Monday, April 29, 2013

7 Amalan yang Dapat Melapangkan Hati

Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)

Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي

Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” [QS. Thohâ :25] 

Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya. Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1] dan selainnya :

1. Memurnikan Tauhid.

Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. ” [QS. Az-Zumar :22]

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ 

وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. ” [QS. Al-An’âm :125-126]

Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. ” [QS. Al-An’âm :82]

Dan dalam Tanzil-Nya,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. ” [QS. An-Nûr : 55]

2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.

Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ” [QS. An-Nahl : 89]

Dan Allah Ta’âlâ berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا 

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian. ” [QS. Al-Isrô` : 82]

Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,

لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ

“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa. ” [2]

Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

 قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى - وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى 

Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. ” [QS. Thôhâ : 123-124]

طه - مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى - إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى

Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). ” [QS. Thôhâ : 1-3]

3. Berbekal Ilmu Syari’at.

Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ”. ” [QS. Thôhâ : 114]

Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ” [QS. Al-Mujâdilah :11] 

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya. ” [3]

4. Kecintaan Kepada Allah.

Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. ” [QS. Al-Baqarah :165]

Kecintaannya kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka. ” [4]

5. Senantiasa bertaubat.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung. ” [QS. An-Nûr :31]

Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. ” [QS. Al-Baqarah :128]

Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” [QS. Al-Baqarah :222]

6. Dzikir.

Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. ” [QS. Ar-Ra’d :28]

Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. ” (QS. Al-Ahzâb :35)

Dan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ” [QS. Al-Jumu’ah :10]

Dan sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar tanpa ada kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ” [QS. Al-Munâfiqûn :9]

7. Berbuat baik kepada Makhluk.

Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. ” [QS. An-Nahl :90]

Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةِ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةِ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila kalian menyembelih perbaiklah cara menyembelihnya dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam pisaunya dan membuat tenang sembelihannya. ” [5]

Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ - آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. ” [QS. Adz-Dzâriyât :15-16]

Demikian beberapa pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu diketahui bahwa segala perkara yang bertentangan dengan apa yang disebutkan di atas pasti akan memberikan kesempitan, kesesakan dan gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang lebih sempit hatinya dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai kesengsaraan. Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna ketenangan.

Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan berbagai kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan demikianlah seterusnya. Tentunya banyak tuntunan pelapang dada yang belum bisa diuraikan disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan di atas bisa menjadi pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam mempersiapkan bekal untuk menyongsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
                                                        
[1] Dalam kitabnya Zâdul Ma’âd 2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah

[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126, Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Âshim no. 48-49 dan Al-Hâkim 1/96 dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu. Dan dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.

[3] Zâdul Ma’âd 2/23

[4] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.

[5] Hadits Syaddâd bin Aus radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.

Sumber :

an-nashihah. com/index. php?mod=article&cat=PenyejukHati&article=83

Penulis: Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi hafidzahullah

Friday, April 26, 2013

Nama dan Tugas Malaikat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah

Tanya:

"Bismillah..maaf tad, mhon jelaskan tugas dan nama malaikat yang telah mashur di masyarakat kita..apakah raqib dan 'atid adalah sifat, bukan nama? Sukron jazakallohu khoir"

Jawab:

Berikut diantara nama dan tugas para malaikat sebatas yang saya ketahui:

1. Jibril bertugas menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Katakanlah: barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka sesungguhnya Jibril lah yang menurunkan wahyu ke dalam hatimu dengan izin Allah yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman” [QS. Al-Baqarah: 97]

Setelah wafatnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka terputuslah wahyu dan selesailah tugas Malaikat Jibril ‘alaihissalam. Jika ada seorang yang mengaku bertemu dengan Malaikat Jibril, maka ia berdusta. Ia hanyalah bertemu syaithan atau jin yang mengaku-ngaku sebagai malaikat.

Thursday, April 25, 2013

Menukil Perkataan Imam Asy-Syafi’i untuk Membatalkan Ijma’ Salaf dalam Permasalahan Iman

Keanehan berikutnya, mereka menukilkan perkataan Asy-Syafi’i rahimahullah untuk membatalkan ijma’ yang juga dinukilkan dari Imam Asy-Syafi’i !!

Asy-Syaafi’iy rahimahullah (w. 204 H).

الإيمان هو التصديق والإقرار والعمل، فالمخلُّ بالأول وحده منافق، وبالثاني وحده كافر، وبالثالث وحده فاسق ينجو من الخلود النار ويدخل في الجنة

“Iman itu adalah tashdiiq, iqraar, dan amal. Ketiadaan hal pertama saja, maka ia munafik. Ketiadaan hal kedua saja, maka ia kafir. Dan ketiadaan hal ketiga saja, maka ia fasik yang selamat dari kekekalan neraka dan (kemudian) masuk ke dalam surga” [Dinukil Asy-Syiiraaziy dalam ‘Umdatul-Qaari’, 1/175]

­Syubhat mereka dapat dijawab dari beberapa sisi:

Tuesday, April 23, 2013

Nukilan Sebagian Perkataan Ulama yang Membatalkan Ijma’ dalam Permasalahan Iman

Artikel ini adalah jawaban ringkas bagi sebagian orang yang hendak meruntuhkan ijma' salaf dalam permasalahan iman. Diantara syubhat yang mereka bawakan adalah perkataan ulama berikut:

1. Ibnu Jariir Ath-Thabariy rahimahullah:

قالَ بعضُهم : الإيمانُ معرفةٌ بالقَلبِ ، وإقرارٌ باللِّسَانِ ، وعَمَل بالجَوارِحِ ، فمَن أتى بمعنيَين مِن هذِه المعاني الثّلاثةِ ولم يأتِ بالثّالثِ فغيرُ جائزٍ أن يُقالَ : إنّه مؤمنٌ ، ولكنّه يُقالُ له : إنْ كانَ اللّذانِ أتى بهِما المعرفةُ بالقَلبِ والإقرارُ باللِّسَانِ ، وَهُوَ في العَمَل مفرّطٌ ، فمُسلِم

“Sebagian dari mereka (yaitu : Ahlus-Sunnah) berkata : iman adalah ma’rifat dengan hati, penetapan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Barangsiapa yang melakukan dengan dua makna (awal) dari ketiga makna tersebut, namun tidak mengerjakan yang ketiga (yaitu : amal dengan anggota badan), maka tidak boleh untuk dikatakan bahwa yang bersangkutan adalah mukmin. Akan tetapi dikatakan kepadanya : apabila ia mendatangkan pengetahuan dalam hati dan penetapan dengan lisan, namun ia meninggalkan amal, maka ia muslim” [At-Tabshiir fii Ma’aalimid-Diin, hal. 188]

Bandingkan dengan nukilan perkataan beliau dalam Kitab Shariih As-Sunnah berikut,

Monday, April 22, 2013

Penafsiran Bathil Terhadap Perkataan Imam Asy-Syafi'i

Perkataan antum: “Adapun kalimat dalam tanda kurung yang saya bold merah (yaitu kalimat : ‘ketiganya harus terkumpul – pen - ), maka itu penafsiran bathil yang tidak sesuai dengan dhahir perkataan Asy-Syaafi’iy rahimahullah, sekaligus menandakan ketidakpahamannya atas yang ia nukil.”

Anggaplah saya telah keliru dalam menerjemahkan dan menafsirkan perkataan Imam Asy-Syafi’i tersebut, lalu bagaimana antum menerjemahkan nukilan ijma’ para ulama salaf berikut?

قال الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله : الإيمان لا يكون إلا بعمل . رواه عنه الإمام الخلال في (السنة 3/566 )

Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi Mengingkari Nukilan Ijma’ Imam Asy-Syafi’i dalam Permasalahan Iman?


هذا سؤال طويل فضيلة الشيخ:

 يشكك بعض نابتة العصر ممن تكلم في مسألة الإيمان في الإجماع الذي حكاه الإمام الشافعي -رحمه الله- وهو قوله: " كان الإجماع من الصحابة والتابعين ومن بعدهم ومَن أدركناهم يقولون: الإيمان قول وعمل ونية لا يجزئ واحد من الثلاثة إلا بالآخر" وقد نقله عنه -كما تعلمون- شيخ الإسلام في كتابه الإيمان.

فمرة يقولون عن هذا: إنه غير صحيح، ومرة يقولون: لا يجزئ، أي لا يكون كاملا، ومرة يقولون: العمل في كلام الشافعي أي عمل القلب، ويقولون إن الإيمان الذي لا بد منه الاعتقاد والقول، أما العمل ففرع، فلو عاش الإنسان دهره كله تاركا للفرائض فلا صلاة ولا صوم ولا زكاة ولا حج، وفاعلا ما استطاع من منكرات، من زنا وشرب خمر، وارتكاب الفواحش، خلا الشرك، فيقولون: إنه مؤمن معرّض للوعيد ما دام أنه يعتقد ويقول بلسانه، فآمل من فضيلتكم شرح قول الشافعي وتوضيحه.

العلامة الشيخ عبد العزيز الراجحي:

Sunday, April 21, 2013

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Tentang Hukum Meninggalkan “Jinsul A’mal”

Berikut adalah transkrip dari rekaman suara Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad (Ulama Besar Madinah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah) hafidzahullah pada sesi tanya jawab Pelajaran Shahih Al-Bukhari [كتاب بدء الخلق باب ذكر الملائكة صلوات الله عليهم] di Masjid Nabawi pada tanggal 10 Jumadil Akhir 1434 H bertepatan dengan 19 April 2013,

السائل :

 بعض طلبة العلم يقول أن من قال لاإله إلا الله ثم ترك العمل بما أوجبه الله تعالى عليه مع تمكنه منه فمات فإنه تحت المشيئة ويدخل تحت أحاديث الشفاعة

Saturday, April 20, 2013

PRESTASI ANAK BANGSA

Untuk kesekian kalinya, mahasiswa Indonesia mengharumkan nama besar Universitas Islam Madinah sekaligus negara asalnya Indonesia. Arbi Fadhli bin Nur Husein, mahasiswa asal Riau berhasil menjadi juara pertama perlombaan materi Musthalahul Hadits tingkat kedua dalam ajang Pekan Budaya dan Keilmuan ke-8 Negara Teluk. [Masya Allah] 

Acara ini berlangsung di Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud, Riyadh, Arab Saudi. Mulai tanggal 23 sampai 28 Jumadal Ula 1434 H bertepatan dengan 6 sampai 10 April 2013 M. Sedikitnya, 28 universitas terkemuka dari 6 negara (Arab Saudi, Oman, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Kuwait) mengikuti kegiatan ini.

Thursday, April 18, 2013

Pelajaran Dasar Musthalah Al-Hadits


Sanad dan Matan

Sanad adalah silsilah perawi yang menghubungkan ke matan



Matan adalah perkataan yang terletak di ujung sanad

Contoh :  Abu Daud berkata: menceritakan pada kami Sulaiman bin Harb, ia berkata: menceritakan pada kami Hammad, dari Ayub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا تمنعوا إماء الله مساجد الله

Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk shalat di masjid-masjid Allah” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud] Lafadz hadits ini milik Abu Daud.

Silisilah nama perawi dari Abu Daud hingga Ibnu Umar disebut sanad atau isnad, sedangkan lafadz hadits dari perkataan nabi shallallahu ‘alaihi wasalam disebut matan.

Sanad yang Paling Shahih


1. Sanad hadits yang paling shahih menurut Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih adalah riwayat Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar.

2. Sanad hadits yang paling shahih menurut Ali bin Al-Madini dan Al-Fallas adalah riwayat Muhammad bin Sirin, dari Abidah, dari Ali

3. Sanad hadits yang paling shahih menurut Yahya bin Ma’in adalah riwayat Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud

4. Sanad hadits yang paling shahih menurut Imam Al-Bukhari adalah riwayat Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar.

5. Sanad yang paling shahih dari hadits Abu Bakr adalah riwayat Isma’il bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim, dari Abu Bakr

6. Sanad yang paling shahih dari hadits Umar:

- Riwayat Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, dari Ibnu Abbas, dari Umar

- Riwayat Az-Zuhri, dari As-Sa’ib bin Yazid, dari Umar

7. Sanad yang paling shahih dari hadits Ali:

- Riwayat Muhammad bin Sirin, dari Abidah As-Salmani, dari Ali

- Riwayat Az-Zuhri, dari Ali bin Al-Husain, dari ayahnya, dari  Ali

- Riwayat Ja’far bin Muhamman bin Ali bin Al-Husain, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ali

- Riwayat Yahya bin Sa’id Al-Qaththan, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari Al-Harits bin Suwaid, dari Ali

8. Sanad yang paling shahih dari hadits Aisyah:

- Riwayat Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah

- Riwayat Aflah bin Humaid, dari Al-Qasim, dari Aisyah

- Riwayat Sufyan Ats-Tsauri, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah

- Riwayat Abdurrahman bin Al-Qasim, dari ayahnya, dari Aisyah

- Riwayat Yahya bin Sa’id, dari Ubaidillah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar Al-Khathab, dari Aisyah

-Riwayat Az-Zuhri, dari Urwah bin Az-Zubair, dari Aisyah

9. Sanad yang paling shahih dari hadits Ibnu Mas’ud:

- Riwayat Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud

- Riwayat Sufyan Ats-Tsauri, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud

10. Sanad yang paling shahih dari hadits Abu Hurairah:

- Riwayat Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah

- Riwayat Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al-Musayyab, dari Abu Hurairah

- Riwayat Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah

- Riwayat Hammad bin Zaid, dari Ayyub, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah

- Riwayat Isma’il bin Abi Hakim, dari Abidah bin Sufyan Al-Hadhrami, dari Abu Hurairah

- Riwayat Ma’mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah

11. Sanad yang paling shahih dari hadits Anas bin Malik:

- Riwayat Malik, dari Az-Zuhri, dari Anas

- Riwayat Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Anas

- Riwayat Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Anas

12. Sanad yang paling shahih dari hadits Jabir bin Abdillah adalah riwayat Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir.

Faidah: ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits-hadits shahih secara tersendiri dalam sebuah kitab adalah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari rahimahullah

Hadits Mutawatir dan Ahad

Ditinjau dari jumlah jalan-jalannya, hadits terbagi menjadi dua:

1. Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari banyak perawi pada tiap thabaqah sanad, yang mustahil jika mereka bersepakat dalam berdusta dan bersandar pada sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.

Nabi * Sahabat * Tabi’in * Tabi’ut Tabi’in * Murid Tabi’ut Tabi’in

Nabi * Ibnu Umar * Nafi’ * Malik * Asy-Syafi’i

Ibnu Umar berada di thabaqah sahabat. Nafi’ berada di thabaqah Tabi’in, Malik berada di thabaqah Tabi’ut Tabi’in dan Asy-Syafi’i berada pada thabaqah di bawahnya.

Hadits Mutawatir bersandar pada sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra yaitu diriwayatkan dengan shighah haddatsana, sami’tu, akhbarana dan yang semisal, bukan hanya bersumber dari mimpi-mimpi atau ilmu kebatinan.

Contoh periwayatan hadits Mutawatir:

- Nabi * 10 Sahabat * 10 Tabi’in * 10 Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * 10 Sahabat * 17 Tabi’in * 23 Tabi’ut Tabi’in * dst

2. Hadits Ahad  adalah hadits yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat hadits Mutawatir.

Hadits Masyhur, Aziz dan Gharib

Hadits Ahad terbagi menjadi tiga:

1. Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada tiap thabaqah sanad, namun jumlah perawi tersebut tidak sampai pada derajat mutawatir.

Misalkan kita merajihkan pendapat ulama yang menyatakan bahwa paling minimal jumlah perawi hadits mutawatir pada tiap thabaqah adalah 10 perawi. Maka sebuah hadits dinyatakan Masyhur, jika pada tiap thabaqah berjumlah 3-9 perawi. Jika jumlahnya mencapai 10 perawi pada tiap thabaqah, berarti haditsnya telah sampai pada derajat mutawatir. Contoh:

- Nabi * 3 Sahabat * 3 Tabi’in * 3 Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * 4 Sahabat * 8 Tabi’in * 9 Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * 5 Sahabat * 3 Tabi’in * 7 Tabi’ut Tabi’in * dst

NB: yang menjadi tolak ukur adalah jumlah minimal perawi dari tiap thabaqah.

2. Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua perawi, meskipun di salah satu thabaqah sanad dan jumlah perawi pada tiap thabaqah-nya tidak boleh kurang dari dua perawi. Contoh:

- Nabi * 2 Sahabat * 2 Tabi’in * 2 Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * 2 Sahabat * 3 Tabi’in * 4 Tabi’ut Tabi’in * dst

3. Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi secara bersendirin, meskipun di salah satu thabaqah sanad. Contoh:

- Nabi * Sahabat * Tabi’in * Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * Sahabat * 2 Tabiin * 4 Tabi’ut Tabi’in * dst

- Nabi * 3 Sahabat * Tabi’in * 5 Tabi’ut Tabi’in * dst

NB: yang menjadi tolak ukur adalah jumlah minimal perawi dari tiap thabaqah.

Perbedaan Hadits Mutawatir dan Ahad

Jika suatu hadits diriwayatkan secara mutawatir, maka dapat dipastikan bahwa hadits tersebut shahih. Berbeda dengan hadits Ahad dengan ketiga macamnya, belum tentu berderajat shahih. Terkdang berderajat shahih, hasan atau dha’if.

bersambung insya Allah..


Disarikan oleh Abul-Harits dari Al-Ba’its Al-Hatsits dan As’ilah wa Ajwibah fi Mushthalah Al-Hadits di Madinah, 8 Jumadil Akhir 1434 H