musyrikin bahwa pertanyaan ini tidak ada yang mampu menjawabnya kecuali seorang Nabi
  2. Kisah Dzulqarnain sesungguhnya masyhur di kalangan ahlul-kitab, meskipun banyak ketidakjelasan mengitari kisah tersebut.
  3. Kemukjizatan Al-Quran sebagai kitab yang mengabarkan berita-berita ghaib.
  4. Rasul tidak tahu perkara ghaib beliau hanya membacakan dan menyampaikan apa yang Allah wahyukan.
  5. Diantara model pertanyaan yang diajukan kepada seorang alim adalah pertanyaan menguji, bukan untuk mencari kebenaran dan yang seperti ini tercela, sebagaimana pertanyaan musyrikin yang diajukan kepada Rasulullah saw tentang Dzulqarnain
  6. Kekuasaan, kemuliaan adalah dari Allah Ta’ala. Dia yang memberi dia pula yang mencabutnya.
  7. Menempuh sebab-sebab yang disyareatkan untuk tercapainya sebuah cita-cita dan tujuan mulia.
  8. Wajib bagi seorang hamba menyandarkan semua nikmat dan kebaikan kepada Allah. Lihatlah perkataan Dzulkarnain, lihat pula perkataan Nabi Sulaiman ketika singgasana Ratu Saba diangkat dari Yaman ke Palestina dengan demikian cepatnya, sebelum mata berkedip, Nabi Sulaiman bersyukur seraya mengatakan: “Ini adalah salah satu karunia Rabbku kepadaku untuk mencoba apakah aku bersyukur atas karunia-Nya itu atau mengingkari-Nya,
  9. Kisah Dzulqarnain adalah contoh figure penguasa, yang adil, tawadhu’ dan  jauh dari sifat sombong
  10. Bolehnya menjadikan upah atas pekerjaan
  11. Disyariatkannya ta’awun (saling membantu) dalam kebaikan
  12. Balasan sesuai dengan amalan,
  13. Kisah Dzulqarnain diantara dalil adanya karomah bagi wali-wali Allah. Diantara karomah Dzulqarnaian, membangun dinding penghalang Ya'juj Ma'juj yang sangat kokoh hingga hari kiamat.

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc hafizhahullah

Sumber : Majalah Qudwah 

http://salafartikel.wordpress.com/2013/11/01/kisah-dzulqarnain-risalah-tauhid-dalam-penjelajahan-dzulqarnain-dzulqarnain-bukan-alexander-the-great-kisah-benteng-yajuj-majuj/

[1] Al-Mustadrak no. 3682, dan melalui jalan Al-Hakim, Al-Baihaqi mengeluarkan hadits ini dalam As-Sunan Al-Kubra (8/570). Di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Abdurrahman bin Hasan Al-Qadhi, ia seorang munkarul hadits.