Thursday, November 29, 2012

Syaikh Ibnu Baz dan 6 Penuntut Ilmu Somalia yang Divonis Mati

Berikut ini adalah kisah Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- dengan enam penuntut ilmu Somalia yang akan dihukum gantung oleh pemerintah Somalia atas kejahatan yang tidak pernah mereka lakukan. Mungkin disebabkan karena hasad terhadap dakwah salafiyah yang menyebabkan mereka difitnah dan akan dihukum mati.

Asy-Syaikh Salim Ath-Thawil hafidzahullah menceritakan:

"Aku akan menceritakan sebuah kisah yang sebagian dari kalian belum mendengarnya. Aku yakin sebagian dari kalian belum pernah mendengarnya. Syaikh Falah bin Ismail Mandakar menceritakan kepada kami yang pada waktu itu beliau masih menjadi seorang pelajar di Jami’ah Islamiyyah".

Beliau (Syaikh Falah hafidzahullah) berkata:

"Datang kepadaku empat saudara dari Somalia dan mereka dalam keadaan menangis. Mereka berkata bahwa ada enam saudara Salafi mereka yang akan dieksekusi besok pagi setelah sholat Shubuh oleh Siad Barre (yang waktu itu sebagai Presiden Somalia) dengan cara digantung.

Fulan.. Fulan.. dan Fulan dari saudara-saudara kami sejumlah enam orang dan empat orang di antaranya dikirim oleh mereka yang ditugaskan untuk memberi fatwa. Syaikh Ibn Baz-lah yang menanggung biaya (tinggal di sana) agar mereka bisa berdakwah di Somalia. Salafiyyun kenal dengan Syaikh Ibn Baz, enam orang dari mereka akan dihukum gantung setelah sholat Shubuh.

Mereka pun mengangisi keadaan saudara-saudara mereka. Bayangkan sendiri, enam saudara yang kamu sendiri telah saling mengenal satu sama lain dan saudara-saudaramu akan dihukum mati besok pagi. Dan waktu itu telah pukul 11 malam, apa yang bisa kami perbuat? Mereka berada di Madinah sedangkan yang lainnya berada di Somalia dan juga Syaikh Falah ketika itu hanyalah seorang pelajar. Akhirnya mereka memutuskan untuk menemui Syaikh Abu Bakr Al-Jaza’iri."

Dia berkata, “Kami akan mengetuk pintu rumahnya.” Dan ketika itu Syaikh sedang tidur.

Dia berkata, “Ini Falah bin Ismail Al-Kuwaity, ini amat penting.”

Kami pun masuk, “Wahai Syaikh, mohon dengarkanlah saudara kita ini hendak berkata. Mereka sedang menangis. Siad Barre akan menghukum mati enam saudara kita Salafiyyin.”

Syaikh berdiri dan menangis bersama mereka, “Apa yang perlu kami bantu?”

Kami tidak ada seorang pun lagi setelah Allah kecuali Al-Walid Syaikh Ibn Baz. Kami pun menghubungi beliau dan waktu itu telah menunjukkan pukul 12 malam lebih. Kami pun menghubungi Riyadh dan diangkat oleh sekretaris yang waktu itu adalah Syaikh Ibrahim -rahimahullah-.

Beliau berkata, “Ini Abu Bakr Al-Jaza’iri dari Madinah. Ini darurat, kami ingin berbicara dengan Syaikh Ibn Baz.”

Syaikh Ibrahim berkata, “Beliau sedang tidur.”

Syaikh Abu Bakr berkata, “Ini adalah perkara yang tidak bisa ditunda.”

Syaikh Ibrahim, “Baiklah, tunggu sebentar.”

Dan setelah itu Syaikh Ibn Baz menjawab dan berkata, “Ya?” Kemudian beliau meletakkannya ke pengeras suara. Empat orang saudara dari Somalia, Syaikh Abu Bakr dan saya (Syaikh Falah -pent) yang ke-enam.
Jadi, dia menjelaskan kepada Syaikh apa yang telah terjadi. Syaikh Ibn Baz pun mulai menangis bersama mereka.

Dia berkata, “Wahai Syaikh, Fulan dan Fulan yang engkau sendiri telah mengenalnya dan mengantarnya sendiri (ke Somalia -pent). Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”

Beliau berkata, “Letakkan telepon, kita lihat apa yang Allah akan perbuat untuk kita. Tunggulah.”

Syaikh Falah berkata, “Kami duduk menunggu hingga pukul setengah tiga malam di telepon.”

Dan saudara-saudara kita tersebut emosi yang mendalam terhadap saudara-saudara mereka yang akan dihukum mati keesokan harinya setelah sholat Shubuh.

Syaikh Ibn Baz menelepon mereka, “Bantuan telah datang! Bantuan telah datang! Tenanglah, bantuan telah datang!”

Syaikh Falah berkata, “Apa yang telah terjadi, wahai Syaikh?”

Syaikh Ibn Baz, “Syaikh Ibrahim yang akan menceritakannya kepadamu.”

Syaikh Ibrahim berkata:

"Setelah Syaikh meletakkan telepon, beliau menghubungi Raja Abdullah (yang saat itu masih sebagai pangeran putra mahkota -pent). Dikatakan kepada beliau bahwa Pangeran sedang tidur."

Beliau berkata, “Sampaikan bahwa ini dari Abdul Aziz bin Baz.”

Dijawab, “Wahai Syaikh, beliau sedang tidur.”

Beliau berkata, “Demi Allah, jika beliau tidak menjawab panggilanku maka aku akan datang sendiri ke istana beliau. Ini adalah perkara yang tidak bisa ditunda.”

Dijawab, “Wahai Syaikh, anda ingin ke istana pada waktu ini?!”

Khalas, dia meletakkan telepon dan membangunkan Pangeran. Kemudian beliau menjawab dan berkata, “Assalamu’alaikum. Bagaimana kabar anda wahai Syaikh, baik?”

Syaikh Ibn Baz berkata, “Siad Barre akan menghukum mati enam saudara kita setelah Shubuh besok dan empat di antaranya adalah yang telah aku hantarkan.”

Pangeran Abdullah berkata, “Barre adalah orang yang kejam. Wallahi, orang yang kejam. Engkau mengirim mereka (ke Somalia -pent) dan Barre akan membunuhnya?! Wallahi, Barre orang yang kejam. Baik, Tunggulah.”

Beliau mengatakan bahwa kami menunggu dan Pangeran menelepon Barre. Setelah itu Pangeran menelepon Syaikh kembali.

Pangeran berkata, “Semua telah selesai, wahai Syaikh. Aku telah berbicara kepadanya dan besok setelah Shubuh akan ada amnesti kepada semua orang (yang ada dipenjara)!

Syaikh Ibn Baz diberkahi, tidak ada seorang pun yang tahu apa yang telah beliau perbuat kecuali Allah.


Perpecahan di Kalangan Ahlus-Sunnah Menjauhkan Kaum Muslimin dari Dakwah

Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah membimbing para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk dapat mengetahui diantara sebab jauhnya manusia dari kebenaran dan semakin tersebarnya kebatilan adalah karena adanya perpecahan diantara Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Dan hal itu diperparah dengan keberadaan pihak-pihak tertentu yang memang sengaja memicu, mengobarkan dan merawat perpecahan tersebut. Inilah beberapa peringatan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa ini:

Syaikhunasy Syaikh Al-’Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata,

 ونشأ أناس لا يفهمون السلفية على وجهها يزعم أحدهم أنه سلفي ثم لا تراه إلا وهو يقطع أوصال السلفية لسوء سلوكه وسوء المنهج أو المناهج السيئة التي انتشرت وتهدف إلى تفريق السلفيين وتمزيقهم
السلفية تحتاج إلى عقلاء تحتاج إلى رحماء تحتاج إلى حكماء تحتاج قبل ذلك إلى علماء فإذا كانت هذه الأمور ليست موجودة في السلفيين فأين تكون السلفية ؟ تضيع بارك الله فيكم

“Dan telah muncul (di tengah-tengah Salafiyin), orang-orang yang tidak memahami Salafiyah secara hakiki, tetapi setiap mereka menyangka bahwa ia seorang Salafi, kemudian engkau tidak melihatnya kecuali ia selalu memutuskan hubungan antara Salafiyin, karena kejelekan akhlaknya dan kejelekan manhajnya atau tersebarnya manhaj-manhaj yang jelek untuk memecah belah dan mencerai-beraikan Salafiyin.

Salafiyah membutuhkan orang-orang yang berakal, penyayang, memiliki hikmah, dan yang lebih penting, membutuhkan para ulama. Maka apabila perkara-perkara ini tidak ada di tengah-tengah Salafiyin, AKAN KE MANAKAH SALAFIYAH? AKAN HILANG. Semoga Allah ta’ala memberkahi kalian. [Transkrip Nasihat: Jagalah Persatuan dengan Akhlak Mulia]

Thursday, November 22, 2012

Bolehkah Memelihara Ular ?


Tanya:

"Bismillah. Ustadz, Saya mau bertanya. Saya termasuk orang yang menyukai semua binatang, termasuk ular. Apakah ada dalil tentang larangan memelihara ular? Kebetulan beberapa teman muslim juga ada yang memeliharanya. Mohon jawaban Ustadz. Jazâkumullâhu khairan."

Jawab:

Ustadz Dzulqarnain hafidzahullah menjawab,

Tanda-Tanda Keberkahan Harta

Tanya:

Bismillah, afwan mau tanya, apakah orang yang banyak hartanya sudah pasti dapat ridho dan berkah dari Allah? Apakah tanda-tanda keberkahan dari Allah? (08539455****)

Jawaban:

"Berkaitan dengan pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang perlu kami jelaskan.

Hukum Nazhar Melalui Foto

Tanya :


Sebagian orang bertanya, “Apakah aku boleh meminta foto wanita yang aku pinang untuk dilihat?”



Jawab:



Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab:


 "Tidak boleh, karena beberapa hal:


1. Kemungkinan foto tersebut akan disimpan oleh pelamar, meski ia tidak jadi menikah.



2. Foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya, karena terkadang rupa yang bagus menjadi jelek atau sebaliknya disebabkan foto.



3. Tidak pantas bagi seorang pun untuk memberikan peluang kepada orang lain mengambil foto salah satu anggota keluarganya, baik anak wanita, saudara wanita atau yang lain. Hal tersebut tidak boleh karena mengandung fitnah. Boleh jadi foto tersebut jatuh ke tangan orang-orang yang fasik, sehingga anak-anak wanita kita akan menjadi bahan tontonan. Jika ia berwajah cantik ia menjadi fitnah bagi banyak orang, namun jika ia berparas kurang rupawan maka ia akan menjadi bahan cercaan banyak orang."

(Al-Liqa’ Asy-Syahri Ibnu ‘Utsaimin 20/810)


Disalin dari: Fatawa Liz Zaujain Kepada Pasangan Suami Istri, terbitan Media Hidayah Jogjakarta, hal. 23-24.




Pengaruh Istri Shalihah dalam Keberkahan Rizki Suami

Abu Bakr Ahmad bin Marwan bin Muhammad ad-Dainuri seorang qodhi madzhab maliki (wafat 333 H) menyebutkan dalam kitabnya al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm: Dari Kholid bin Yazid, ia berkata: Hasan al-Bashri berkata:


“Aku datang kepada seorang pedagang kain di Mekkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu aku pun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu aku pun beli baju dari pedagang yang lain.



Dua tahun setelah itu aku haji dan aku ketemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu aku tanya kepadanya: “Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?” Ia menjawab: “Iya benar.” Aku tanya lagi: “Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!”


Iapun bercerita: “Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang kepadanya dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit. Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, aku pun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata: “Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku melainkan dengan yang thayyib (baik dan halal), jika engkau datang kepadaku dengan sedikit rizki, aku akan menganggapnya banyak. Dan jika engkau tidak mendapatkan apa-apa, aku akan membantumu memintal (kain).


Lihat kitab: al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (5/252) karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan bin Muhammad ad-Dainuri al-Qodhi al-Maliki (W. 333H), Muhaqqiq Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Aalu Salman, penerbit: Jum’iyyah at-Tarbiyyah al-Islamiyyah (Bahrain – Ummul Hafsh) Daar Ibnu Hazm (Beirut – Lebanon) Tahun terbit 1419 H.



(Diterjemahkan dari: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=24482)‎‏

‎‏***‏
ﺫﻛﺮ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺪﻳﻨﻮﺭﻱ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ ]ﺕ333:ﻫـ[ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ: ﺍﻟﻤﺠﺎﻟﺴﺔ ﻭﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﻌﻠﻢ: ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﻳﺰﻳﺪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ“ :ﻭﻗﻔﺖ ﻋﻠﻰ ﺑﺰﺍﺯ ﺑﻤﻜﺔ ﺃﺷﺘﺮﻱ ﻣﻨﻪ ﺛﻮﺑﺎً، ﻓﺠﻌﻞ ﻳﻤﺪﺡ ﻭﻳﺤﻠﻒ، ﻓﺘﺮﻛﺘﻪ ﻭﻗﻠﺖ: ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺍﻟﺸﺮﺍﺀ ﻣﻦ ﻣﺜﻠﻪ، ﻭﺍﺷﺘﺮﻳﺖ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ، ﺛﻢ ﺣﺠﺠﺖ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺑﺴﻨﺘﻴﻦ، ﻓﻮﻗﻔﺖ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻠﻢ ﺃﺳﻤﻌﻪ ﻳﻤﺪﺡ ﻭﻻ ﻳﺤﻠﻒ، ﻓﻘﻠﺖ ﻟﻪ: ﺃﻟﺴﺖ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻭﻗﻔﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻨﺬ ﺳﻨﻮﺍﺕ؟ ﻗﺎﻝ: ﻧﻌﻢ، ﻗﻠﺖ ﻟﻪ: ﻭﺃﻱ ﺷﻲﺀ ﺃﺧﺮﺟﻚ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﺃﺭﻯ؟ ﻣﺎ ﺃﺭﺍﻙ ﺗﻤﺪﺡ ﻭﻻ ﺗﺤﻠﻒ! ﻓﻘﺎﻝ: ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻲ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺇﻥ ﺟﺌﺘﻬﺎ ﺑﻘﻠﻴﻞ ﻧﺰﺭﺗﻪ، ﻭﺇﻥ ﺟﺌﺘﻬﺎ ﺑﻜﺜﻴﺮ ﻗﻠﻠﺘﻪ، ﻓﻨﻈﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻲّ ﻓﺄﻣﺎﺗﻬﺎ، ﻓﺘﺰﻭﺟﺖ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺑﻌﺪﻫﺎ، ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺭﺩﺕ ﺍﻟﻐﺪﻭ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﺃﺧﺬﺕ ﺑﻤﺠﺎﻣﻊ ﺛﻴﺎﺑﻲ ﺛﻢ ﻗﺎﻟﺖ“ :ﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﺍﺗﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺗﻄﻌﻤﻨﺎ ﺇﻻ ﻃﻴﺒﺎً، ﺇﻥ ﺟﺌﺘﻨﺎ ﺑﻘﻠﻴﻞ ﻛﺜﺮﻧﺎﻩ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﺗﺄﺗﻨﺎ ﺑﺸﻲﺀ ﺃﻋﻨﺎﻙ ﺑﻤﻐﺰﻟﻨﺎ”[1].‏
[1] – ﺍﻧﻈﺮ: ﺍﻟﻤﺠﺎﻟﺴﺔ ﻭﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﻌﻠﻢ )5/252( ﻷﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺪﻳﻨﻮﺭﻱ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ ] ﺕ333:ﻫـ[ ﺍﻟﻤﺤﻘﻖ: ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪﺓ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﺑﻦ ﺣﺴﻦ ﺁﻝ ﺳﻠﻤﺎﻥ، ﺍﻟﻨﺎﺷﺮ: ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ )ﺍﻟﺒﺤﺮﻳﻦ – ﺃﻡ ﺍﻟﺤﺼﻢ ( ﺩﺍﺭ ﺍﺑﻦ ﺣﺰﻡ )ﺑﻴﺮﻭﺕ – ﻟﺒﻨﺎﻥ( ﺗﺎﺭﻳﺦ ﺍﻟﻨﺸﺮ 1419)ﻫـ.( ‏
‎***


Jangan Katakan "Aku Tidak Perawan Lagi"

Tak ada manusia yang sempurna, selalu saja ada masa lalu kelam yang terkadang selalu mengiringi hari-hari berikutnya. Hanya saja perbedaannya. Bahwa terkadang pada seseorang masa lalunya lebih kelam dari yang lainnya.


Akan tetapi Allah dengan rahmatnya terus menerus menerima taubat hambanya, siang dan malam…. Sebelum Ajal menjemput dan sebelum matahari terbit dari barat. Allah berfirman:



Yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 68-70)



Dan diantara sekian masa lalu kelam yang banyak menimpa para pemudi Islam adalah pernah terjatuh pada perbuatan zina, kemudian Allah limpahkan kepadanya hidayah dan dia bertaubat darinya. Maka datanglah hari dimana seorang lelaki yang ingin mempersuntingnya datang melamar. Hati pun bimbang, apakah harus mengabarkan tentang masa lalunya ataukah harus menutupinya??


Maka ketahuilah wahai saudariku, termasuk dari rahmat Allah kepada hamba-Nya adalah dengan menutupi aib-aib yang dilakukan oleh hambanya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:

“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” (HR. Muslim no. 2390)



Inilah kabar gembira dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, maka apabila Sang Pencipta alam semesta, yang berhak mengazab hamba-hamba-Nya disebabkan dosa-dosanya menutupi dosa-dosa hamba-Nya, maka tentunya lebih utama lagi hamba tersebut untuk menutupi aib dirinya sendiri dan juga aib saudaranya. Maka sekian banyak dalil-dalil menunjukkan hal tersebut, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam:




“Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlanjur melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah Allah tutupi.” (HR. Al-Baihaqi dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 663 dari Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma)



Dan bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam mengancam bahwa orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka Allah tidak akan mengampuninya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda:



“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka aib-aibnya yang telah Allah tutup. (HR. Bukhori No. 6069 dan Muslim 2990 dari Abu Hurairoh Radhiyallahu’ anhu)


Maka dari dalil-dalil ini maka seorang wanita tidak boleh membuka aibnya di masa lalu apabila dia telah berzina, walaupun yang bertanya adalah laki-laki yang akan melamarnya,


Maka hendaklah dia mengelak dari pertanyaan tersebut, dan apabila terpaksa untuk menjawab, maka berilah jawaban dengan Tauriyah yaitu jawaban yang memberikan pemahaman makna berbeda bagi yang mendengar dengan yang diniatkan oleh yang ditanya.



Bisa saja dengan jawaban, “Kalau memang anda ragu, cari wanita lain,“ atau dengan jawaban “Apakah anda menganggap saya seorang penzina??“ Atau dengan jawaban, “Saya bukan seorang pelacur,” atau dengan jawaban, “Saya tidak berhubungan dengan laki-laki,” dan dia niatkan dalam hatinya yakni saat itu, bukan masa lalu.



Wallahu a’lam


* Catatan ini adalah pengembangan dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syitsri Hafidzahullahu, anggota Hai’ah Kibarul Ulama Saudi Arabia, pada saat Dauroh Ramadhan Kitab Sunan Abi Dawud, di Masjidil Haram, Makkah, Saudi Arabia. Bulan Ramadhan 1433 H.



Friday, November 9, 2012

Pembelaan Syaikh Falah Mandakar Terhadap Manhaj Syaikh Rabi’ dalam Jarh


Tanya :

ما قولكم في منهج الشيخ ربيع المدخلي – حفظه الله - في تحذيره من بعض الدعاة وخصوصا بعض المشهورين على الساحة ؟ وجزاكم الله خيرا

“Apa pendapatmu tentang manhaj Syaikh Rabi’ Al-Madkhali hafidzahullah ketika beliau mentahdzir sebagian da’i (ulama –pen-), terkhusus  da’i-da’i yang masyhur? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Jawab :

Syaikh Falah bin Isma'il Mandakar hafidzahullah berkata :

Tuesday, November 6, 2012

Kyai NU Membela Sahabat Nabi yang dikritik Dr. Sa'id Aqil Siradj

PENGANTAR PENERBIT

الحَمدُ لله ربِّ العاَلمين، والصَّلاةُ والسَّلامُ على أشْرفِ الأنبيَاءِ والمرُسَلين، سيّدِنا ومَولانا محمَّدٍ وعلى آلهِ وصَحْبهِ أجمَعين. أما بعد:

Buku yang kami terbitkan ini adalah kumpulan dari dua makalah KH. Abdul Hamid Baidlowi yang disampaikan pada acara pertemuan Ulama dan Habaib di Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah Jakarta pada tanggal 14 Rojab 1416 H/ 7 Desember 1995 M. yang berjudul: “Kritik Terhadap Gus Dur dan Sa’id Aqil” dan makalah beliau yang berjudul: “Menyiasati Bahaya Syi’ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di penghujung Abad Ini” yang disampaikan pada acara sarasehan IPNU-IPPNU cabang Jombang pada tanggal 1 Shafar 1417 H/ 17 Juni 1996 M.

Makalah tersebut hadir disaat umat Islam mulai resah atas bahaya pemikiran Gus-Dur yang pada saat itu berkapasitas sebagai Ketua Umum organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan membongkar kerancauan ideologi Syi’ah Rafidloh yang dipasarkan lewat pemikiran Said Aqil Siradj yang pada saat itu menjabat Katib Am Nahdlatul Ulama. Mereka mencoba menyesatkan umat Islam dari ajaran yang benar, ajaran yang bertentangan dengan nash-nash al-Quran, Sunnah Rasul dan ajaran-ajaran Salafussholih.

Semoga dengan hadirnya buku ini, dapat memberikan manfaat untuk kita dalam rangka ikut andil membentengi aqidah umat Islam dari faham-faham sesat dan dari segala bentuk kesesatan berfikir yang berupaya menghancurkan agama Islam. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita, amin.

KRITIK TERHADAP SA’ID AQIL

Segala puji bagi Allah SWT, semoga kita dalam rahmat dan lindungan-Nya, shalawat dan salam semoga bertaburan di pusara Nabi Muhammad SAW dan berhembus kepada keluarga dan shahabat Nabi.

Yang terhomat shahibul bait KH Thohir Rokhili, pengasuh Pondok Pesantren at-Thohiriyyah Jakarta.
Yang terhomat KH. Yusuf Hasyim.
Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil maupun militer .
Serta hadirin semua yang saya hormati.

Sesungguhnya kritikan, kecaman, penghinaan terhadap Khalifah Utsman RA itu semenjak dulu sudah dilakukan oleh golongan Saba’iyah di bawah pimpinan Abdullah bin Saba’ dan golongan Syi’ah. Apalagi Sa’id Aqil mengatakan dalam makalahnya: bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tidak hanya dibuat kambing hitam oleh sejarah atas dasar keterangan dari Dr. Thoha Husain dll-nya.

Padahal sebenarnya pegingkaran terhadap keberadaan Abdullah bin Saba’ tak ubahnya sama dengan mengingkari wujudnya matahari, tak seorangpun ahli sejarah masa lalu baik dari kalangan Syi’ah atau Ahlussunnah wal Jama’ah mengingkari kehadiran Abdullah bin Saba’ dalam proses sejarah yang panjang. Siapakah yang lebih tahu tentang hakikat keberadan Ibnu Saba’, apakah ulama masa lalu atau masa kini yang lebih tahu? Bukankah ulama’ Syi’ah sendiri yang namanya Abu Ishaq bin Muhammad Ats-tsaqofi Al-kufi telah mengakui adanya Abdullah bin Saba’, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya al-Ghaarat jilid 1 halaman 302-303, kitab ini ditulis pada tahun 250 H dan an-Naubakhti wafat tahun 288 H dalam kitabnya Firoqus Syi’ah, kemudian disusul oleh Ibnu Abil Khadid dalam Nahjul Balaqhoh-nya dan al-Hulli dalam Khulashohnya dan kitab-kitab yang lain, demikian pula dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah diantaranya adalah ath-Thobari, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Kholdun dan banyak lagi yang lain. Paham pengingkaran atas adanya Ibnu Saba’ adalah upaya jaringan-jaringan Yahudi dalam rangka melepaskan diri dari keterlibatannya sebagai pelopor penghancuran terhadap Islam dan umat Islam.

Para ulama dan hadirin yang saya hormati, karena waktu sangat terbatas, kiranya tidak patut jika saya memperpanjang pembahasan pokok makalah, tetapi hanya sebagian yang penting yang insya Allah akan saya sampaikan, maka saya akan mencoba menolak fitnah yang dialamatkan kepada sayyidina Utsman dan shahabat Marwan bin Hakam dan Amar bin Yasir.

Marilah kita simak bersama, apakah kecaman dan hinaan terhadap khalifah Utsman itu benar? Apakah benar khalifah Utsman membagi-bagikan pengurusan wilayah-wilayah kepada keluarganya? Ataukah tuduhan dan kecaman itu sekedar buatan kaum Saba’iyah yang mereka ada-adakan guna mendorong orang lain untuk beroposisi yang kemudian memberontak dan selanjutnya membunuh khalifah?

Ahli sejarah kaum Syi’ah al-Ya’qubi menyatakan: bahwa khalifah Utsman dibenci orang adalah karena mengutamakan keluarga dalam pengangkatan Gubenur wilayah, kemudian Al-Ya’qubi sendiri membuat perincian wilayah-wilayah dengan Gubenur masing-masing, dan ternyata dapat kita lihat bahwa sebagian besar yang diangkat oleh khalifah Utsman adalah bukan dari keluarga khalifah Utsman, maka marilah kita lihat keterangan Al-Ya’qubi di bawah ini sebagai berikut:

  1. Ya’la bin Mun-yah at-Tamimi untuk Yaman.
  2. Abdullah bin Amr al-Hadlromi untuk Makkah .
  3. Jarir bin Abdullah al-Bajali untuk Hamdan .
  4. Al-Qosim bin Robi’ah ats-Tsaqofi untuk Thoif.
  5. Abu Musa al-Asy’ari untuk Kufah.
  6. Abdullah bin ‘Amir bin Kariz untuk Bashrah.
  7. Abdullah bin Sa’ad bin Abi Saroh untuk Mesir.
  8. Mu’awiyyah bin Abi Sofyan di Syam.
Sejarawan terkenal ath-Thobari dan Ibnul Atsir menambahkan nama-nama Gubernur untuk daerah lainnya serta para pemangku jabatan tinggi Negara yang diangkat oleh khalifah Utsman RA sebagai berikut:
  1. Untuk Hims Abdurrahman bin Kholid bin Walid.
  2. Untuk Qinnasrin Habib bin Maslamah.
  3. Untuk Palestina ‘Alqomah bin Hakim al-Kanani
  4. Untuk Yordania Abul A’war as-Salami.
  5. Untuk Laut Merah Utara Abdullah bin Qois al-Fazari.
  6. Untuk Azerbajian al-Asy’ats bin Qois al-Kindi.
  7. Untuk Hulwan Utaibah bin an-Nahhas.
  8. Untuk Mah Malik bin Habib.
  9. Untuk Roy Sa’id bin Qois.
  10. Untuk Asbahan as-Saib bin Aqra’.
  11. Untuk Masabdzan Hubaisy.
  12. Untuk Qorqisia Jarir bin Abdullah.
Kemudian jabatan tinggi Negara yang lain adalah:
  1. Pengadilan: Zaid bin Tsabit
  2. Baitul mal : ‘Uqbah bin Amir
  3. Urusan jizyah dan pajak: Jabir bin Fulan al-Mazani
  4. Pertahanan dan peperangan: al-Qo’qo’ bin ‘Amr
  5. Pimpinan haji : Abdullah bin Abbas.
  6. Kepala polisi : Abdullah Qunfudz

Jadi hanya tiga keluarga Utsman yang menjadi Gubernur dari 20 Gubernur dan 6 jabatan tinggi Negara, itu saja hanya dua Gubernur yang dilantik oleh khalifah Utsman, yaitu yang untuk Bashroh dan Mesir, sedang yang satu yaitu untuk Muawiyyah di Syam dilantik oleh khalifah sebelum Sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah.

Kemudian apakah pengangkatan dua Gubernur itu cukup menjadi alasan untuk mencela dan mengecam kepada khalifah Utsman? Sebagaimana dilakukan oleh golongan Saba’iyah, Syi’ah, dan Sa’id Aqil serta orang yang mengikutinya, mengekor mereka. Apakah haram menurut syari’ah seorang khalifah mengangkat salah satu keluarga yang dipandang ahli dalam jabatannya, hanya karena ia salah satu dari keluarganya? Jawabanya hanyalah satu, “tidak haram”.

Jika hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengecam khalifah Utsman, mengapa kaum Syi’ah dan penulis makalah diam membisu tanpa komentar apalagi mengecam ketika khalifah Ali mengangkat Qustam bin Abbas (pernah menjabat pimpinan haji tahun 37 H) sebagai Gubernur di Makkah, dan mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai Gubernur di Yaman (al-Ya’qubi juz 2 halaman 179), dan Muhammad bin Abu Bakar (anak tiri Sayyidina Ali) untuk Mesir, Ya’ad Ibnu Hubairoh (putra saudara perempuan sayyidina Ali bin Abi Thalib yang bernama Ummu Hani’) sebagai Gubernur di Kharasa, dan mengangkat Muhammad Ibnu Hanafiyah sebagai panglima. Mengapa kalian diam membisu, padahal khalifah Ali banyak mengangkat keluarganya?.

….Sa’id Aqil gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahu ‘anhuma sebagai pemompa semangat memberontak. Sungguh tuduhan ini palsu dan penuh kebohongan. Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat?….

Dengan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka keterangan dan memutarbalikkan fakta yang dipropagandakan lingkaran setan yang dibuat oleh mereka, mereka adalah bohong dan dusta serta merupakan fitnah yang keji terhadap khalifah Utsman RA.

Marwan bin Hakam RA: ia adalah sasaran kecaman dan pusat caci maki yang dilontarkan oleh golongan Saba’iyah dan Syi’ah. Tuduhan dan kecaman yang paling bayak dilontarkan kepadanya antara lain: diangkatnya Marwan bin Hakam oleh khalifah Utsman sebagai sekretarisnya, penguasa seperlima harta rampasan perang di Afrika, surat Marwan bin Hakam yang isinya perintah untuk membunuh pemberontak yang dari Mesir, dan dikembalikannya Marwan bin Hakam ke Madinah dari tempat pembuangan di Thoif oleh khalifah Utsman.

Saya insya Allah dalam pertemuan hari ini akan memberikan jawaban satu persatu berdasarkan dari keterangan-keterangan ulama: tentang perizinan bagi Marwan bin Hakam meninggalkan tempat pembuangannya di Thoif, kemudian pindah ke Madinah. Maka hal itu sepanjang kenyataanya: bahwa Nabi Muhammad SAW pada saat-saat terakhir telah mengizinkan kembalinya shahabat Marwan ke Madinah atas usul permohonan sayyidina Utsman, namun beliau mendadak wafat sebelum terlaksana pemindahan Marwan ke Madinah. Perizinan itu didengar dan diterima langsung oleh sayyidina Utsman.

Jikalau pada saat sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah menolak kembalinya Marwan ke Madinah demikian pula khalifah Umar, maka hal itu sesuai dengan ketentuan syariat Islam: bahwa kesaksian satu orang itu tidak diterima. Tetapi pada saat sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah dan beliau yakin sepenuhnya bahwa perizinan itu sungguh telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, maka khalifah Utsman melaksanakan (artinya beliau tidak salah), (dari kitab ath-Thobari fi Manaqibil ‘Asyroh).

Tentang harta rampasan perang di Afrika yang dikatakan dijual dengan harga tidak layak kepada shahabat Marwan bin Hakam yakni sejumlah 500.000 dinar, maka sebenarnya adalah sebagai berikut: Dari rampasan perang yang bersifat emas, perak, mata uang, panglima Abdullah bin Abi Saroh mengeluarkan khumus (seperlima) yaitu sebesar 500.000 dinar, karena khumus merupakan hak baitul mal, maka jumlah itu dikirimkan panglima kepada khalifah Utsman di Madinah. Kemudian khalifah menyerahkan kepada baitul mal. Masih adalagi khumus dari harta rampasan perang yakni seperlima dari peralatan dan seperlima dari jumlah ternak hewan. Maka jumlah seperlima dari jumlah benda dan ternak itu sulit diangkut karena jauhnya jarak, maka jumlah itulah yang dijual pada shahabat Marwan bin Hakam dengan harga 100.000 dirham, dan merupakan hak baitul mal di Madinah, kemudian empat seperlima dari harta rampasan perang itu dibagi-bagikan kepada anggota pasukan yang ikut dalam perang, karena itu adalah hak mereka.

….Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat Utsman dan shahabat Ammar, padahal Rasulullah SAW bersabda: Jangan kalian mencaci-maki Shahabat-Shahabatku….

Tentang surat Ibnu Khaldun mengatakan, mereka (kaum pemberontak dari Kufah, Bashrah, Mesir) berangkat meninggalkan Madinah tetapi tidak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawa surat yang dipalsukan yang mereka katakan: bahwa mereka mendapatkannya dari tangan pembawanya untuk di sampaikan kepada Gubernur Mesir, sedang surat itu berisikan perintah membunuh pemberontak. Khalifah Utsman bersumpah ia tidak tahu-menahu tentang surat yang dimaksud, mereka berkata kepada khalifah: berilah kuasa kepada kami untuk bertindak terhadap Marwan bin Hakam, sebab ia adalah sekretaris Anda. Tetapi Marwan bersumpah bahwa ia tidak melakukannya, ia berkata: tidak ada dalam hukum Lebih dari pada ucapan saya (Ibnu Khaldun hal 135).

Jauh sebelum itu, sayyidina Ali telah mengatakan: bahwa surat itu hanya karangan belaka yang diada-adakan, beliau mengatakan: bagaimana kalian wahai ahli Kufah dan ahli Basroh dapat mengetahui apa yang dialami ahli Mesir, padahal kalian telah menempuh jarak beberapa marhalah dalam perjalanan pulang, tetapi kemudian kalian berbalik menuju Madinah, demi Allah persengkokolan ini diputuskan di Madinah, mereka menjawab: terserah bagaimana kalian menanggapi, kami tidak membutuhkan orang itu biarkanlah ia meninggalkan kami (Ath-Thabari juz 11 hal 150).

Sedangkan analisisnya apakah mungkin orang seperti shahabat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris khalifah Utsman jika dianggap orang yang tidak baik tanpa mendapat reaksi tokoh-tokoh shahabat, seperti sayyidina Ali bin Abi Tholib pahlawan perang Khaibar, Sa’ad bin Abi Waqqos, penakluk Persia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Tolhah Ibnu Ubaidillah yang menjadi perisai Rasulullah SAW di perang Uhud dan lain-lainnya, jawabannya: tidak mungkin. Padahal kenyataan sejarah membuktikan mereka tokoh-tokoh shahabat sama sekali tidak memberikan reaksi bahkan tidak protes sama sekali.

Oleh karena itu cerita buruk tentang shahabat Marwan bin Hakam adalah Isu, fitnah yang di hembuskan oleh kaum Saba’iyah dan Syi’ah. Bukankah Romlah bin Ali dikawinkan mendapatkan anak shahabat Marwan bin Hakam yang bernama Muawiyyah bin Marwan bin Hakam, bukankah putra Hasan yang kedua (Hasan bin Hasan bin Ali) telah dikawinkan mendapat cucu Marwan bin Hakam yaitu Walid bin Abdul malik bin Marwan, seandainya Marwan bin Hakam betul-betul orang jelek, saya kira tidak bakal terjadi hubungan kekeluargaan (besanan) antara sayyidina Ali dengan shahabat Marwan.

Oleh karena itu, Ibnul Arobi, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah, adz-Dzahabi dan lain-lainnya mengata-kan: Bahwa riwayat-riwayat tentang peristiwa-peristiwa itu saling bertentangan dan sedikitpun tidak dapat dipakai sebagai dalil yang sohih (al-Awashim hal 100, as-Shawa’iq hal 68, Minhajus Sunnah juz III hal 192)

Sehubungan dengan itu, para ulama hadits ketika membaca riwayat palsu menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat mengenai kecaman terhadap shahabat Mu’awiyah, Amr Ibnul ‘Ash dan Bani Umayyah, begitu pula kecaman terhadap Walid bin Uqbah dan Marwan bin Hakam, adalah riwayat palsu dan dusta yang dibuat serta yang diada-adakan oleh golongan pendusta yang menjadi kebohongan dan kedustaan sebagai agama mereka. Demikian menurut Ibnul Qoyyum dan lain-lainnya.

Tentang Ammar bin Yasir yang dituduh menghembuskan sikap anti khalifah, memompakan semangat memberontak oleh Said Aqil. Jawabannya: sungguh saya amat sangat terkejut pada saat saya membacanya, sungguh kejam apa yang dituduhkan kepadanya, bukankah dia putra Yasir? Bukankah Nabi Muhammad SAW telah memberikan jaminan sebagai penghuni surga kepada Yasir dan keluarganya? (shobron yaa ala Yasir inna mau’idakum al-jannah) Artinya: sabarlah wahai keluarga Yasir sesungguhnya janji kalian di surga.

Memang telah terjadi perselisihan antara Ammar dengan khalifah Utsman akan tetapi perselisihannya tidak sampai memompakan semangat memberontak. Buktinya, pada saat pembangkang bersenjata mengepung rumah khalifah Utsman dan mereka menghalang-halangi masuknya air dirumah Khalifah, maka marahnya Ammar dan berteriak sambil berkata: maha suci Allah, akankah kalian menghalangi air kepada orang yang membeli sumur Raumah dan memberikannya kepada kaum muslimin.

Kemudian Ammar membawa air itu sendiri tanpa mendapat halangan dari mereka, karena mereka takut, segan dengan sebab kebesarannya. Jadi perselisihan tokoh-tokoh shahabat terhadap sayyidina Utsman tidak bakal mendorong mereka untuk berontak sebab mereka telah mewarisi ukhuwwah Islamiyah yang ditanamkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sa’id Aqil gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahuanhuma sebagai pemompa semangat memberontak, bahkan melakukan penghinaan terhadap shahabat Utsman RA. Lebih jauh Said Aqil menuduh bahwa runtuhnya khalifah Utsman dan akhirnya menjadi bencana bagi Islam adalah disebabkan adanya kelompok-kelompok munafiqin yang sebagian besar dari Bani Umayyah. Sungguh semua tuduhan tersebut adalah palsu dan penuh kebohongan terhadap mereka. Pernahkah Allah SWT dan Rasul-Nya serta tokoh-tokoh shahabat menuduh mereka seperti yang dilakukan oleh Said Aqil? Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat serta yang lain jika perilakunya sama dengan shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW.

“Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q. Al-Hadid: 10 )

Bahwa ayat ini adalah sekaligus menolak tuduhan palsu Saudara Sa’id Aqil kepada penduduk Makkah (bukan karena Allah), tapi karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Bani Tsaqifah al-Aimmatu Min Quraisy (halaman tiga makalah Sa’id Aqil).

….Sungguh ini adalah su’udhon terburuk terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU….

Sungguh ini adalah su’udhon terburuk terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU. Oleh karena itu, semua ini harus dihentikan tidak boleh terus berkepanjangan.

Bukankah shahabat Utsman RA dan Ammar bin Yasir RA termasuk arti makna kandungan firman Allah:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At-Taubah: 100 )

Bukankah beliau (Utsman RA) kawan Nabi Muhammad SAW di surga sebagaimana di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:

لِكُلِّ نَبِىٍّ رَفِيْقٌ وَرَفِيْقِيْ – يعنى في الجنة – عثمان

Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat Utsman? Dan secara serampangan menuduh shahabat Ammar sebagai pelopor pemberontakan terhadap khalifah Utsman.

مَنْ عَادَى عَمَّارًَا عَادَاهُ اْللهُ – وَمَنْ أبْغَضَ عَمَّارًا أبْغَضَهُ اللهُ

“Barangsiapa yang memusuhi Ammar, maka Allah memusuhinya dan barangsiapa yang membenci Ammar, maka Allah membecinya”.

Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam Ayat-Ayat tersebut dan Ayat-Ayat yang lain dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka.

Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda :

لاََتََسُبُّوْا أصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ اَحَدَكُمْ اَنْفَقَ مِثلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ اَحَدِهِمْ

“Jangan kalian mencaci-maki Shahabat-Shahabatku, maka jika seandainya salah satu orang diantara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, maka pahalanya tidak akan sampai satu mud dibanding dengan pahala mereka”.

….Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam ayat-ayat Al-Quran, dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka….

Betapa besar penghargaan Nabi Muhammad terhadap Ammar dan jasa mereka dan dalam hadits ini Nabi Muhammad juga secara langsung memperingatkan dengan keras kepada generasi sesudah shahabat agar mereka hati-hati, tidak asal bicara, apalagi sampai menuduh, menghina, dan mencaci maki terhadap shahabat dan Nabi Muhammad SAW.

Disini saya yang dlaif, penuh kekurangan sudah memperingatkan dan menasehati semua pihak khususnya pada Sa’id Aqil agar jangan gegabah terhadap shahabat Nabi Muhammad SAW dan jika tidak menghiraukan maka saya terpaksa mengatakan:

لعْنَةُ اللهِ عَلَى شرِّكُمْ

“Semoga Allah melaknat kejahatan kalian”

Sungguh masih banyak hal-hal yang penting untuk dikemukakan dalam masalah Gus-Dur dan Sa’id Aqil, tetapi sekali lagi waktu sangat terbatas sekali. Oleh karena itu penjelasan dan penolakan kami akhiri sekian saja dan mohon maaf.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Disadur dari buku: “Kritik terhadap Gus Dur dan  Sa’id Aqil & Menyiasati Bahaya Syi’ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di Penghujung Abad ini, karya KH. Abdul Hamid Baidlowi, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah Sumber Girang Lasem Rembang Jawa Tengah, Penerbit Pondok Pesantren Al-Wahdah, Rajab 1431/Juni  2010, halaman 13-26).

Dipublikasikan kembali oleh Abul-Harits dari bantahansalafytobat.wordpress