Afwan mungkin ada banyak pengulangan dari artikel sebelumnya, hanya ada sedikit tambahan keterangan yang perlu diperjelas.
Kesimpulan yang
saya pahami dari pembahasan Ustadz tentang ashlul
iman hingga saat ini :
1) Iman sah hanya dengan i’tiqad qalb dan iqrar lisan tanpa
amal jawarih (ini yang saya maksudkan dengan menjadikan amal sebagai syarthu
kamalil iman)
2) Amal jawarih tidak berkaitan dengan ashlul
iman, (diambil dari perkataan antum bahwa seorang tidak dikafirkan karena
meninggalkan amal jawarih hingga ia meninggalkan ashlul iman dalam hati) atau
ringkasnya seorang dikatakan telah tashdiq (memiliki ashlul iman)
walaupun ia meninggalkan seluruh amal jawarih
3) Memahami hadits “lam ya’mal khairan qath”
berlaku umum tanpa memandang apakah orang yang meninggalkan amal tersebut
memiliki udzur atau tidak.
Benarkah demikian yang antum pahami?
1) Jika iman seorang sah (dikatakan muslim)
tanpa amal jawarih berarti ia telah mengeluarkan amal dari iman. Ini menyelisih
ijma’ Ahlu Sunnah wal Jama’ah
قال سهل بن عبد الله التستري رحمه الله كما نقله شيخ الإسلام
في(الفتاوى: 7/171) مقراً له أنه سئل عن الإيمان ما هو ؟ فقال : "هو قول ونية
وعمل وسنة ؛ لأن الإيمان إذا كان قولاً بلا عمل فهو كفر ، وإذا كان قولاً وعملاً
بلا نية فهو نفاق ، وإذا كان قولاً وعملاً ونية بلا سنة فهو
بدعة".وانظر(الإبانة:2/814)
- Imam Sahl bin Abdillah At-Tasturi rahimahullah seperti dinukil Syaikhul Islam dalam Al-Fatawa 171/7 karena sependapat dengannya. Beliau ditanya tentang apa itu iman? Beliau menjawab : “Iman adalah ucapan, niat, amal dan sunah. Karena jika iman (seorang) hanya ucapan tanpa amal maka ia kafir, jika hanya ucapan dan amal tanpa niat maka itu adalah nifaq, jika hanya ucapan, amal dan niat tanpa sunah maka itu adalah bid’ah” [Al-Ibanah 814/2]